NovelToon NovelToon
Tatap Aku, Suamiku

Tatap Aku, Suamiku

Status: tamat
Genre:Romantis / Nikahmuda / Poligami / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Tamat
Popularitas:17M
Nilai: 4.9
Nama Author: Casanova

Musim pertama : Tatap Aku, Suamiku
Musim Kedua : Bunda dari Anakku


Jatuh cinta pada pandangan pertama, membuat Wira (22 tahun) nekad membawa kedua orang tuanya ke Yogyakarta untuk melamar Naina ( 17 tahun), yang hanya seorang gadis yatim piatu.
Wira yang terlahir dari keluarga berada, menikah dengan Naina yang hanya gadis dari keluarga biasa.

Lima tahun pernikahan, guncangan menghantam kehidupan rumah tangga mereka. Dunia Naina hancur seketika. Kebahagiaan yang selama ini direguknya, apakah hanya sebuah kebohongan semata atau memang nyata. Apakah pernikahan ini sanggup di pertahankan atau harus berakhir??

Ikuti perjalanan rumah tangga Wira dan Naina

“Tolong tatap aku lagi, Suamiku.”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Casanova, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

S1. Bab 23

“Angie ....” ucap laki-laki itu saat mengenali Naina.

Butuh beberapa detil untuk Naina mengenali si pemilik suara yang baru saja berdiri memegang nampan kosong. Karena isi nampan saat ini menghuni lantai kantin.

“Kak Tria ....” Sepatah kata itu mengalun lembut dan terdengar indah.

“Angie masih mengenaliku?” tanya Tria, laki-laki yang tak lain adalah salah satu karyawan di PW Group.

“Kak Tria, bagaimana bisa ada di sini?” tanya Naina, mengerutkan dahi. Tentu Naina mengingatnya. Tria sama sepertinya, tergabung di kelompok seniman jalanan Yogyakarta. Mereka sama-sama merintis karir bermusiknya di sana. Tidak jarang harus bertemu setiap malam, mengisi acara di kafe-kafe pinggiran. Namun Naina harus mengubur dalam-dalam impiannya. Dia dilamar Wira dan menikah, sehingga harus meninggalkan semuanya.

“Kak Tria bagaimana bisa sampai di Jakarta?” tanya Naina, heran. Aneh bagi Naina yang hampir lima tahun berpisah, bisa bertemu dengan orang dari jejak masa lalunya.

“Aku bekerja di perusahaan ini.” Tria menjawab singkat, melempar senyuman pada Naina dan Stevi yang ikut teralihkan perhatiannya dari makanannya.

“Oh ya?” Naina nyaris tidak percaya.

“Aku tidak menyangka kalau Kak Tria bekerja di sini. Masih aktif bernyanyi?” tanya Naina lagi.

“Kalau malam aku mengisi di beberapa cafe, di dekat-dekat sini. Angie ... bagaimana bisa ada di sini?” Tria tidak bisa menutupi rasa penasarannya. Sejak menginjakan kakinya di Jakarta, keinginan bertemu dengan Naina yang dipanggilnya Angie begitu besar. Bahkan di setiap doanya, pasti terselip nama Naina.

“Suamiku bekerja di sini,” sahut Naina. Tidak mengenalkan sang suami sebagai pemilik perusahaan tetapi hanya mengenalkannya sebagai karyawan biasa.

“Wah, ternyata dunia ini sempit, Angie.” Senyum Tria mengembang, bagai kuncup mawar bermekaran. Dia tahu jelas Naina sudah menikah. Lima tahun yang lalu, dia menghadiri resepsi pernikahan Naina yang digelar sederhana di Yogyakarta.

Stevi yang sejak tadi sibuk menghabiskan makanannya hanya bisa diam-diam menajamkan pendengarannya. Menguping pembicaraan keduanya.

“Baiklah Kak Tria, aku harus menemui suamiku,” pamit Naina.

***

Kembali ke ruangan Wira, Naina menatap suaminya yang kembali sibuk dengan setumpuk pekerjaan di atas meja. Begitu bunyi pintu terbuka, Wira hanya menyunggingkan senyum sekilas kemudian kembali mengores pena sembari membaca kertas-tertas bertumpuk yang Naina tidak pahami sama sekali.

