Di tanah Averland, sebuah kerajaan tua yang digerogoti perang saudara, legenda kuno tentang Blade of Ashenlight kembali mengguncang dunia. Pedang itu diyakini ditempa dari api bintang dan hanya bisa diangkat oleh mereka yang berani menanggung beban kebenaran.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon stells, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
~Strategi Balasan Ironford~
Fajar belum sepenuhnya muncul, tapi pasukan Garrick sudah menekan Ironford. Gelombang terakhir, jauh lebih besar dan terorganisir, mendekati benteng dengan peralatan pengepungan lengkap. Edrick berdiri di tembok barat, Ashenlight tergenggam erat, matanya menelusuri gerakan musuh.
Darius mencondongkan tubuh ke tepi tembok. “Mereka membawa semua yang mereka miliki—pasukan utama, cadangan, dan alat pengepungan terberat. Hari ini menentukan segalanya. Jika kita gagal, Averland akan jatuh.”
Edrick menatap rombongan inti. “Kita harus memperkuat setiap posisi. Setiap jebakan, pengintai, dan pasukan cadangan harus siap. Tidak ada ruang untuk kesalahan. Setiap detik menentukan hidup atau mati.”
Selene memeriksa busurnya dan anak panah. “Aku akan tetap di sisi timur. Jika mereka menembus jebakan atau parit, kita harus menghentikan mereka secepat mungkin.”
Mira menambahkan, “Aku akan patroli sisi barat dan selatan. Setiap gerakan mencurigakan harus segera kita hadapi. Kita tidak boleh lengah.”
Rolf memberi aba-aba kepada para pengungsi. “Tetap di posisi! Jangan bergerak! Fokus dan ikuti instruksi. Ironford adalah satu-satunya perlindungan kita sekarang!”
Darius menunjuk ke ladang utara. “Mereka sudah menyiapkan pasukan khusus dengan alat pengepungan berat. Jika mereka menembus jebakan awal, tembok bisa diserang langsung. Kita harus menghentikan mereka sebelum itu terjadi.”
Edrick mencondongkan tubuh, menatap Ashenlight. “Pedang ini bukan hanya senjata. Ini simbol pertahanan kita. Kita akan menahan mereka sampai titik terakhir. Setiap detik menentukan nasib Ironford.”
Beberapa pasukan musuh mulai maju, sementara yang lain menyiapkan alat pengepungan. Selene dan Mira menembakkan anak panah untuk menghentikan kemajuan mereka, sementara Rolf memastikan pengungsi tetap aman di menara dan gerbang.
Darius menambahkan, “Kita harus tetap terkoordinasi. Setiap gerakan mereka harus dicatat dan setiap celah harus ditutup segera. Gelombang ini bisa menentukan kemenangan atau kehancuran.”
Edrick mencondongkan tubuh, menatap horizon utara. “Hari ini, kita tidak boleh ragu. Ironford akan bertahan, dan Garrick akan menyesal telah menyerang kita.”
Gelombang terakhir pasukan Garrick mulai menekan dengan kekuatan penuh. Pasukan utama membawa perisai besar, pedang panjang, dan alat pengepungan lengkap. Ladang utara dan timur menjadi medan pertempuran sengit.
Edrick tetap di tembok barat, Ashenlight tergenggam erat. “Kita harus menahan serangan awal. Setiap anak panah, jebakan, dan serangan pengintai sangat penting,” katanya kepada Darius.
Darius mencondongkan tubuh, menatap pasukan musuh yang bergerak rapi. “Mereka tampaknya telah mempelajari semua kesalahan sebelumnya. Kita harus lebih waspada, lebih cepat, dan lebih tepat. Ini bukan lagi latihan; ini menentukan nasib Ironford dan Averland.”
Selene dan Mira menembakkan anak panah bertubi-tubi. Beberapa prajurit musuh jatuh, beberapa mundur sejenak, tapi sebagian tetap maju menembus jebakan dan parit.
Rolf memberi aba-aba kepada para pengungsi. “Tetap di menara atau gerbang! Fokus dan ikuti perintah! Jangan panik!”
Edrick mengayunkan Ashenlight ke arah musuh yang mencoba mendekat ke tembok barat. Kilatan pedang membuat beberapa prajurit mundur, sementara yang lain ragu untuk menyerang langsung.
Darius menambahkan, “Kita harus menahan mereka di garis depan sampai jebakan dan pengintai memberi kita keunggulan.”
Selene menembakkan anak panah ke pemimpin lapangan musuh. “Jika kita bisa menyingkirkan mereka, moral pasukan mereka akan runtuh dan mereka akan kehilangan arah.”
Mira bergerak ke sisi barat, menghadapi musuh yang mencoba menyusup. “Setiap prajurit yang berhasil masuk akan kuhadang. Kita tidak boleh lengah, bahkan satu detik.”
Pertempuran semakin sengit. Gelombang terakhir Garrick menekan seluruh benteng, mencoba memanfaatkan setiap celah. Namun koordinasi Edrick, Darius, Selene, Mira, dan pengintai tetap berhasil menahan mereka.
Edrick menatap horizon utara, sadar bahwa ini adalah momen penentuan. “Kita harus tetap fokus. Gelombang ini bisa menentukan siapa yang hidup dan siapa yang mati. Ironford harus bertahan.”
Sore mulai menurun, namun tekanan pasukan Garrick tetap tidak berkurang. Beberapa prajurit musuh berhasil menembus jebakan awal dan mendekati tembok benteng, memicu pertempuran sengit di garis depan.
Edrick berdiri di tembok barat, Ashenlight tergenggam erat. “Kita telah menahan mereka sepanjang hari, tapi ini adalah pertempuran terakhir. Tidak ada ruang untuk kesalahan. Setiap langkah kita menentukan hidup atau mati, kemenangan atau kehancuran,” katanya pada Darius.
Darius menatap ladang yang penuh mayat dan reruntuhan alat pengepungan. “Malam ini kita harus memperkuat posisi, menambah jebakan, dan menyiapkan pengintai tambahan. Gelombang ini menentukan nasib Ironford dan Averland. Jika kita gagal, semuanya akan hilang.”
Selene menurunkan busurnya, napasnya masih berat. “Kita sudah melakukan semua yang bisa kita lakukan hari ini. Besok adalah hari penentuan akhir. Kita harus menghadapi apapun yang mereka siapkan.”
Mira menatap sisi barat. “Kita tidak hanya melindungi benteng. Kita melindungi seluruh Averland. Besok, setiap langkah kita menentukan siapa yang hidup dan siapa yang mati.”
Rolf menegaskan instruksi terakhir kepada pengungsi. “Besok akan lebih berat. Tetap di posisi, jangan panik, dan ikuti semua instruksi. Ironford adalah satu-satunya perlindungan kita sekarang.”
Edrick menatap Ashenlight sekali lagi, matanya penuh tekad. “Besok kita menghadapi serangan terakhir Garrick. Tidak ada ruang untuk kesalahan. Ironford harus bertahan, atau Averland akan jatuh ke tangan musuh.”