NovelToon NovelToon
Jangan Pernah Bersama

Jangan Pernah Bersama

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Sekolah/Kampus / Kelahiran kembali menjadi kuat / Romansa / Reinkarnasi / Mengubah Takdir
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Anastasia

Clara Moestopo menikah dengan cinta pertamanya semasa SMA, Arman Ferdinand, dengan keyakinan bahwa kisah mereka akan berakhir bahagia. Namun, pernikahan itu justru dipenuhi duri mama mertua yang selalu merendahkannya, adik ipar yang licik, dan perselingkuhan Arman dengan teman SMA mereka dulu. Hingga suatu malam, pertengkaran hebat di dalam mobil berakhir tragis dalam kecelakaan yang merenggut nyawa keduanya. Tapi takdir berkata lain.Clara dan Arman terbangun kembali di masa SMA mereka, diberi kesempatan kedua untuk memperbaiki semuanya… atau mengulang kesalahan yang sama?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anastasia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 23.Pesta ultah.

Lampu kristal besar di ballroom hotel bintang lima itu berkilauan memantulkan cahaya keemasan, membuat seluruh ruangan tampak berkilau mewah. Musik lembut dari live band mengalun pelan, menambah suasana elegan pesta ulang tahun Loly malam itu.

Meja-meja bundar disusun rapi, dihiasi bunga mawar putih dan lilin aromatik yang berpendar lembut. Di tengah ruangan, sebuah panggung kecil berdiri megah dengan tulisan “Happy 18th Birthday, Loly!” terpampang besar di atas layar LED.

Clara dan Ria baru saja masuk ke aula ketika beberapa kepala menoleh ke arah mereka. Ria berbisik pelan, “Wah… ini sih lebih kayak pesta gala daripada ulang tahun.”

Clara mengangguk kecil, menatap sekeliling dengan tatapan tenang tapi waspada. “Makanya, jaga sikap. Kita datang buat satu tujuan.”

“Cari Desi,” sambung Ria cepat. “Tenang, aku udah tahu dia datang bareng geng-nya. Lihat tuh.”

Dari arah kanan aula, sekelompok gadis dengan gaun mencolok berjalan masuk. Di tengah-tengah mereka, Desi tampil mencolok dalam gaun satin merah tua yang menonjolkan keanggunan sekaligus kesombongan. Di tangannya ada sebuah kotak kado besar berbalut pita emas. Beberapa undangan langsung menatap iri.

“Ck, tampil kayak mau kondangan presiden,” gumam Ria.

Clara hanya tersenyum tipis. “Dia memang suka jadi pusat perhatian.”

Tak lama kemudian, suara Loly terdengar dari arah panggung. Dengan gaun putih berpayet yang membuatnya tampak seperti putri, ia berdiri di samping seorang cowok yang baru saja datang adalah Arman.

Semua mata langsung tertuju ke arah mereka.

Arman, dengan setelan jas abu-abu yang pas di badan, tampak luar biasa menawan malam itu. Senyum lembutnya membuat beberapa tamu perempuan berbisik-bisik pelan.

“Terima kasih udah datang semuanya!” suara Loly ceria menggema lewat mikrofon. “Dan… aku mau kenalin seseorang yang sangat spesial buat aku malam ini.” Ia menoleh ke Arman sambil tersenyum lebar. “Ini Arman, teman dekatku.”

Kata teman dekat itu membuat beberapa orang bertepuk tangan kecil. Tapi yang benar-benar mencuri perhatian adalah ekspresi kedua orang tua Loly yang berdiri di sisi panggung. Mereka menyambut Arman dengan ramah, bahkan ayah Loly menepuk bahunya dengan tatapan puas.

“Jadi ini Arman yang sering Loly ceritain,” ujar sang ayah dengan nada penuh minat. “Anak muda yang sopan dan berprestasi, ya?”

Arman tersenyum, menunduk hormat. “Terima kasih, Pak. Saya merasa terhormat bisa diundang malam ini.”

Sorotan kamera dan tatapan kagum tak berhenti mengarah pada mereka. Loly tampak sangat bahagia dan mungkin, terlalu bahagia.

