NovelToon NovelToon
Pelabuhan Terakhir Sang Sekertaris

Pelabuhan Terakhir Sang Sekertaris

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Selingkuh / Cerai / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Kehidupan di Kantor
Popularitas:28.7k
Nilai: 5
Nama Author: Puji170

Shanaya Sanjaya percaya bahwa cinta adalah tentang kesetiaan dan pengorbanan. Ia rela menjadi istri rahasia, menelan hinaan, dan berdiri di balik layar demi Reno Alhadi, pria yang dicintainya sepenuh hati.

Tapi ketika janji-janji manis tersisa tujuh kartu dan pengkhianatan terus mengiris, Shanaya sadar, mencintai tak harus kehilangan harga diri. Ia memilih pergi.

Namun hidup justru mempertemukannya dengan Sadewa Mahardika, pria dingin dan penuh teka-teki yang kini menjadi atasannya.

Akankah luka lama membatasi langkahnya, atau justru membawanya pada cinta yang tak terduga?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puji170, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 24

“Win, harusnya aku nggak ambil kerjaan itu. Sekarang aku harus berhadapan sama manusia setengah iblis. Namanya aja Sadewa, tapi kelakuannya kayak Sangkuni!” gerutu Shanaya sambil menenggak air dingin yang langsung tandas dalam satu tegukan.

Wina langsung tertawa terbahak-bahak. “Kamu tuh ya, Sha. Kemarin dia kamu bilang kayak komodo, sekarang iblis, terus Sangkuni juga? Lama-lama jangan-jangan kamu jodohnya dia lagi.”

Shanaya ikut tertawa, tapi wajahnya kaku, seperti tertawa sambil menahan nelangsa. “Win, Reno aja yang mukanya polos dan hatinya kelihatan baik bisa nyakitin aku. Apalagi dia! Kalau sampai deket sama Sadewa, hidupku bakal lebih berat dari neraka.”

Wina menatap sahabatnya sambil menahan senyum. “Eh, kata siapa? Konon, orang kayak Pak Dewa itu... kalau udah jatuh cinta, dia setia banget. Nggak akan mendua.”

“Itu mitos. Dongeng. Omong kosong,” desah Shanaya sambil memalingkan wajah. “Udahlah, aku nggak mau bahas cinta-cintaan lagi. Fokus aku sekarang cuma satu, karier.”

Tapi tangan Shanaya tiba-tiba meraih gelas Wina dan menyesap isinya tanpa pikir panjang.

“Sha! Kamu kenapa minum punyaku?” Wina langsung panik.

“Memangnya kenapa?” tanya Shanaya santai. Tapi beberapa detik kemudian, matanya menyipit. Kepalanya mulai terasa berat dan berdenyut.

“Itu... ada sedikit alkoholnya,” ujar Wina pelan.

“Wina! Kenapa kamu nggak bilang?! Dan kenapa juga kamu mesen minuman beralkohol siang bolong kayak gini?!” Shanaya sedikit kesal, karena dia tahu tubuhnya pasti langsung tumbang kalau ada alkohol masuk.

“Aku butuh keberanian buat ketemu klien hari ini, Sha,” kata Wina cemas. “Aduh, gimana dong?”

Tak lama kemudian, Shanaya benar-benar tertidur pulas di kursi, napasnya teratur seperti bayi... atau lebih tepatnya, seperti babi. Wina menatapnya dengan pasrah sambil geleng-geleng kepala.

“Ya ampun, Sha... tidurnya kayak nggak ada beban hidup,” gumamnya.

Wina menepuk-nepuk pipi Shanaya pelan, berharap sahabatnya bangun. “Sha... bangun, dong. Aduh, gimana ini? Aku bentar lagi harus ketemu klien,” ujarnya dengan nada panik.

Tiba-tiba, ponsel Shanaya yang tergeletak di meja berdering keras. Wina menoleh dan melihat layar yang menampilkan nama kontak, Bos Komodo.

“Wah, ini pasti Pak Dewa...” Wina mendecak pelan. “Semoga aja dia nggak sebrengsek Reno dan mau bantu jemput Shanaya.”

Tanpa pikir panjang, Wina menggeser tombol hijau dan mengangkat panggilan.

“Halo?” sapanya ragu.

“Ke ruanganku. Sekarang.” Suara di seberang terdengar dingin dan mengintimidasi, seperti perintah dari... ya, iblis. Wina langsung mengerti kenapa Shanaya menyebut pria ini ‘manusia setengah iblis’.

Ia menelan ludah. “Pak Dewa, ini Wina. Maaf, tapi... bisakah Bapak tolong jemput Shanaya? Dia ada di kafe seberang kantor Bapak. Keadaannya... yah, bisa dibilang... darurat.”

