Berkisah mengenai Misha seorang istri yang baru saja melahirkan anaknya namun sayangnya anak yang baru lahir secara prematur itu tak selamat. Radit, suami Misha terlibat dalam lingkaran peredaran obat terlarang dan diburu oleh polisi. Demi pengorbanan atas nama seorang istri ia rela dipenjara menggantikan Radit. 7 tahun berlalu dan Misha bebas setelah mendapat remisi ia mencari Radit namun rupanya Radit sudah pindah ke Jakarta. Misha menyusul namun di sana ia malah menemukan sesuatu yang menyakitkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berkah Tempat Baru
Senja berwarna jingga membingkai ruko baru di sebuah jalan yang lebih lebar. Di dalamnya, suasana penuh kehangatan dan rasa syukur. Pak Raharjo dan Bu Lastri, dengan senyum tak henti-hentinya, menyambut kedatangan para tetangga dan warga yang datang untuk acara syukuran. Meja-meja panjang yang baru dibeli tertata rapi, siap dipenuhi hidangan.
"Alhamdulillah, Pak, banyak sekali yang datang," bisik Bu Lastri pada Pak Raharjo.
"Iya, Bu. Ini semua berkat doa kita," jawab Pak Raharjo, matanya berkaca-kaca.
Misha, yang mengenakan pakaian muslimah rapi, membantu menyambut para tamu. Ia tersenyum ramah pada setiap orang yang datang. Ia melihat Pak Ustadz sudah duduk di depan, bersama Pak Lurah, Pak RT, dan Pak RW.
"Assalamualaikum," sapa Pak Ustadz, suaranya menenangkan. "Mari kita mulai acara syukuran ini dengan membaca doa bersama. Semoga warung ini diberkahi oleh Allah dan menjadi sumber rezeki yang halal."
Semua orang menunduk, mengamini doa yang dipanjatkan oleh Pak Ustadz. Suasana hening, hanya ada suara doa yang terdengar. Setelah doa selesai, semua orang mulai mengambil makanan. Aroma masakan khas Warung Bahagia memenuhi ruangan, membuat perut semua orang keroncongan.
Di tengah keramaian, Bu Endah dan Bu Nanik datang. Mereka berjalan perlahan, wajah mereka menunduk. Mereka menghampiri Pak Raharjo dan Bu Lastri.
"Pak Raharjo... Bu Lastri... kami ingin mengucapkan selamat," kata Bu Endah, suaranya bergetar. "Semoga warungnya makin laris dan berkah."
"Amin. Terima kasih banyak, Bu," jawab Pak Raharjo, ramah.
Bu Lastri tersenyum. "Terima kasih sudah datang, Bu."
"Dan... kami juga ingin minta maaf," kata Bu Nanik, air mata mengalir di pipinya. "Kami minta maaf atas semua fitnah dan perbuatan kami sebelumnya. Kami sangat menyesal."
Pak Raharjo dan Bu Lastri saling berpandangan. Mereka tahu, Bu Endah dan Bu Nanik tulus. Mereka memeluk Bu Endah dan Bu Nanik erat. "Sudah, Bu. Tidak apa-apa. Kami sudah memaafkan kalian," kata Bu Lastri, suaranya lembut. "Yang sudah berlalu, biarlah berlalu. Kita buka lembaran baru."
Bu Endah dan Bu Nanik menangis. Mereka merasa sangat lega. Beban di hati mereka kini terangkat. Mereka berterima kasih, lalu berjalan ke arah Misha.
"Misha... kami minta maaf," kata Bu Endah, matanya berkaca-kaca. "Kami sudah banyak menyakiti hati kamu. Kami sudah berbuat jahat padamu."
Misha tersenyum. "Tidak apa-apa, Bu. Saya sudah memaafkan kalian. Saya tahu, kalian tidak bermaksud begitu."
Bu Nanik memeluk Misha erat. "Misha... kamu wanita yang sangat kuat. Kami malu dengan diri kami sendiri."
Misha mengusap punggung Bu Nanik. "Kita semua belajar, Bu. Yang penting, kita mau berubah menjadi lebih baik."
Di seberang ruangan, Bu Susi tersenyum melihat pemandangan itu. Ia merasa sangat bahagia. Ia tahu, hati Bu Endah dan Bu Nanik akhirnya bisa dilembutkan. Ia tahu, Misha adalah wanita yang berhati mulia.
"Alhamdulillah, Pak," bisik Bu Susi pada Pak Ustadz. "Akhirnya semua masalah ini selesai."
Pak Ustadz mengangguk. "Subhanallah. Kekuatan hati Misha memang luar biasa. Dia tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Dia membalasnya dengan kebaikan."
****
Di sudut ruangan, Rendy berdiri, mengawasi semua dari kejauhan. Ia tersenyum tipis. Hatinya terasa sangat hangat. Ia tidak menyangka, ia bisa menjadi bagian dari kebahagiaan ini. Ia tahu, ia telah melakukan hal yang benar.
Rendy berjalan mendekati Misha. "Misha, saya senang melihat Anda bahagia," bisiknya.
Misha menoleh, lalu tersenyum. "Terima kasih, Pak Rendy. Ini semua berkat Bapak."