Ria berdecak kecil. “Wah, kayaknya Loly udah naksir berat, deh.”

Clara hanya diam, tapi di balik wajah datarnya ada sedikit rasa getir yang tak bisa ia pahami. Bukan karena Arman, tapi karena cara Loly tersenyum seolah dunia hanya milik mereka berdua.

“Syukurlah, ia mendapatkan apa yang ia inginkan. ”bisik Clara yang nyaris tak terdengar.

Namun sebelum pikirannya sempat melayang lebih jauh, suara lain terdengar dari arah belakang.

“Wah, ternyata kamu datang juga.”

Nada suara itu membuat jantung Clara berdebar spontan.

Ia menoleh dan di sana, Finn berdiri dengan kemeja hitam dan jas navy, rambutnya sedikit berantakan namun entah kenapa justru membuatnya tampak semakin menarik. Ia membawa sekotak kecil berbungkus elegan.

“Kenapa kamu di sini?” bisik Clara cepat.

“Undangan dari Loly. Nenekku kenal ibunya,” jawab Finn santai sambil tersenyum kecil. “Dan aku pikir… mungkin aku bisa sekalian ngajak temanku bicara.”

Clara melirik tajam. “Aku bukan—”

“Tamu,” potong Finn cepat sambil menatapnya serius. “Kamu tamu istimewa malam ini.”

Sebelum Clara sempat protes, MC di panggung mengumumkan sesi foto bersama dan pembukaan kado. Semua undangan berkumpul di sekitar panggung. Desi, tentu saja, melangkah lebih dulu. Ia meletakkan kadonya di atas meja panjang dan tersenyum manis ke arah kamera.

“Dari Desi dan teman-teman,” katanya lantang. “Semoga kamu suka, Loly. Itu parfum edisi terbatas dari Paris.”

Beberapa tamu bersiul kagum. Loly tampak sangat senang. “Wah, terima kasih, Desi! Kamu memang selalu tahu barang bagus.”

“Pastilah,” jawab Desi dengan senyum menggoda, lalu melirik sekilas ke arah Clara dengan tatapan penuh arti.

Clara yang berdiri di dekat Finn menegakkan punggungnya. “Lihat?” bisik Ria. “Kita memang harus lebih dekat ke dia.Ingin sekali aku jambak rambutnya agar dapat bukti DNA.”ucapan Ria hanya Clara yang mendengarnya.

“Sabar Ria, kita pasti dapatkan. ”jawabnya sambil berbisik pelan.

Finn menatap keduanya, lalu mencondongkan badan sedikit. “Sepertinya kalian berdua sedang membahas sesuatu yang asyik,ajak-ajak dong!.”

Clara menoleh, menatapnya dalam. “Gak mau!,kakak ini kenapa selalu dekat kami? lihat kakak kelas yang naksir kakak melihat kearah kemari.”

Finn menghela napas kecil. “Clar, itu urusan mereka jika suka aku. tapi aku tidak suka dengan mereka,orang yang mau aku dekati ada di sebelah sini.”

Ria pun tersenyum kearah Clara, seakan mengisyaratkan kalau ucapan Finn tertuju pada dirinya.

Sebelum Clara bisa membalas, lampu di ballroom tiba-tiba meredup. Musik berubah menjadi lebih lembut, dan di layar besar terpampang foto-foto masa kecil Loly sampai remaja. Semua orang bersorak riuh.

“Wah, kak Loly cantik dari kecil,” bisik Ria.

Tiba-tiba Finn membalas ucapan Ria, “Tapi menurutku saat Clara kecil pasti cantik. ”

Ucapan Finn membuat Ria tersenyum, karena ada cowok yang deketin sahabatnya.

“Finn, diam gak!. jangan sok gombal didepan ku, aku tetap tidak mau menerima tawaran mu. ”

“Tawaran apa?. ”raut wajah Ria yang penasaran.

Clara tidak mau menjawab, dan ia berjalan menjauh dari mereka kearah tempat makanan yang sudah disajikan.

