NovelToon NovelToon
Rumah Hantu Batavia

Rumah Hantu Batavia

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Action / Misteri
Popularitas:414
Nilai: 5
Nama Author: J Star

Dion hanya ingin menuntaskan misinya di Rumah Hantu Batavia, tapi malam pertamanya di penginapan tua itu berubah menjadi teror yang nyata. Keranda tua terparkir di depan pintu, suara langkah basah menggema di lorong, keran bocor, pintu bergetar, dan bayangan aneh mengintai dari balik celah.

Saat ponselnya akhirnya tersambung, suara pemilik penginapan tidak kunjung menjawab, hanya dengkuran berat dan derit pintu yang menyeret ketakutan lebih dalam. Sebuah pesan misterius muncul, “Hantu-hantu yang terbangun oleh panggilan tengah malam, mereka telah menemukanmu.”

Kini Dion hanya bisa bersembunyi, menggenggam golok dan menahan napas, sementara langkah-langkah menyeramkan mendekat dan suara berat itu memanggil namanya.

”Dion...”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon J Star, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jejak yang Membeku

Pintu kamar terbanting keras ke dinding ketika Dion menerobos masuk, lalu dengan tergesa membanting jendela hingga terbuka.

’Sial! Ini terlalu tinggi!’ Dari tempatnya berdiri, ia memperkirakan ketinggian jendela itu setidaknya tiga hingga empat meter dari tanah. Sementara itu, suara langkah kaki yang tergesa-gesa terdengar semakin jelas. Tidak diragukan lagi, pemilik penginapan bersama pria bertato sedang mengejarnya.

Dion tidak memiliki waktu untuk berpikir panjang, melompat keluar, meraih tepian kusen jendela, lalu salah satu kakinya sempat berpijak pada jaring baja anti-pencurian di lantai satu.

“Dia pasti melihat kita memindahkan mayat!”

“Kita tidak boleh membiarkannya kabur!”

Pemilik penginapan dengan wajah jelek muncul di ambang pintu, sambil mengacungkan sebilah golok. Ia mendesis penuh amarah, “Kamu pikir bisa melarikan diri dariku?!”

Dion tidak berani ragu, dan segera melepaskan cengkeramannya. Lengannya tergores, sementara pakaiannya robek tersangkut jaring baja saat tubuhnya meluncur ke bawah dinding. Begitu mendarat, ia langsung berguling untuk meredam benturan. Dalam satu gerakan, Dion bangkit, meraih sebuah palu yang tergeletak di tanah, lalu berlari menuju gerbang.

“Cepat, tangkap dia!” teriak pemilik penginapan seraya melemparkan golok ke arahnya.

Dion terkejut saat merasakan sesuatu melesat begitu dekat. Golok itu menancap dalam di rerumputan tidak jauh darinya, membuat tubuhnya bergetar ngeri.

’Jika aku jatuh ke tangan mereka, pasti aku akan mati!’

Belum sempat ia bernapas lega, pintu depan apartemen terbuka. Seorang pria gemuk dan seorang perempuan berlari keluar. Keduanya sudah menunggu di lantai satu dengan memegang gunting rumput di tangan.

“Sekelompok orang gila!” Dion mengumpat lirih. Ia berlari secepat mungkin, melesat laksana anak panah menuju gerbang. Menginjak gembok yang baru diganti, ia memanjat pagar besi yang berkarat. Di sekeliling gedung apartemen terbentang hutan yang cukup lebat. Dalam kegelapan tanpa cahaya, ia tidak bisa melihat arah dengan jelas. Namun dikejar para pembunuh kejam, ia tidak punya pilihan selain nekat berlari masuk ke dalam hutan.

Dion menerobos semak belukar, sesekali cahaya senter menembus kegelapan, disertai makian pemilik penginapan dan pria bertato. Ia sama sekali tidak berani menoleh, hanya satu pikiran memenuhi benaknya yaitu melarikan diri!

