Jin Lin, seorang otaku yang tewas konyol akibat ledakan ponsel, mendapatkan kesempatan kedua di dunia fantasi. Namun, angan-angannya untuk menjadi pahlawan pupus saat ia terbangun dalam tubuh seekor ular kecil. Dirawat oleh ibu angkat yang merupakan siluman ular raksasa, Jin Lin harus menolak santapan katak hidup dan memulai takdir barunya. Dengan menelan Buah Roh misterius, ia pun memulai perjalanannya di jalur kultivasi—sebuah evolusi dari ular biasa menjadi penguasa legendaris.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon WILDAN NURUL IRSYAD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perjamuan di Desa Qingfeng
“Rajaku! Jin Lin, Pemimpin Istana Iblis, datang mengunjungi kita!” Seekor iblis kecil bergegas melapor kepada Pemimpin Desa Qingfeng.
“Oh? Ular emas kecil itu benar-benar berani datang?” Qinglang, pemimpin desa, menunjukkan ekspresi terkejut. Roh musang di sisinya, Huang Xian, sebelumnya menyarankan agar mereka mengadakan Perjamuan Hongmen untuk menekan Jin Lin. Jika ular kecil itu lemah, mereka akan menakutinya dan mungkin merebut kekuasaan serta bawahan Istana Iblis. Qinglang setuju, tetapi dalam hatinya tak yakin Jin Lin akan benar-benar datang. Namun, kenyataan berkata lain.
Qinglang segera bertanya, “Ada berapa orang yang bersamanya?”
“Hanya satu, Rajaku. Hanya Jin Lin.”
“Hanya dia sendiri?” Alis Qinglang terangkat tinggi. “Apakah dia benar-benar tolol atau hanya pura-pura? Menarik... Baiklah, siapkan jamuan! Huang Xian, ikut denganku menyambut tamu kita!”
Roh musang itu menyipitkan mata dan menjawab, “Sesuai perintah. Selamat, Rajaku, sepertinya hari ini wilayah kekuasaan kita akan berkembang!”
“Hahahaha!” Qinglang tertawa puas dan berjalan keluar aula utama.
Sesampainya di Desa Qingfeng, Jin Lin langsung mengernyitkan hidungnya. Bau busuk menusuk yang berasal dari desa itu membuatnya hampir muntah. Menikmati bunga plum di tempat bau busuk seperti ini? Mereka bercanda?
Untuk mengatasi bau itu, Jin Lin mengeluarkan sebuah pil dari lengan bajunya. Pil Ningshen — pil murah yang dulu dijarah dari Tianlong Zhenren — berguna untuk menjernihkan pikiran dan menetralisir bau. Begitu ditelan, bau menjijikkan itu langsung hilang dari hidungnya.
Beberapa saat kemudian, Qinglang dan Huang Xian datang menyambut. Qinglang membungkuk dan berkata ramah, “Maafkan penyambutan kami yang terlambat. Saya Qinglang, tuan desa ini.”
“Jin Lin.” Jin Lin hanya menyebut namanya singkat. Ia enggan membuka mulut lebih lama karena takut mencium bau itu lagi.
Qinglang tidak bisa membaca maksud Jin Lin, tapi tetap mengundangnya masuk ke aula perjamuan.
Jamuan telah disiapkan. Qinglang dan Huang Xian duduk di samping Jin Lin, mengajaknya minum dan berbincang. Jin Lin akhirnya tahu bahwa ada roh musang di sini—tak heran baunya begitu menyengat.
Jin Lin hanya sesekali menyeruput anggur—itu pun karena terpaksa. Rasanya hambar, bahkan agak asam. Dia lebih banyak diam dan tersenyum tipis, semata-mata agar tidak perlu bicara banyak dan menghirup udara busuk.
Namun di mata Qinglang dan Huang Xian, sikap Jin Lin terlihat penuh gaya—diam, tenang, dan misterius. Mereka bahkan merasa Jin Lin memiliki latar belakang yang kuat.
Akan tetapi, setelah mengamatinya, mereka mendapati bahwa kultivasi Jin Lin hanya berada di tahap pertengahan Jindan. Sementara Qinglang sendiri sudah berada di puncak Yuanshen, dan Huang Xian di tahap awal Yuanshen. Dengan kekuatan seperti itu, bagaimana mungkin Jin Lin begitu percaya diri datang seorang diri?
