Aisya Humaira gadis berjilbab dengan sejuta pesona, harus menelan pil pahit karena tiba-tiba calon suaminya memutuskan untuk membatalkan pernikahan mereka yang sudah di depan mata.
Hanya karena ia di nyatakan mandul, dan ternyata semua ini ulah dari Riska sahabat masa kecil dari calon suaminya sendiri.
Setelah mencampakkan Aisya, Adriansyah Camat muda yang tampan itu malah melanjutkan pernikahannya dengan Riska.
Aisya akhirnya memutuskan untuk kembali ke kota, karena tidak sanggup menahan malu setelah pernikahannya batal.
Hingga membawa Aisya pada sosok Satria Pratama Dirgantara. Seorang Komandan Elita yang sedang dalam penyamaran sebagai Kakek-kakek karena satu alasan.
Satria melamar Aisya dengan tetep menyamar sebagai seorang Kakek.
Apakah Aisya akan menerima si Kakek menjadi jodohnya di saat seorang Camat baru saja mencampakkan durinya?
Bagaimana Perjuangan Satria dalam mengejar cinta Aisya?
Bagaimana kisah mereka selanjutnya langsung baca aja ya kakak. Happy reading semua
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon riniasyifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Riska mendengus kesal saat melirik sang suami yang tertidur pulas di sampingnya dengan suara dengkuran.
"Ih! mas Adrian malah pules bangat lagi tidurnya. Tapi kalau lihat-lihat kok mas Adrian kalah jauh ya sama Satria." gumamnya pelan.
Disaat Riska tengah sibuk menyusun rencana jahatnya, si kembar Bintang dan Bulan kini berada di rumah Aisya.
Sedangkan keluarga besar Dirgantara sore tadi sudah langsung balik. Kedua bocah menggemaskan itu masih asyik bermain di kamar Aisya. Aisya yang kelelahan tanpa sadar ia ketiduran lebih dulu.
"Itu pohon apa, ya?" tanya Bulan sambil menunjuk ke arah pohon dari jendela kamar Aisya.
"Oh! Itu pohon jeruk pipis! Bulan rasanya asem," jelas Bintang yang lupa namanya.
"Emang jeruk itu suka buang air?" tanya Bulan dengan polosnya.
"Gak tahu, tapi aku pernah lihat paman koki di mansion yang sedang peras jeruk itu keluarnya air semua."
Bulan mengangguk pelan. "Oh gitu! Ayo! Kita bobo." ajak bulan. Bintang menurut aja keduanya ikut rebahan di samping Aisya. Namun mata keduanya tak kunjung bisa terpejam.
"Kita menghitung aja yuk! Siapa tahu bisa tidur." usul Bintang.
"Iya ayo!"
Keduanya mulai menghitung tanpa suara meskipun kadang masih ada lompatan tak berurutan.
Tiba-tiba terdengar suara benturan di luar jendela kamar. Bintang dan Bulan saling pandang lalu tak lama dari ventilasi jatuh sebuah cincin dan bungkusan kain hitam kecil dengan wangi bunga-bunga.
"Ini cincin siapa, ya?" tanya Bulan yang sudah bangun dan duduk di atas ranjang sambil memperhatikan sebuah cincin emas di tangannya.
"Ayo kita lihat!" ajak Bintang. Keduanya langsung bergegas ke arah jendela. Dengan sigap keduanya mengintip dari celah jendela yang sudah mereka singkap sedikit tirainya.
Mereka bisa melihat jelas seorang pria tengah berusaha memanjat pagar rumah.
"Kayaknya punya orang itu deh!" seru Bintang.
"Iya, kasian ya mereka. Pasti barangnya enggak sengaja ke lempar kesini. Dan orang itu mau mencoba mengambilnya tapi gak berani bangunin Aunty Aisya yang ketiduran, kan sudah malam!" tebak Bulan dengan nada prihatin dan kasian.
"Terus bagaimana?" tanya Bintang.
"Kita balikan aja!"
"Tapi kalau di balikin, kita harus keluar dong! Kan udah malam," bingung Bintang.
"Bintang! Kita ini anak dan cucu dari Keluarga militer. Papa aja berani berenang di lautan masak kita nolong orang aja gak berani!" seru Bulan menyakinkan kembarannya.
Akhirnya Bintang mengangguk setuju, dengan langkah mengendap-ngendap keduanya menuju ke arah pintu kamar.
"Cepat buka pintunya dulu, tapi jangan berisik ya! Nanti Aunty Aisya kebangun kasian," ujar Bulan dengan satu tangan memegang bungkusan kain hitam sedangkan cincin di pengang Bintang.
Bintang mengangguk pelan lalu dengan hati-hati memutar kunci yang emang tergantung di pintu.
Sementara di luar, Riska sedang berbicara dengan orang suruhannya.
"Ingat ya, ini rahasia kita, jangan sampai ada orang yang tahu, besok pagi kamu harus kumpulin semua warga, provokasi warga untuk datang ke rumah Aisya dan mengeledah isi rumahnya." titah Riska dengan suara pelan.