“Mas serius mau memindahkan Stevi dari posisinya sekarang?” tanya Naina. Wanita itu sudah duduk manis di depan Wira. Menunggu suaminya menjawab.

“Maunya aku pindahkan dari muka bumi ini, tetapi sayangnya aku tidak bisa melakukannya. Dia tahu jelas kelemahanku ada padamu, sehingga bisa menekanku seenaknya,” batin Wira, tersenyum kecut.

“Tidak Nai, Mas hanya sedang emosi saja.”

Naina tersenyum, mengenggam tangan Wira yang menjepit pena mahalnya. “Dia sedang ada masalah, Mas. Anaknya sakit. Jangan marah lagi padanya.”

Wira mengangguk. Tidak mau memperpanjang pembahasan tentang Naina yang hanya menguras emosinya kembali. Meraih kotak bekal makanan yang masih utuh dan menyodorkannya di depan sang istri.

“Habiskan makan siangmu, Nai,” pinta Wira, tersenyum.

“Berhenti membahas Stevi, aku sedang muak dengannya,” lanjut Wira. Tatapan teduh, meraih sendok yang tergeletak pasrah di dalam kotak bekal dan mengisinya dengan makanan.

“Makan sekarang, Nai. Kamu belum makan, kan?” tanya Wira. Menyodorkan di depan bibir istrinya.

“Nai makan sendiri saja, Mas.”

Masih duduk berhadapan, Wira kembali disibukan dengan pekerjaannya dan Naina sibuk menghabiskan isi kotak bekalnya.

“Nai, nanti sore aku pulang sedikit terlambat. Aku harus mampir ke tempat mama. Tadi mama menghubungiku,” dusta Wira. Sejak dua tahun terakhir, lidah laki-laki itu sudah terbiasa berbohong pada istrinya. Dia harus mengunjungi putrinya Nola, untuk itu dia hanya bisa menggunakan alasan mengunjungi mamanya. Dan untuk alasan itu juga, dia membeli rumah untuk Stevi di komplek yang sama dengan sang mama, selain tentunya kedua orang tuanya juga bisa leluasa menjenguk cucu dan Stevi bisa menitipkan Nola pada mereka.

“Mama baik-baik saja?” tanya Naina.

Wira hanya mengangguk, selebihnya laki-laki itu kembali fokus dengan pekerjaannya sampai Naina menghabiskan makan siangnya.

“Mas, Nai pamit, ya.” Wanita lemah lembut itu sudah berjalan mendekati Wira setelah merapikan kembali kotak bekal makan siangnya.

“Kamu sudah selesai?” tanya Wira, merengkuh pinggang Naina agar berdiri mendekat dengannya.

“Sudah, Mas.”

“Ah, Mas masih belum rela. Bagaimana kalau temani Mas sampai pulang kantor saja. Kita sama-sama mengunjungi mama. Bagaimana, Nai?” tawar Wira. Tangan kekarnya masih membelit di pinggang ramping istrinya. Dari posisi duduknya, lelaki itu dengan leluasa menyandarkan kepalanya di perut rata sang istri.

“Nai masih harus mengurusi beberapa pekerjaan, Mas. Bukankah kita akan honeymoon lagi, jadi Nai harus mengurus semuanya sebelum kita liburan,” tolak Naina, mengelus puncak kepala suaminya perlahan.

“Kenapa Mas jadi manja seperti ini. Sepertinya ada udang di balik batu,” celetuk Naina sembari tersenyum.

“Mas, maunya udang di balik tepung. Buatan tangan Nai itu enak tiada duanya,” ucap Wira, meraih tangan istrinya dan mengecup punggung tangan itu perlahan.

“Nanti malam, Nai buatkan untuk Mas lagi. Jangan pulang terlalu malam, Mas.”

“Hmmmm.” Laki-laki itu hanya bergumam, sembari menikmati kehangatan usapan istrinya.

“Nai pamit sekarang, Mas,” pamit Naina, melepaskan diri dari belitan tangan suaminya.

