Dia adalah darah dagingnya. Tapi sejak kecil, kasih ibu tak pernah benar-benar untuknya. Sang ibu lebih memilih memperjuangkan anak tiri—anak dari suami barunya—dan mengorbankan putrinya sendiri.
Tumbuh dengan luka dan kecewa, wanita muda itu membangun dirinya menjadi sosok yang kuat, cantik, dan penuh percaya diri. Namun luka masa lalu tetap membara. Hingga takdir mempertemukannya dengan pria yang hampir saja menjadi bagian dari keluarga tirinya.
Sebuah permainan cinta dan dendam pun dimulai.
Bukan sekadar balas dendam biasa—ini adalah perjuangan mengembalikan harga diri yang direbut sejak lama.
Karena jika ibunya memilih orang lain sebagai anaknya…
…maka dia pun berhak merebut seseorang yang paling berharga bagi mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Almaira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aib Dari Putri Kesayangan
“Mungkin Tuhan sedang bercanda, atau mungkin sedang adil, niat kalian yang ingin menjatuhkanku, mengusirku dengan cara yang keji, memastikan masa depanku hancur, malah berbalik pada kalian sendiri,” Hana tertawa pelan, geli tapi dingin.
Burhan terdiam, lidahnya kelu. Semua perkataan Hana memang benar adanya. Merutuki kebodohannya sendiri yang dengan mudahnya terjerat perangkapnya sendiri.
Begitu juga dengan Malika, Sri dan Rosma tak bisa juga menyangkal perkataan Hana, dengan bodohnya mereka percaya akan Rendy dan tipuannya.
Namun tiba-tiba Burhan tertawa keras, sinis dan penuh kemenangan.
“Jadi begini akhirnya? Sayang sekali rencana kalian ketahuan sebelum berhasil,” katanya dengan nada mengejek.
“Rupanya Tuhan masih berpihak pada kami. Membuka kebusukan kalian sebelum pernikahan terjadi.”
Sri dan Rosma ikut tersenyum puas, sementara Malika hanya menunduk, wajahnya tegang. Tapi senyuman kemenangan mereka hanya bertahan beberapa detik saja karena Hana tiba-tiba tersenyum.
Ia melangkah maju, menatap Burhan lurus-lurus.
“Pernikahan harus tetap terjadi.” katanya.
“Bukan karena aku atau Rendy yang menginginkannya, tapi Malika sendiri.”
Hana menoleh, pandangannya menusuk ke arah Malika yang mulai gemetar.
“Putrimu akan merengek untuk tetap dinikahkan dengan Rendy si penipu itu.”
Deg.
Malika memucat. Sri menoleh cepat ke arah anaknya.
“Malika? Maksudnya apa itu, Hana?!”
Rosma berdiri dari duduknya, wajahnya panik, “Kamu jangan bicara sembarangan! Malika tak akan mungkin mau menikah dengan pria miskin memalukan itu.”
Namun Hana tetap tenang, bahkan semakin dingin.
“Tanyakan langsung padanya. Mungkin kalian akan berpikir dua kali sebelum menyebut rencana siapa yang gagal.”
Wajah Malika kini benar-benar pucat pasi. Tubuhnya lunglai seketika.
Burhan menatap anaknya, hatinya dipenuhi amarah dan rasa takut.
“Malika! Katakan itu bohong!”
Tapi Malika tak mampu berkata apa-apa. Air matanya justru mulai jatuh satu per satu.
Dan dalam diam itu, jawaban sebenarnya telah jelas. Sri dan Rosma langsung tercekat. Burhan terduduk lemas.
***
Burhan, yang masih belum sepenuhnya percaya bahwa Malika telah ‘ternodai’ segera menyusun rencana untuk mengalihkan aib. Dia yakin satu-satunya cara menyelamatkan kehormatan keluarga adalah dengan mengembalikan segalanya seperti semula, membatalkan pernikahan Hana dan Pradipta, dan menjodohkan kembali Pradipta dengan Malika.
Tanpa membuang waktu, Burhan pun menghubungi Pradipta dan memintanya bertemu secara pribadi. Mereka bertemu di sebuah cafe, hanya berdua. Burhan membuka pembicaraan dengan senyum sok bijak.
“Nak Pradipta.” Burhan berusaha berbicara dengan tenang.
“Sebelumnya saya dan keluarga ingin meminta maaf atas apa yang telah terjadi.”
Pradipta mendengarkan dengan seksama.
“Nak. Kembalilah pada Malika. Kami yang memaksanya waktu itu untuk menggantikan Hana menjadi pengantin Rendy. Malika telah mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan nama baik keluarga. Hana telah membuat Rendy kecewa, tapi pernikahan harus tetap terjadi, maka Malika maju walaupun dengan berat hati.”
Pradipta mengernyit.
“Namun sekarang kami menyadari jika apa yang kami lakukan pada Malika itu salah karena nyatanya Malika sangat mencintaimu. Setiap hari dia menangis, hidupnya menderita karena harus menikah bukan dengan orang yang dia cintai.”
“Maka dari itu sebelum semuanya terlambat, saya dengan rendah hati memohon pada Nak Pradipta untuk kembali pada Malika. Menikahlah dengan Malika seperti yang sudah kalian rencanakan sebelumnya.”