“Telepon polisi. Atau ambulans,” sahut Sadewa datar.

“Eh, harusnya nggak separah itu, Pak. Tapi kalau Bapak keberatan, ya sudah... saya panggil sopir online saja. Siapa tahu ada yang tampan, terus mau sama janda,” kata Wina santai dengan nada menyebalkan, sekadar untuk memancing reaksi.

Hening sebentar.

“Aku ke sana.”

Sambungan langsung diputus.

Wina menatap ponsel Shanaya lekat-lekat, lalu beralih menatap sahabatnya yang masih terlelap. Ia mendesis pelan, seolah ponsel itu adalah wajah Sadewa sendiri.

“Jadi... dia beneran mau ke sini?”

Lima belas menit kemudian...

Bunyi langkah sepatu yang tegas terdengar mendekat dari arah pintu kaca kafe. Wina mendongak dan langsung mengenali sosok pria berjas abu gelap dengan ekspresi sekeras batu. Matanya tajam, penuh tekanan, dan wajahnya... yah, terlalu tampan untuk disebut 'komodo', tapi juga terlalu dingin untuk disebut manusia biasa.

“Pak Dewa...” gumam Wina sambil berdiri gugup.

Tanpa membuang waktu, Sadewa melangkah mantap mendekati meja mereka. Pandangannya langsung tertuju pada Shanaya yang tertidur pulas di kursi—kepalanya miring ke samping, rambut menjuntai, dan mulutnya sedikit terbuka.

Sadewa berdiri diam di hadapannya beberapa detik. “Dia... tidur?” ucapnya pelan, nyaris tak percaya.

Ia meninggalkan tumpukan pekerjaan demi panggilan darurat ini, hanya untuk menemukan Shanaya tertidur seperti anak kecil kelelahan. Dalam hati, ia mengutuki dirinya sendiri—lebih karena merasa bodoh sudah datang.

“Sebenarnya, tadi Shanaya nggak sengaja minum minuman saya, Pak. Ada sedikit alkoholnya,” jelas Wina cepat-cepat, mencoba meredam ketegangan.

Sadewa mengembuskan napas panjang, lalu berbalik. Gerakannya tenang, tapi jelas menandakan kekecewaan.

“Pak Dewa, tunggu—tempat ini dekat sekali dari kantor Bapak. Tolong... tolong bawa Shanaya dulu ya. Saya ada meeting penting. Ini tentang hidup dan mati karier saya.”

Sadewa tak menoleh. “Itu bukan urusan saya.”

“Tapi Pak…”

Langkahnya sudah menjauh beberapa meter.

Wina akhirnya memutar taktik, berkata setengah keras, “Tahu gitu dari tadi aku pesan sopir online. Nggak apa-apa lah kalau nanti sopirnya harus angkat Shanaya—digendong masuk mobil... terus masuk apartemen juga.”

Langkah Sadewa terhenti seketika.

Tubuhnya berputar perlahan, kembali menatap Shanaya tanpa banyak ekspresi. Ia mendekat lagi, lalu menunduk sekilas.

“Jemput dia nanti,” gumamnya datar pada Wina, nyaris seperti perintah. Kemudian tanpa menunggu balasan, ia membungkuk dan mengangkat Shanaya ke dalam pelukannya—gerakannya mantap, penuh kendali, seolah sudah biasa membawa beban yang tidak diminta.

Wina hanya bisa menghela napas lega. “Terima kasih, Pak Dewa…”

Sadewa tidak menjawab. Ia melangkah keluar tanpa menoleh, membawa Shanaya pergi seperti membawa sebuah masalah yang belum selesai, tapi juga belum bisa dilepaskan.

Pintu apartemen terbuka dengan suara klik pelan. Sadewa masuk, membawa Shanaya di gendongannya. Langkah kakinya tenang, nyaris tak bersuara, hanya pantulan cahaya matahari dari jendela besar yang menyambut mereka.

Dengan hati-hati, ia meletakkan Shanaya di sofa panjang yang empuk. Perempuan itu masih tertidur pulas, nafasnya teratur, wajahnya tampak jauh lebih damai dibanding biasanya yang selalu cerewet dan penuh drama.

Sadewa berdiri di hadapannya cukup lama, kedua tangan masuk ke saku celana, tubuh tegap menatap diam. Lalu, satu alisnya terangkat pelan.

“Tidur seenaknya di tempat orang... dasar menyusahkan,” gumamnya.

Tapi bibirnya bergerak sedikit—bukan senyum, bukan juga ejekan. Hanya ekspresi samar yang entah bagaimana, terasa... hangat.

