Anak Titipan Ternyata Pewaris

" Mas tolong jelasin maksud kamu mengenai uang bonus itu?" Pintaku

" Iya aku akui selama ini semua uang bonus dan gaji yang lainnya aku kasi ke ibu" jawab nya santai

" Tanpa sepengetahuan aku mas?"

" Iya, kenapa?

" Kenapa? Tega sekali kamu mas tidak memberitahu aku tentang uang bonus mu itu, aku juga berhak tau mas, dan aku juga berhak atas uang itu mas bukan cuma ibu"

" Jadi kamu gak terima kalo aku memberi uang bonus itu pada ibuku? Kamu kan tau dia ibuku, dia yang telah merawat dan membesarkan ku jadi terserah aku dong kalo mau ngasih semua uang di ibuku"

" Apakah jika ibuku masih hidup kamu juga akan memberinya uang?" Tanyaku penasaran dengan pola pikir mas Adam

" Mungkin aku akan memberinya sedikit tapi itu pun di bagi dari bagian kamu"

" Astaghfirullah mas, ini kah mas Adam yang aku kenal dulu? "

" Kenapa denganku? Apakah ada perbedaan antara dulu dan sekarang?"

" Yah kamu sangat berubah mas, tak seperti dulu. Namun tetap saja ternyata dari dulu kamu tak pernah jujur padaku"

" Aku hanya tak jujur soal uang bonus itu padamu, selebihnya aku selalu jujur padamu, sudahlah hanya masalah uang bonus itu saja kamu sampai marah"

" Bukan masalah uang bonus nya mas, setidaknya beritahu aku juga soal bonus kamu itu, karena aku ini istri kamu mas"

" Aku memang sengaja tak memberitahu mu, sebab ibu melarangku takut jika uang itu kamu gunakan untuk keperluan Sarah semua"

" Mas, aku tuh gak pernah pake uang kamu buat beli keperluan Sarah, semua uang yang kamu beri aku gunakan untuk keperluan hidup kita semua, tolong percaya sama aku mas"

" Iya aku juga percaya sama kamu, tapi ibu dan mbak Vika yang memberitahu ku sendiri jika kamu sering belanja dengan Sarah menghabiskan uang yang aku berikan, dan mereka pun punya buktinya "

" Bukti? Bukti apa yang mereka perlihatkan padamu mas?"

" Sudah lah Del, soal uang bonus itu aku minta maaf karena tidak jujur padamu, tapi maaf juga karena uang bonus itu tetap akan ku berikan semua pada ibu"

" Tidak masalah bagiku mas yang penting kamu harus menuruti satu keinginan ku buat ngontrak"

" Baiklah, nanti aku bicarakan pada ibu dan mbak Vika terlebih dahulu" jawab mas Adam berlalu

******

Selang beberapa Minggu akhirnya mas Adam pun ingin menuruti mau ku untuk ngontrak namun tak jauh dari rumah ibu dan mbak Vika, dengan syarat aku pun harus membantunya membayar uang kontrakan itu, tak apalah selagi aku bisa tinggal sendiri dan merasa tenang aku pun merasa sanggup membantu mas Adam

Dengan membuka usaha jualan kue dan makanan jadi secara online aku pun bisa menghasilkan uang meski tak seberapa, namun itu cukup untuk membantu mas Adam untuk membayar kontrakan kami

Kontrakanku berjarak tiga ratus meter dari rumah ibu mertuaku, dan dua ratus meter dari rumah mbak Vika. Memang mas Adam sengaja mencari kontrakan yang dekat dengan rumah ibunya karena itu memang permintaan sang ibu

******

Di rumah kontrakan kami sekarang memang tidak lah besar, hanya terdapat dua kamar tidur. Dan di rumah kontrakan itu juga aku mulai merasakan perubahan sikap mas Adam seutuhnya, mas Adam sangat jarang tinggal di rumah, sebab dia lebih memilih tinggal di rumah sang ibu atau di rumah mbak Vika yang mewah

Sekarang aku pun sangat jarang melihat nya melaksanakan sholat lima waktu seperti dulu, bahkan aku mendengar kabar jika mas Adam sekarang sudah mulai bermain judi. Saat aku tanya jawabannya selalu tak pernah ada hanya diam seribu bahasa

Saat itu Sarah telah masuk ke sekolah menengah pertama di sekolah negeri yang tak jauh dari rumah, sementara Shella pun sama telah masuk sekolah menengah pertama di sekolah swasta yang terkenal mahal, dan Rian telah berpindah dan ikut tinggal bersama omah dan opahnya di ibukota

Sejak awal Sarah mendapat beasiswa sebab memang dia anak yang sangat pintar. Banyak ibu ibu yang memujinya dan membandingkan dengan Shella. Seperti hari itu ketika aku dan sarah sedang mengantar pesanan kue ibu ibu arisan di rumah tetangga ku dan kebetulan di sana ada ibu mertuaku juga

" Neng Adel masuk dulu, ajak ponakan nya yang cantik ini " ucap pemilik rumah

" Iya Bu terima kasih, tapi maaf saya gak bisa lama lama soalnya mau nganterin kue pesanan orang juga"

" Loh ini Sarah kan yang selalu juara pertama di sekolah itu kan? Sekolah dimana kamu sekarang nak?" Tanya seorang ibu begitu kami memasuki dan menyiapkan kue pesanan mereka

" Iya Tante, sekarang aku sekolah di SMP tunas bangsa "

" Aduh sayang sekali ya kenapa gak di sekolahin di sekolah utopia high school aja Del, kan Sarah anak nya pinter banget tuh pasti langsung ke terima tuh"

" Hellooo.. ibu ibu kan tau Sarah itu gak punya orang tua, jadi mana mampu lah dia masuk ke sekolah yang sama dengan cucu saya? Cuma mengandalkan uang dari bibinya yang jualan kue, hahaha jangan mimpi " ucap ibu mertuaku yang tiba tiba masuk

" Terus kenapa Bu Rini dan vika gak bantuin Sarah? Apalagi Sarah lebih pintar tuh dari pada sebagain anak anak sekolah di sana, itung itung buat sedekah Bu Rini "

" Jadi maksud Bu sita cucu saya Shella gak pinter?" Ucap ibu mertuaku

" Aku kan gak ngomong tentang cucu Bu Rini, tapi kalo emang merasa ya gak apa apa juga sih " balas Bu sita

" Bu sita denger ya, di sana tuh yang sekolah anak orang kaya semua, gak ada anak orang miskin, kan Bu sita tau sendiri kalo Vika anak saya itu orang kaya jadi wajar dong kalo anaknya masuk sekolah orang kaya, lagian ngapain aku bantuin anak ini dia saja bukan siapa siapa ku, kalo anak nya Adam mungkin saja, lah ini cuma anak yatim yang numpang hidup sama saya"

" Udah dong ibu ibu kenapa kalian pada ribut sih. Kita di sini tuh mau arisan sekalian menjalin hubungan silaturahmi, kenapa kalian malah ribut" ucap Bu Erni pemilik rumah

" Ini semua karena Bu Erni juga kan, coba aja Bu Erni gak pesan kue sama si Adel ini pasti aku dan Bu sita gak bakal ribut, emang pembawa sial dua orang itu" ucap mertuaku kembali ke depan bersama ibu ibu yang lain

" Maafkan ibu ya Adel, karena ibu maksa kamu masuk jadi nya kena marah sama mertua kamu"

" Iya gak apa apa Bu, kalo begitu saya pamit ya Bu, Assalamualaikum" ucapku mengajak Sarah keluar dari rumah Bu Erni..