Pakaian Dion terkoyak oleh ranting dan cabang, tubuhnya penuh lumpur, serta dedaunan. Setelah hampir lima belas menit berlari tanpa henti, ia akhirnya merasa berhasil menjauh dari kejaran kelompok gila itu.

Ia berjongkok di balik semak, mengatur napas yang memburu. Dari kejauhan, ia melihat cahaya redup samar-samar. Jemarinya menggali tanah lembap, sementara dadanya naik-turun hebat.

’Terlalu berbahaya… jika aku membuat satu kesalahan saja di apartemen tadi, nyawaku pasti sudah melayang.’

’Ya Tuhan, misi uji coba kali ini terlalu tinggi!’ Tablet hitam itu seolah sengaja mempermainkan hidupnya, dan yang paling menakutkan, semua ini terjadi dalam dunia nyata.

Meski ia berhasil lolos untuk sementara, itu tidak berarti aman. Dion masih merasa ngeri bila sewaktu-waktu, saat menoleh wajah-wajah bengis pemilik penginapan muncul dari kegelapan dengan golok dan gunting di tangan.

Setelah detak jantungnya perlahan mereda, Dion bangkit dengan hati-hati. Cahaya senter di kejauhan sudah menghilang. Hutan menjadi sunyi, tidak ada kicau burung, hanya kesenyapan mencekam.

’Arah mana yang harus kutempuh untuk keluar?’ pikirnya resah. Ia harus mengakui dirinya benar-benar tersesat. ’Haruskah aku bersembunyi hingga fajar tiba?’

Ia mengeluarkan ponsel, siaran langsung masih menyala, meski layar sudah gelap lebih dari satu jam. Kolom obrolan penuh dengan tanda tanya, bahkan para penonton yang biasanya berpengalaman pun tidak mengerti apa yang sedang terjadi.

Dion tidak membuang waktu untuk memberi penjelasan. Ia melirik jam, hendak membuka pesan dari Heru, ketika tiba-tiba terdengar suara dedaunan bergemerisik di belakangnya.

Refleks, ia menyelipkan kembali ponselnya agar cahaya layar tidak memicu perhatian. Dengan tangan berkeringat, ia menggenggam erat palu, menatap penuh kewaspadaan ke arah suara itu.

Tidak lama kemudian, sinar cahaya redup perlahan menembus kegelapan.

Tepat ketika Dion hendak mengayunkan palunya, sebuah suara akrab terdengar, “Apa ada seseorang di sana? Siapa itu?”

’Tama?’ Dion terperanjat. ’Bukankah pria itu sudah meninggalkan apartemen sejak lama? Mengapa ia berada di sini, di tengah hutan pada malam hari?’ Pertanyaan itu berputar dalam benaknya, tapi segera menahan rasa penasaran. Ia sadar, rasa ingin tahu justru bisa membawanya pada bahaya. Dion tetap diam di tempat, menahan napas.

’Apakah aku salah dengar? Tidak mungkin…’

Tama terlihat melambaikan senternya, berjalan mondar-mandir sambil menyoroti sekeliling, dan bayangan tubuhnya berkelebat di antara pepohonan.

’Aku tidak boleh membiarkan dia melihatku, orang ini mungkin jauh lebih berbahaya dibanding penghuni Apartemen Seroja.’

Dengan hati-hati, Dion mundur perlahan, menjauh dari jangkauan cahaya senter itu.

Namun setelah bergerak agak jauh, ia menyadari tanah di bawah kakinya semakin menurun. Bukit itu ternyata curam, dan tanpa sengaja ia justru berbelok ke arah yang salah, terseret ke sisi lain lereng.

Sesaat kemudian, Dion keluar dari semak-semak lebat. Di hadapannya berdiri sebuah bangunan terpencil, rumah kayu sederhana yang dikelilingi pohon-pohon, dan di pintu terpasang sebuah papan kayu. Saat Dion mendekat, ia dapat membaca tulisan yang terpahat di sana.