Matanya menyusuri wajah Shanaya. Untuk pertama kalinya sejak mengenalnya, perempuan itu terlihat tidak gaduh. Tanpa omelan, tanpa umpatan, tanpa ekspresi sinis. Hanya Shanaya dan ketenangan yang entah kenapa... membuat apartemennya terasa lebih hidup.

Sadewa menarik napas, memalingkan wajahnya. Tapi belum sempat melangkah pergi, matanya kembali melirik ke arah perempuan itu. Kali ini, ia sedikit mendekat, lalu meraih selimut tipis dari sandaran sofa, dan menutupkan dengan hati-hati ke tubuh Shanaya.

“Habis bikin repot orang... masih sempat tidur kayak bayi,” ucapnya pelan, seolah bicara pada diri sendiri.

Ia berdiri diam selama beberapa detik lagi. Lalu, tanpa sadar, jemarinya menyentuh ujung rambut Shanaya yang jatuh ke dahi. Gerakannya cepat, gugup, seperti seseorang yang tidak terbiasa bersentuhan dengan kelembutan.

Sadewa segera menjauh. Ia berjalan menuju dapur kecil dan membuka kulkas, seolah tak terjadi apa-apa. Tapi saat membuka botol air dan meneguknya, matanya kembali melirik ke arah sofa.

Masih tertidur. Masih damai.

Dan tanpa sadar, untuk pertama kalinya dalam hidup Sadewa merasa... tidak keberatan berbagi ruang dengan seseorang.

1
Chacha
wahhh...reno msih blum kapok" nichh
Uthie
Wahh.. seru tuhhh kalau cowok dingin datar macam itu jadi bucin diem-diem 😆
Uthie
bawa aja Dewa 😡👍
Uthie
Wahhhh.. itu pasti karena si Malika 😡
Diyah Pamungkas Sari
lemah tolol goblok jangkrikk wanita nih modelan sok kuat tp menye bgt hiihh!!!
Uthie
Waahhh... keren Wina 👍🤩😏
Uthie
Asliii.... cerita ini saya sukkkaaaa bangetttttt 👍👍👍👍😍😍😍😍😍😍😍😍
Ciput_imut🤩: terimakasih kakak, maaf update untuk naskah ini sedikit lama, karena autornya bingung mau ke arah mana /Facepalm//Facepalm//Facepalm/
total 1 replies
Bunda HB
shanaya wanita buta cinta bahkan reno laki2 gk baik,tpi mati2an di bela ,akhirnya km di buang,dan laki2 yg tulus mencintai km abai Kan. terserah km shanaya mau pilih yg mana.kesel aku lihat km keras kepala..
Ciput_imut🤩: enggak kak, terlalu muter-muter nanti jadi bosan. ditunggu yo. nanti ngumpul di cerita yang baru.
Bunda HB: ko cepat ini kak thor ini baru bab 47 gk smpai 100 up to kak...
total 5 replies
Uthie
ceritanya bikin tegang tapi seru disimaknya 👍🤩
Uthie
sukaaaa ❤️
Uthie
Wahhh... awal mampir langsung sukkkaaa niiii 🤩🤩🤩
Shinta Malik Syahn
bagus
Shinta Malik Syahn
bagus kak ceritanya
Ciput_imut🤩: terimakasih kakak
total 1 replies
Chacha
ya ampunnn dewa...ternyata kamu bisa so sweet jg yachhh...aq bacanya ikut senyum" sendiri...ayooo semangat dewa buat menaklukkan hati sang pujaan hati mu ❤❤🌹
Chacha: iyappp benar bgt itu kak
Ciput_imut🤩: laki mah gitu kan kak, awalnya dingin setelah mengikuti, mengamati lalu jadi mengagumi
total 2 replies
Diyah Pamungkas Sari
pepept terus Wa!!! tp jangan bablas an yaa..!! 😂😂
Ciput_imut🤩: sah kan dulu ya
total 1 replies
Sri
Bukan terlalu "BAIK" tapi "BODOH"
Sri
karakter utama sangat mengecewakan, lemah & membiarkan terus diselingkuhin hanya krn "KARTU"
Sri
cewek terbodoh, kartu dipentingin
Sri
karakter cewek BEGO GAK KETULUNGAN, selingkuh dikasih kesempatan terus dgn alasan kartu
Ciput_imut🤩: sabar kak
total 1 replies
Alfatihah
pasti lemes habis baca up nya Thor..... bikin klepek-klepek Sadewa 🥰🥰 semangat semangat
Ciput_imut🤩: 𝚍𝚒𝚊𝚖2 𝚖𝚎𝚗𝚐𝚑𝚊𝚗𝚢𝚞𝚝𝚔𝚊𝚗 𝚢𝚊 𝚔𝚊𝚔
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!