“Ya, Sayang.” Wira sudah berdiri dan mengecup hangat kening istrinya.

“Nai, jalan ya,” ucap Naina, mengecup punggung tangan suaminya.

“Hati-hati bawa mobilnya, Sayang.”

Perpisahan suami istri itu diiringi lambaian tangan Naina dan raut tidak rela Wira. Sampai di depan ruangan Naina masih menyempatkan berpamitan dengan Stevi yang terlihat jauh lebih tenang. Senyum di wajah sang sekretaris sudah kembali seperti semula.

***

Sore itu, Wira keluar kantor lebih cepat satu jam dari biasanya. Tujuannya tentu saja mengecek kondisi putrinya. Memilih menghindar dari Stevi seperti biasa. Cukup sekali dijebak, tidak akan ada jebakan kedua kalinya. Sebisa mungkin Wira selalu berjaga-jaga setelah keteledorannya yang pertama, yang membuka matanya seperti apa Stevi sebenarnya.

Mobil laki-laki sudah masuk di halaman rumah, berlari kecil sudah tidak sabar menemui putrinya. Nola yang semakin hari semakin lucu dan menggemaskan. Begitu langkah kaki itu tiba di ruang tamu, tampak mama dan papanya sedang membantu menyuapi Nola minum susu dari sendok kecil.

“Ma, Pa ... kalian di sini? Bagaimana Nola? Apa sudah baikan?” tanya Wira, melempar banyak pertanyaan sekaligus.

“Panasnya sudah turun, hanya saja belum mau minum susu dan makan.” Sang mama bersuara.

Begitu melihat kedatangan papinya, Nola langsung mengulurkan tangannya, meminta gendong seperti biasa. Bermanja-manja di pundak Wira.

“Anak papi masih sakit?” tanya Wira mengajak bicara, meskipun dia tahu putrinya belum lancar berbicara dan menjawab.

Nola hanya mengeratkan pelukannya, bermanja dengan papinya. Tangan kecilnya melingkar di leher Wira.

***

TBC

1
Afan Lilah
knapa mantan Mertua jd segalak ini ya?
Nayy
hedeeeeh...wes ruwet koyo dawet
Nayy
thooorrrr.....naruh bawang nya kebanyakan 😭😭😭
Bahkan seakan ikut merasakan sakit yang sesakit itu bagi Dennis
Nayy
kereeeennn.....🥳🥳🥳 itu baru laki laki gentleman brooo....dennis
full bintang ,subricrible, vote d tutup kopi
kalea rizuky
dih mau manasin ya bang gk mempan
kalea rizuky
bapak e wira ttep tolol
kalea rizuky
pdhl lu dalang kehancuran nay jg lo nis sok pahlawan
kalea rizuky
nayna g tau ya Denis itu biang keladi kehancuran mu meski suamimu emank bloon jg emak mertua munafik durjana
kalea rizuky
Denis kakk baik lo sebenernya karena emak aja yg jalang
kalea rizuky
laki. goblokkk
kalea rizuky
Naina lemah males cerai ywdah suami tukang selingkuh kok di pertahan kan najis ddh
Lilik Juhariah
the best karyamu memporak porandakan htiku thor , sport jantung
Lilik Juhariah
walaupun novel ni dah end daribdulu , gemes juga , hak naina dong mau cinta sama siapa kan kalian dah cerai , kamu yg nikah sama stevy
Lilik Juhariah
kenapa susah sekali ngomong , mendem terus , modelan gini gmn BS idup tenang Nay, keluarin unek unekmu
SisAzalea
dalam cerita ini,yg paling bodoh adalah Naina,bodoh dulu,sekarang dan mungkin selama nya
SisAzalea
apa lagi niiii
SisAzalea
pandai pulak Wira kali ni
sebelum2 ni terlalu baik sampai tak peka langsung.
SisAzalea
yes yes,lakukan Naina..berjuang lah utk mu & Wira
SisAzalea
jadi Naina sakit,jadi Wira pun sakit..aku takmau jd mereka...huhuhu
Rini Susianti
satukan wira dan naina, dalam pecahnya rumah tangga mereka wira tidak bersalah, tapi wira nya bodoh
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!