Api sangat berbahaya di hutan, gunakanlah dengan hati-hati. Menyelamatkan lingkungan dimulai dari diri sendiri, jangan membuang sampah sembarangan.

Dion menatapnya sejenak, ’Ini sepertinya rumah singgah penjaga hutan.’

Ia mendorong pintu perlahan, tidak terkunci. Pintu itu berderit, dan seketika bau aneh menyengat tercium dari dalam.

’Apa itu?’ Ia tidak berani menyalakan senter dari ponselnya, hanya mengandalkan cahaya redup layar.

Rumah kayu itu kecil, tetapi dipenuhi barang-barang tidak terurus, lebih mirip gudang pembuangan daripada tempat tinggal.

Mengikuti sumber bau, Dion melangkah menuju ranjang kayu di sudut ruangan. Kasurnya tampak kotor dan lembap. Ia membaliknya, lalu terkejut melihat tumpukan pakaian berjamur tersembunyi di bawahnya.

’Seorang penimbun?’ pikirnya. Namun pemandangan itu justru jauh lebih aneh, semua pakaian tersebut adalah pakaian wanita yang lusuh, usang, dan tidak pernah dicuci.

Dion mengeluarkan beberapa potong, memerhatikannya. Semua memiliki ukuran yang sama, ini berarti kemungkinan besar pakaian itu milik satu orang saja.

’Lumpur yang menempel di pakaian bahkan belum kering, yang berarti mereka baru saja dipakai?’

Dengan keterampilan Riasan Penata Rias, Dion telah mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang anatomi manusia. Saat ia menggunakan jari-jarinya untuk mengukur ukuran pakaian, ia membayangkan sosok seorang wanita. Gambaran itu segera terhubung dalam benaknya pada mayat yang ia lihat tertanam di dinding apartemen.

’Ukurannya cocok, pakaian ini mungkin milik wanita yang menjadi korban itu!’

’Tapi mengapa pakaian korban disembunyikan di sini? Dan mengapa ada tanda-tanda pakaian tersebut masih digunakan baru-baru ini?’

Jantung Dion berdetak kencang, meletakkan pakaian di lantai, lalu menyadari ada kertas-kertas kecil menempel pada beberapa potong kain. Ia mengambilnya, catatan-catatan itu dipenuhi tulisan sederhana, Aku mencintaimu.

Dion menatapnya lekat-lekat, tulisan tangan itu sangat mirip dengan catatan-catatan cinta yang ditemukan di dalam boneka. Ia merogoh sakunya, mengeluarkan catatan dari boneka tersebut, dan membandingkannya. Bentuk huruf, tekanan pena hampir sama, sembilan puluh persen serupa.

’Boneka-boneka itu berasal dari lima tahun lalu, sedangkan pakaian wanita ini jelas baru saja dibuang, mungkin hanya beberapa minggu terakhir. Ada jarak waktu bertahun-tahun, tetapi jejak tulisan tangannya identik.’

’Tulisan tangan sama, dan catatan cinta yang sama. Apakah mungkin pelaku dari kedua peristiwa ini adalah orang yang sama?’

Dion merasa bulu kuduknya berdiri, hendak melempar kembali pakaian ke bawah ranjang ketika sesuatu jatuh dari saku salah satu pakaian, sebuah ponsel dengan casing merah muda.

’Ponsel?’

Ia mengambilnya, lalu tertegun. Layar ponsel itu terbuka pada halaman pesan, seseorang tengah menuliskan sebuah kalimat.

Tolong aku?

Dion membeku, rasa dingin menjalari punggungnya. Ia keluar dari halaman itu, lalu memeriksa riwayat pesan. Hanya ada satu kalimat, berulang kali dikirim dalam catatan pesan keluar.

Semua sama, dua kata itu saja, Tolong aku.

1
Gita
Membuat penasaran dan menegangkan.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!