Qinglang dan Huang Xian saling melirik. Lalu, Huang Xian tersenyum licik dan berkata, “Bagaimana kita bisa menikmati bunga plum tanpa hiburan? Mari kita pertontonkan seni bela diri sebagai penghormatan untuk tamu kita.”
Dua monster berwajah garang segera muncul dan mulai bertarung dengan sengit. Salah satu akhirnya menjatuhkan lawannya ke tanah.
“Bagus!” Qinglang dan Huang Xian bertepuk tangan. Namun Jin Lin hanya memandangnya datar. Ini pertunjukan macam apa? Gaya kuno dari opera lama...
Kemudian Jin Lin berkata santai, “Apa kalian ingin aku mengajar jurus yang lebih baik?”
Seketika, semua terdiam. Termasuk dua monster yang bertarung. Si pemenang dengan kikuk berkata, “Kudengar Pemimpin Istana Iblis adalah pendekar muda dengan kemampuan luar biasa. Aku... ingin meminta petunjuk.” Kalimat itu terdengar seperti dihafal, dan memang benar—itu ajaran dari Huang Xian.
“Ah... begitu membosankan,” Jin Lin menghela napas malas.
Qinglang mulai kehilangan kesabaran. “Saudara Jin, jika kau anggap bawahanku kurang layak, bagaimana kalau aku sendiri yang meminta petunjuk?”
“Hei, hei! Kau mengundangku ke sini untuk minum atau berkelahi?” Jin Lin bertanya sambil tersenyum. Dalam hati, ia berteriak, Monster tua, giliranmu tampil!
Dan tepat pada saat Qinglang hendak bergerak, sebuah kesadaran ilahi luar biasa menekan seluruh aula!
“Siapa yang berani mengganggu sahabatku?” Sebuah suara menggema di benak setiap monster yang hadir.
Tekanan ilahi itu begitu kuat. Qinglang langsung mandi keringat dingin, Huang Xian tubuhnya gemetar hebat, dan para monster kecil serempak berlutut, menggigil ketakutan.
“Senior... mohon ampun!” Qinglang buru-buru bersujud, wajahnya memucat. Ia tak sanggup menahan tekanan itu. Ini jelas kekuatan dari seorang ahli tingkat penyeberangan kesengsaraan!
“Hmph! Sudah lama aku tidak muncul. Kalian pikir bisa bertindak semaumu?”
Zhang Baichi memang belum pulih total, tapi kesadaran ilahinya masih merupakan warisan dari makhluk kuno kelas atas. Cukup untuk mengguncang para monster kecil seperti mereka.
Qinglang mematung. Dari nada bicara senior itu, tampak jelas bahwa dia adalah sahabat Jin Lin!
Dia langsung bersujud lebih dalam, “Senior, ampunilah aku! Aku benar-benar tidak tahu!”
Setelah beberapa saat, kesadaran ilahi itu mundur, seolah sang ahli pergi bermeditasi kembali. Tapi dampaknya masih membekas.
“Hei, jadi... kau masih ingin bertarung denganku?” tanya Jin Lin sambil menyilangkan tangan.
“A-a-aku tidak berani! Aku benar-benar tidak berani...” Qinglang menjawab tergagap, tubuhnya masih gemetar.
“Temanku memang sudah pergi ribuan li jauhnya. Tapi... dia bisa kembali kapan saja, hanya dengan satu niat.” Jin Lin tersenyum samar. Sekarang, waktunya membual.
Qinglang langsung menjatuhkan dirinya lagi ke tanah. Huang Xian menelan ludah. “Ribuan li jauhnya...” bisiknya.
“Kenapa? Kau tidak percaya?” Jin Lin menatapnya. “Dia bisa datang dan pergi sesuka hati. Hanya perlu satu pikiran.”
“A-aku percaya... Aku percaya!” Kepala Huang Xian bergoyang seperti boneka kayu.
Jin Lin tersenyum. Kadang, menakuti orang jauh lebih berguna daripada membunuh mereka.