"Siap Bu camat, terima beras aja pokoknya," jawab pria itu dengan yakin.
"Ok ini bayaran kamu separuh dulu! Setelah pekerjaanmu beres sisanya akan menyusul," Siap Bu. Aku yakin bangat semua akan berjalan sesuai rencana kita."
"Harus itu! Sekali lagi pastikan semua aman jangan sampai ada yang mencurigai kita. Awas aja kalau kamu gagal!" ancam Riska.
Pria itu mengangguk lalu langsung berlari dari sana. Sementara Riska memastikan jika Aisya tertidur lelap dan berharap tak menyadari rencananya. Saat Riska tengah fokus menatap ke arah kamar Aisya.
"Ayo kita masukin sekarang," bisik Bulan pada Bintang.
Bintang dan Bulan dengan cepat memasukan ke dua benda yang mereka temui di kamar Aisya dengan hati-hati. Resliting tas Riska yang belum sempat tertutup memudahkan aksi si kembar, di dukung cahaya yang remang-remang, sehingga aksinya tak ketahuan Riska.
Setelah memastikan kedua benda itu aman di tas Riska Bintang dan Bulan gegas mundur perlahan lalu masuk kembali kedalam rumah. Riska pun akhirnya ikut pergi dari sana dengan tersenyum puas.
*****
Suara Azan subuh terdengar merdu menyapa Indra pendengaran keluarga Aisya. Si kembar juga udah bangun.
Karena Bintang anak laki-laki, jadi Abi-nya Aisya mengajaknya ke mesjid untuk shalat jamaah. Eh Bulan minta ikut juga akhirnya Abi membawa keduanya.
Bulan dan Bintang sangat senang karena bisa melihat hamparan sawah dan suara jangkrik yang saling bersahutan.
Sedangkan Aisya setelah shalat subuh ia gegas ke dapur membantu Uminya membuat sarapan, ia terlihat bersemangat karena pagi ini Satria akan datang untuk menjemput si kembar.
Tak berapa lama mereka berdua berkutat di dapur akhirnya hidangan istimewa yang di buat dengan penuh cinta itu kini sudah terhidang di atas meja makan. Bertepatan dengan suara si kembar yang tertawa lepas sambil bercanda dengan Abi-nya.
Aisya tersenyum hangat menyambut kedua bocah itu.
"Bagaimana seru enggak ke mesjid?" tanya Aisya begitu mereka sudah masuk kedalam rumah.
"Seru banget Aunty! Banyak suara hewan yang kami dengar terus pemandangannya juga indah." seru Bulan dengan Antusias.
Suara derapan langkah kaki warga yang terdengar ramai dan riuh mendekat menghentikan aktivitas mereka.
"Aisya! Keluar kamu!" teriak para warga yang kini sudah berkerumun di depan rumah Aisya.
"Iya cepat keluar! Dasar maling!"
"Kalau mereka gak keluar kita obral Abrik aja rumahnya," seru pria yang jadi tukang provokasi.
"Aisya juga memakai pelet, kalau enggak mana mungkin seorang Komandan elit dari kota itu kecantol sama dia," seru pria yang di bayar Riska.
"Hiks! Ia bahkan Cincin emas ku juga hilang. Dan ada yang ngikutin ternyata malingnya masuk rumah ini!" seru Riska dengan dramanya yang di buat-buat senatural mungkin.
"Mas Adrian, pasti Cincin aku ada di dalam rumah Aisya!" pancing Riska pada suaminya.
"Iya pak Camat, geledah saja," seru para warga yang mulai terpancing emosi.
Aisya dan keluarga yang mengintip dari jendela mendengus kesal. "Entah kenapa jika bertemu si makhluk jadi-jadian ini jiwa bar-barku ikut meronta-ronta. Pengen rasanya ia sambellin tuh mulut si nenek lampir, dengan sambel level STAN!" gerutunya gemas dengan suara pelan takut si kembar mendengar ucapannya yang kurang pantas untuk anak kecil.
Dengan kesabaran yang hanya setipis tisu di bagi sepuluh Aisya keluar dari dalam rumah dengan wajah kesal.
Abi-nya ikut menyusul di belakang.
Sedangkan Umi menjaga si kembar tidak ikut keluar, karena ia takut si kembar akan ketakutan dengan melihat aksi warga yang sedang marah.
"Ada apa ini?" tanya Abi-nya Aisya dengan wajah marah dan juga kesal.
"CK! Gak usah pura-pura gak tahu pak? Si Aisya main dukun dan mencuri!" jawab si pria suruhan Riska.
"Eh! Jaga ya bacot Anda! Sembarangan nuduh orang, mau aku laporin ke polisi!" Sembur Aisya dengan wajah merah padam menahan emosinya. Ia tak terima di tuduh main dukun dan mencuri.
"Laporkan aja kami gak takut, pasti cincin emas aku ada di rumah kamu! tantang Riska dengan memasang wajah yakin sambil berkacak pinggang.
"Ada apa ini?" timpal sebuah suara bariton. Membuat atensi warga menoleh pada sumber suara.
Bersambung ....