Yun Xiao, putra keluarga Yun terlahir dengan tubuh Suci, salah satu dari 7 tubuh yang mendominasi. Apakah Yun Xiao akan membawa kemakmuran yang belum pernah keluarga Yun lihat, atau pada akhirnya Yun Xiao akan sama seperti para leluhur tubuh Suci sebelumnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#23 Rahasia
Dalam pertemuan antar sekte, keributan sempat terjadi. Bagaimanapun tuan muda keluarga Yun menghilang dalam pertemuan itu.
Sempat ada rencana untuk menghentikan acara, bahkan tetua lain berusaha mencari tau asal usul penyusup itu.
Namun, sebuah kabar mengejutkan keluar dari mulut tetua keluarga Yun.
"Pertemuan tetap di lanjutkan, adapun mengenai hilangnya tuan muda kami, secara alami akan menjadi urusan kami!" Kata tetua itu dengan tenang.
Meskipun tetua itu juga sedikit khawatir, tetapi pesan itu langsung diberikan oleh leluhur keluarga Yun, tetua hanya bisa mematuhi.
Di tengah kegelisahan itu, pertemuan antar sekte tetap di lakukan.
Namun, di suatu tempat yang jauh. Di sebuah pohon besar yang menutup langit duduk seorang pria dan wanita.
Di bawah naungan pohon besar itu, angin berhembus lembut, membawa aroma samar dari bunga-bunga liar yang tumbuh di sekitar akar raksasa.
Cahaya matahari yang menembus celah dedaunan jatuh di wajah keduanya, membuat siluet mereka terlihat hampir tidak nyata.
Pria itu mengenakan jubah putih sederhana, tanpa ornamen, namun setiap gerakannya membawa kesan anggun dan berwibawa.
Tatapannya mengarah jauh ke cakrawala, seolah melihat sesuatu yang tak bisa dijangkau mata biasa. Sementara wanita di sampingnya, tengah memainkan sehelai daun di jemarinya, bibirnya melengkung membentuk senyum samar.
"Apa yang kau lakukan kali ini?" Tanya pria itu.
"Hanya permainan kecil, pohon perjodohan menyimpan kenangan dari banyak kehidupan. Seharusnya ada satu atau dua tubuh suci yang dapat dia temui, itu akan menjadi pelajaran yang berarti." Kata wanita itu dengan sedikit senyuman.
Pria itu melirik sekilas, matanya yang dalam memantulkan kilasan cahaya seperti bintang jauh di langit malam.
"Permainan kecil…?" Nada suaranya terdengar datar, namun di baliknya terselip rasa ingin tahu. "Kau bicara seolah segalanya sudah ada di genggamanmu."
Wanita itu menatap daun di tangannya, membaliknya perlahan. Di permukaan daun itu, samar-samar terlihat garis bercahaya yang bergerak seperti aliran sungai kecil, bukan urat daun biasa, melainkan simbol-simbol kuno yang berdenyut seolah hidup.
"Segalanya…? Tidak ada yang pasti di dunia ini," ujarnya lembut. "Bahkan bagiku rahasia surga adalah sesuatu yang sulit untuk dipahami."
Wanita itu tersenyum tipis, kali ini matanya menatap lurus ke arah pria di sampingnya.
“Bagiku rahasia surga memang sulit untuk dipahami…” ucapnya pelan namun jelas, “Namun, apa sulitnya bagimu untuk memahami rahasia surga dan mengolah tubuh suci? Bukankah bagimu, semua itu hanya permainan jari?”
Pria itu tidak langsung menjawab. Ia memejamkan mata sejenak, seakan mendengar bisikan yang datang dari kedalaman alam semesta. Ketika kembali membuka mata, kilasan cahaya yang terpantul di sana membuat udara di sekitar mereka bergetar samar.
“Sulit?” Ia tersenyum tipis, senyum yang lebih seperti angin dingin di puncak gunung. “Jika aku menginginkannya, itu sama sekali bukan hal yang sulit. Rahasia surga hanyalah tirai tipis, dan tubuh suci hanyalah salah satu dari sekian banyak alat untuk menembusnya.”
Wanita itu mendengus ringan, lalu memalingkan pandangan, jemarinya kembali memainkan daun bercahaya di tangan.
“Justru karena kau selalu menganggap semua mudah… kau kehilangan rasa waspada. Dan itu—” matanya kembali melirik pria itu, “—adalah awal dari kehancuran.”