Desi berjalan mendekat dengan langkah percaya diri, diikuti oleh dua temannya yang selalu tampil mencolok. Suara sepatu hak tinggi mereka berdetak ritmis di lantai marmer, menandai kehadiran yang sengaja dibuat mencuri perhatian.

Clara baru saja menuangkan jus ke gelasnya ketika suara lembut namun tajam itu terdengar di belakangnya.

“Wah, aku gak nyangka kamu datang juga ke pesta kayak gini, Clara,” ujar Desi dengan nada ramah yang terlalu ramah dibuat-buat. “Aku pikir kamu lebih suka tempat yang… sederhana.”

“Aku mendapatkan undangan seperti dirimu dari kakak Loly, aku diundang yang jelas aku akan datang. ”

Ria yang berdiri di sampingnya langsung menegakkan bahu, tapi Clara hanya menoleh sedikit dan tersenyum tipis. “Undangan tetap undangan, Desi. Masa harus nolak cuma karena tempatnya terlalu bagus?”

Desi terkekeh pelan, menutup bibirnya seolah sopan. “Oh, tentu nggak. Cuma… aku agak kaget aja kamu bisa punya waktu datang ke acara seperti ini. Kan kamu sibuk belajar terus, katanya sekarang kamu murid berprestasi disekolah.itu kemajuan membuat paman Lukman senang sekali punya putri seperti mu.”

Nada sinisnya terselip di balik senyum manis. Dua temannya ikut tertawa kecil.

Ria mendesis pelan. “Niat banget nih orang nyindir.”

Tapi Clara tidak terpancing. Ia hanya mengambil potongan kue dari piring dan menjawab tenang, “Iya, aku sibuk belajar.Wajar saja jika ayahku bangga dengan ku, memangnya apa masalah mu?”

Senyum Desi menegang sedikit, tapi ia tetap menjaga gaya anggun. “Tentu saja, bagus banget. Walau… yah, orang kan punya kelebihan masing-masing. Ada yang pintar di sekolah, ada juga yang pintar… di kehidupan sosial.”

Kali ini tawa kecil terdengar lebih keras. Ria mengepalkan tangannya. Namun Clara tetap diam, menyesap jusnya seolah tidak mendengar apa pun.

Dia sengaja memancing, pikir Clara. Dan aku gak akan kasih dia kemenangan itu.

Desi makin kesal melihat reaksi datar itu. Ia mendekat sedikit, berbisik dengan nada menohok, “Tapi jujur deh, Clar… aku heran kamu bisa tahan datang ke sini. Maksudku, lihat sekeliling. Ini bukan dunia kamu, kan?”

Sebelum Clara sempat menjawab, Ria maju satu langkah. “Dunia dia? Oh, kamu maksud dunia orang yang suka pamer dan ngomongin orang di belakang? Kalau itu, kamu benar itu bukan dunia Clara.”

Dua teman Desi langsung menatap sinis, sementara Desi menegakkan kepala. “Aku cuma ngobrol baik-baik, gak usah baper.”

“Baper?” Ria terkekeh sinis. “Kamu yang nyerang duluan.”

Sementara mereka saling beradu tatapan, Clara melihat dengan cepat tangan Ria bergerak ke belakang Desi. Gerakannya halus yang seolah hanya menepuk bahu lawan bicaranya,tapi jari-jarinya dengan cekatan menarik sehelai rambut panjang dari ujung bawah.

Clara menahan napas, matanya sekilas menatap ke arah tangan Ria yang dengan lihai menyelipkan rambut itu ke dalam tisu kecil di tangannya.

Bagus, Ria… sekarang kita punya bukti, pikirnya.

Namun tentu saja, Desi tidak tinggal diam. Ia menyadari sesuatu yang aneh dalam gestur Ria. “Hei! Kamu ngapain pegang rambutku?”

Ria menatapnya tajam. “Ngapain panik? Takut aku tahu rambut kamu palsu?”

Desi membelalak, wajahnya langsung memerah. “Apa maksudmu?! Rambutku asli!”