Rendy menggelengkan kepala. "Bukan berkat saya. Ini berkat Bapak dan Ibu yang memiliki hati yang mulia. Dan ini juga berkat Anda, yang tidak pernah menyerah."
Misha menunduk, air mata mengalir di pipinya. "Saya... saya tidak tahu bagaimana harus membalas kebaikan Bapak."
"Anda tidak perlu membalas apa pun, Misha," jawab Rendy. "Saya hanya ingin Anda tahu, saya akan selalu ada untuk Anda."
Misha menatap Rendy, matanya memancarkan kebahagiaan. Ia tahu, ia telah menemukan kebahagiaan yang selama ini ia cari. Bukan pada harta, bukan pada popularitas, melainkan pada kebaikan dan ketulusan hati. Ia tahu, ia akan baik-baik saja.
****
Di sebuah ruko besar yang kini berdiri gagah, Warung Bahagia resmi membuka lembaran baru. Pagi itu, aroma nasi goreng dan ayam goreng sudah menguar ke mana-mana, mengundang siapa pun yang melintas untuk singgah. Pintu ruko yang lebar terbuka penuh, menyambut para pelanggan yang sudah setia sejak warung masih berada di gang sempit. Mereka datang berbondong-bondong, memenuhi setiap sudut ruangan.
Pak Raharjo, dengan seragam baru berwarna oranye, berdiri di depan meja kasir, wajahnya berseri-seri. Ia tak henti-hentinya menyambut para pelanggan lama dengan senyum ramah. Di belakangnya, Bu Lastri sibuk menyiapkan hidangan. Misha, yang juga mengenakan seragam baru, melayani para pelanggan dengan cekatan.
"Pak Raharjo! Selamat ya! Warungnya jadi besar sekali!" kata seorang pelanggan, yang dulu sering mengantri di depan warung lama.
"Alhamdulillah, Mas. Terima kasih sudah datang," jawab Pak Raharjo.
"Pak, harganya naik, kan?" tanya pelanggan itu. "Tempatnya sudah lebih bagus."
Pak Raharjo tersenyum. "Tidak, Mas. Harganya tetap sama. Nasi goreng tetap Rp 15.000,00."
Para pelanggan terkejut. Mereka tidak menyangka, Pak Raharjo tidak menaikkan harganya. "Serius, Pak? Wah, Bapak baik sekali!"
"Sudah kewajiban saya, Mas. Bapak dan Ibu sudah setia sama warung ini. Saya tidak bisa membalas kebaikan kalian dengan menaikkan harga," jawab Pak Raharjo.
Tiba-tiba, seorang pelanggan lain datang. "Pak, Pak! Katanya hari ini ada diskon, ya?"
"Iya, betul, Pak," jawab Misha. "Khusus hari ini, kami berikan diskon 50%. Sebagai bentuk rasa syukur kami kepada para pelanggan yang setia."
Seketika, sorakan riuh terdengar. Para pelanggan bersorak gembira. Mereka tidak hanya mendapatkan makanan yang lezat, tetapi juga harga yang sangat murah. Mereka merasa, Pak Raharjo dan Bu Lastri adalah orang yang sangat baik.
"Bapak, Ibu, tolong ya, bantu sebarkan ke teman-teman kalian. Ajak mereka makan di sini," kata Pak Raharjo.
"Siap, Pak!" jawab para pelanggan serentak.
****
Di sudut warung, Rendy duduk, mengamati semua dari kejauhan. Hatinya terasa sangat hangat. Ia melihat Misha yang kini terlihat sangat bahagia. Ia melihat Pak Raharjo dan Bu Lastri yang kini bisa bernapas lega. Ia tahu, ia telah melakukan hal yang benar. Ia tidak peduli dengan uang yang ia keluarkan. Baginya, melihat kebahagiaan mereka sudah lebih dari cukup.
"Pak Rendy, tidak makan?" tanya Misha, menghampiri Rendy.
"Tidak, Misha. Saya hanya ingin melihat kalian," jawab Rendy.
"Pak Rendy, saya... saya ingin berterima kasih," bisik Misha. "Ini semua berkat Bapak. Bapak sudah membuat kami semua bahagia."
"Bukan berkat saya, Misha. Ini berkat Anda, yang sudah berjuang," kata Rendy, suaranya lembut. "Dan berkat Pak Raharjo dan Bu Lastri yang memiliki hati yang mulia."
Misha menunduk, air mata mengalir di pipinya. "Saya tidak tahu bagaimana harus membalas kebaikan Bapak."
"Anda tidak perlu membalas apa pun, Misha," jawab Rendy. "Saya hanya ingin Anda tahu, saya akan selalu ada untuk Anda."
Tiba-tiba, seorang pelanggan datang. "Mbak Misha, foto bareng dong! Mbak Misha kan artis sekarang!"
Misha tersenyum. Ia tidak menyangka, ia akan menjadi terkenal. Ia berfoto dengan pelanggan itu. Rendy melihat Misha, lalu tersenyum. Ia tahu, Misha tidak akan pernah bisa menjadi miliknya. Namun, ia tidak peduli. Baginya, melihat Misha bahagia sudah lebih dari cukup.