Pria itu hanya terkekeh pelan, "Kita telah hidup dalam berbagai era, dan waktu yang tak terhitung jumlahnya, Theresia. Apa menurutmu, mahluk hidup yang ada di surga dan bumi dapat membuatku menuju kehancuran?"
Theresia menutup matanya sejenak, seolah mendengarkan bisikan yang datang dari akar pohon raksasa di belakangnya. Saat kembali membuka mata, tatapannya tenang namun dalam, seperti samudra yang menyimpan badai di kedalamannya.
“Tidak ada,” jawabnya lirih namun tegas. “Setidaknya… hingga saat ini.”
“Benar,” pria itu mengangguk pelan, tatapannya tetap terarah pada batang pohon raksasa yang menjulang menembus langit. “Itulah alasan kita terus melakukannya… memberi sedikit riak di permukaan air yang tenang. Keabadian begitu membosankan, Theresia. Tak peduli bencana sebesar apa yang menghampiriku, pada akhirnya… itu semua menghilang.”
Senyum tipis terbentuk di bibirnya, namun bukan senyum bahagia, lebih seperti senyum seorang penonton yang sudah menghafal seluruh alur pertunjukan.
Theresia tidak menanggapi. Ia hanya membiarkan keheningan merayap di antara mereka, sementara angin kembali berhembus, membuat dedaunan pohon raksasa berbunyi.
Tak ada kata lagi yang terucap. Keduanya duduk diam, tenggelam dalam pikiran masing-masing.
Di sisi lain, di tengah hening tempat asing itu, tatapan Yun Xiao membeku sesaat setelah mendengar ucapan Bai Xue.
“Darah… Kaisar Manusia?” Ia mengulang perlahan, seakan ingin memastikan bahwa ia tidak salah dengar.
Bai Xue menatapnya, mata hitamnya berkilat samar, seolah menembus lapisan daging dan tulang untuk melihat langsung inti darahnya.
“Meski sangat tipis… darah itu nyata. Bukan ilusi, bukan warisan palsu.”
Ji Qingyi melirik Yun Xiao dengan raut terkejut. Ia tahu garis keturunan keluarga Yun itu sangat tua, tetapi darah Kaisar Manusia?
Siapa itu kaisar manusia? Tidak peduli berapa banyak buku yang telah dibaca, Ji Qingyi tidak pernah mendengar nama kaisar manusia.
Ji Qingyi melihat ketiga saudari itu, meski tidak terlalu jelas, Ji Qingyi memiliki firasat kalau ketiga saudari itu lebih kuat bahkan melebihi leluhur keluarga Ji nya.
Namun, ketiga saudari itu ditahan di tempat ini oleh orang yang mereka sebut kaisar manusia. Bukankah itu berarti kaisar manusia jauh lebih kuat dari ketiga saudari itu?
Bahkan Ji Qingyi bertanya tanya, apakah kaisar manusia yang mereka sebut itu benar benar ada?
Bai Yan, yang sejak tadi menyilangkan tangan dengan santai, menangkap perubahan raut Ji Qingyi.
“Kau bertanya-tanya, apakah Kaisar Manusia itu benar-benar ada?” suaranya terdengar datar, namun setiap kata mengandung tekanan yang membuat udara di sekitar seakan sedikit lebih berat.
Ji Qingyi terdiam, tak membantah.
Bai Xue melangkah setengah langkah mendekat, matanya menatap Ji Qingyi lalu Yun Xiao.
“Tidak hanya ada… Kaisar manusia adalah sosok yang bahkan tidak bisa di ganggu oleh surga."
Bai Xue diam sejenak, pandangannya bergeser pada Yun Xiao, lalu ke arah langit kelabu di atas mereka. Saat ia membuka mulut kembali, suaranya lebih rendah, namun setiap suku kata terdengar jelas, seolah menggores udara.
“Namanya… ∆∆∆∆∆∆∆∆”
Mereka terdiam.
Bukan karena terkejut, tapi karena nama itu… tidak terdengar sama sekali. Bibir Bai Xue jelas mengucapkannya, namun suara itu lenyap sebelum sampai ke telinga mereka.
“Sepertinya ada larangan untuk menyebutkan namanya,” ucap Bai Lian pelan.
Ia menatap ke langit. Di sana, samar-samar tampak jutaan huruf kuno membentuk rantai emas raksasa, berkilau dan saling terkait. Rantai itu bukan hanya mengurung mereka… tapi juga menjadi hukum yang melarang menyebut namanya di penjara itu.