“Saya tahu kalau Nak Pradipta pasti masih mencintai putri saya, Malika. Dan saya tahu jika niat Nak Pradipta ingin menikahi Hana hanya karena kecewa saja pada kami, terutama pada Malika. Nak Pradipta marah padanya dan ingin membuatnya cemburu dengan menikahi Hana, begitu kan?”
"Dan terlebih lagi, Malika wanita yang tepat untuk berada di sampingmu. Dia dari keluarga terhormat. Level kalian sama. Dibandingkan Hana, wanita itu tak ada apa-apanya. Dia gadis yang selama ini tinggal di kampung. Menjadi istrimu hanya akan membuatmu malu saja."
Pradipta menatap Burhan dengan sorot mata tajam, lalu menyandarkan tubuh ke kursi dengan tenang. “Pak Burhan,” katanya tegas, “Tak ada satupun kebenaran dari semua perkataan anda tadi.”
“Saya bukan anak kecil yang dengan mudahnya bisa anda bodohi dan bohongi. Saya punya mata untuk menilai dan memahami apa yang sebenarnya terjadi.”
Burhan mulai tersinggung. “Apa maksudmu?”
Pradipta tersenyum tipis. “Maksud saya, saya juga tahu sekarang siapa Rendy sebenarnya. Dia ternyata bukan orang kaya seperti yang selama ini selalu kalian banggakan.”
Burhan membelalak, wajahnya mulai memerah malu.
Tapi Pradipta melanjutkan tanpa ragu, “Dan sekarang setelah kalian sadar kalian telah tertipu. Kalian menyesali semuanya dan ingin membalikkan keadaan seperti semula? Aku tetap menikahi Malika setelah dengan jelas-jelas dia tergoda dengan pria yang pura-pura kaya?”
“Sampai kapanpun aku tak akan melakukan itu.” Pradipta tersenyum sinis.
Burhan berdiri, marah. “Kau pikir kau siapa, hah?!”
Pradipta juga berdiri, tegak dan tenang.
“Saya calon suami Hana. Dan apapun yang akan terjadi saya akan tetap menikahi dia. Titik.”
Lalu dengan penuh wibawa, dia berbalik dan meninggalkan ruangan, meninggalkan Burhan dalam amarah dan kepanikan.
Beberapa saat kemudian.
Burhan menutup pintu rumah dengan hentakan kasar. Langkahnya berat, wajahnya murung. Napasnya memburu, menahan amarah yang belum sempat dilampiaskan.
Dia menjatuhkan tubuhnya ke kursi ruang tamu. Tangannya menepuk-nepuk pelipis yang berdenyut. Hari itu seperti neraka.
Pradipta. Harapan terakhirnya, baru saja menolak untuk kembali kepada Malika.
Dan semua itu karena Hana.
Sri dan Rosma hanya mengintip dari balik dapur. Tak satu pun dari mereka berani mendekat. Mereka tahu betul, Burhan sedang di ujung kemarahannya. Salah sedikit, bisa jadi mereka jadi sasaran pelampiasan.
Sunyi menggantung di ruangan itu.
Sampai tiba-tiba—
“Uueekk—!!”
Terdengar suara muntah dari arah kamar Malika.
Semua kepala menoleh bersamaan.
Malika keluar lalu berdiri terpaku, satu tangan memegang mulut, satu lagi memegang dinding untuk menahan tubuhnya yang lemas. Wajahnya pucat pasi, dan matanya merah basah karena menahan tangis.
Burhan berdiri mendadak. “Apa lagi ini Malika?! Kamu sakit?!”
Malika tak menjawab. Tubuhnya limbung dan dia kembali muntah.
Sri sontak menghampiri, menopang putrinya. Tapi Burhan tetap berdiri di tempat, matanya menatap tajam.
“Jangan bilang…” gumamnya perlahan.
Rosma, yang sedari tadi ikut mengamati tiba-tiba limbung. Terduduk di kursi dengan tatapan tak percaya.
“MALIKA!” bentak Burhan tiba-tiba.
“APA KAU HAMIL?!”
Malika mulai menangis, tubuhnya gemetar dalam pelukan ibunya.
Burhan langsung memukul meja.
“Astaga, Malika! Kau benar-benar ingin mempermalukan keluarga ini??!”
Sri mencoba menenangkan. “Sudah, Pak, jangan berteriak seperti itu. Nanti tetangga dengar”
Dan siang itu, untuk pertama kalinya, keluarga yang selama ini hidup dalam kemunafikan, merasakan retakan yang nyaris tak bisa direkatkan kembali.
Malika. Si putri emas mereka kini menjadi beban yang menyakitkan.
apa hrs di smbut dgn kta selamat datang neraka bgi Hana, /Grin//Joyful/
tak BS ku berkata2..seandainya itu memang ada dinkehidupan nyata...astagfirullahaladzim...
Lawanlah... meski hasilnya belum pasti..
Gak cukup apa, ngorbanin Hana kecil dulu, sekarang ibunya digituin pun masih diam...
udh matiin aja karakter Sri ini.. bikin esmosi aja.. dari awal sampe sekarang.
Yg lain okelah.. kejam sama Hana karena gak ada ikatan darah.. Lah ini Ibunya sendiri, bisa gitu sama anak kandungnya...
Ngancurin citra kaum Ibu ..