“Oh ya?” Ria melipat tangan di dada, menatapnya menantang. “Makanya jangan sok suci, deh. Dari tadi mulut kamu manis tapi isinya racun.”

“Kurang ajar!” Desi langsung mendorong Ria dengan kasar.

Ria yang sudah siap dengan emosi yang memuncak, balas mendorong lebih keras dan sebelum siapa pun bisa bereaksi, tangannya langsung menjambak rambut Desi dengan keras.

“RASAIN KAMU!”

Jeritan Desi langsung memecah suasana pesta. Beberapa tamu menoleh kaget. Musik berhenti sejenak, pelayan yang lewat hampir menjatuhkan nampan gelas.

Clara segera berpura-pura panik dan berlari ke arah mereka. “Ria! Sudah, jangan! Tolong, jangan ribut di sini!” serunya keras, berusaha terdengar seperti orang yang melerai sungguhan.

Padahal dalam hatinya, ia menahan tawa kecil.

Desi dan Ria saling tarik rambut, suara mereka bercampur antara marah dan teriak. Dua teman Desi mencoba memisahkan, tapi malah ikut terseret ke dalam keributan kecil itu.

“Udah-udah! Ria, lepasin!” Clara berteriak lagi, menarik bahu sahabatnya dengan tenaga yang cukup besar, membuat mereka akhirnya terpisah.

Beberapa tamu lain segera mendekat, termasuk Loly yang terlihat panik, sementara Arman menyusul dari arah panggung.

“Ada apa ini?!” seru Loly. “Kalian kenapa ribut di pestaku?”

Desi langsung menunjuk ke arah Ria dengan wajah kesal. “Dia yang mulai duluan!”

“Bohong! Dia duluan yang nyindir!” balas Ria tanpa rasa bersalah.

Clara memegang bahu Ria dan berkata datar, “Aku minta maaf, Loly. Ini cuma salah paham kecil. Kami akan keluar dulu biar suasana tenang.”

“Clar—” Ria hampir protes, tapi Clara menatapnya tegas. Pesannya jelas: kita sudah dapat yang kita mau, jangan perpanjang masalah.

Dengan langkah tenang, Clara menggandeng Ria keluar dari ballroom, meninggalkan Desi yang masih sibuk membetulkan rambut dan wajahnya yang berantakan.

Begitu mereka sampai di koridor sepi, Ria membuka genggamannya. Sehelai rambut halus terselip di antara tisu putih.

“Berhasil,” bisiknya, matanya berkilat puas.

Clara tersenyum kecil. “Bagus. Sekarang tinggal cari tahu kebenarannya.”

Namun sebelum mereka sempat melangkah lebih jauh, suara berat seseorang terdengar dari belakang mereka.

“Aku melihat semuanya,sebenarnya apa yang kalian lakukan tadi?”

Mereka menoleh dan mendapati Finn berdiri di ambang pintu, menatap keduanya dengan ekspresi serius, jauh berbeda dari biasanya.

“Finn…” Clara menatapnya waspada. “Kamu dari tadi ngikutin kami?”

Cowok itu hanya diam beberapa detik, lalu berkata pelan, “Aku cuma mau tahu… sebenarnya kalian sedang apa?”

Udara malam yang masuk dari jendela koridor terasa lebih dingin tiba-tiba. Clara dan Ria saling bertukar pandang dimana mereka tak pernah menyangka, bahwa mulai malam itu,lalu Clara bergegas membawa Ria keluar dari pesta itu.

Walaupun Clara harus menghancurkan pesta Loly, tapi ia sudah mendapatkan apa yang ia inginkan sehelai rambut Desi. Walaupun ada Finn yang mau tahu saja urusan Clara, tapi Clara tidak perduli dan mereka berdua melangkah maju tanpa melihat kearah belakang.

1
Putri Ana
thorrr lanjuttttt dong.🤭
Putri Ana
lanjutttt thorrr 😭😭😭😭😭😭😭
penasaran bangetttttttt🤭
Putri Ana
bagussss bangettttt
Putri Ana
lanjutttttttttytttttttttt thorrrrr
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!