Kimi Azahra, memiliki keluarga yang lengkap. Orang tua yang sehat, kakak yang baik, juga adek yang cerdas. Ia miliki semuanya.
Namun, nyatanya itu semua belum cukup untuk Kimi. Ada dua hal yang belum bisa ia miliki. Perhatian dan kasih sayang.
Bersamaan dengan itu, Kimi bertemu dengan Ehsan. Lelaki religius yang membawa perubahan dalam diri Kimi.
Sehingga Kimi merasa begitu percaya akan cinta Tuhannya. Tetapi, semuanya tidak pernah sempurna. Ehsan justru mencintai perempuan lain. Padahal Kimi selalu menyebut nama lelaki itu disetiap doanya, berharap agar Tuhan mau menyatukan ia dan lelaki yang dicintainya.
Belum cukup dengan itu, ternyata Kimi harus menjalankan pernikahan dengan lelaki yang jauh dari ingin nya. Menjatuhkan Kimi sedemikian hebat, mengubur semua rasa harap yang sebelumnya begitu dasyat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon EmbunPagi25, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23. Masjid Hidayah
Ketika matahati mulai condong ke barat, dan bayang-bayang pun mulai memanjang. Kimi, membelokan motornya memasuki pekarangan Masjid Hidayah.
Ia sudah mendapatkan motornya lagi, setelah kemarin diantarkan oleh Alam bersama temannya, Lea. Hari ini sepulangnya dari Cake castle, Kimi segera mengunjungi Masjid Hidayah.
Anak-anak yang biasanya mengaji, kini hanya sedang bermain-main di depan halaman Masjid. Mungkin sedang menunggu waktu sholat Ashar tiba. Karena biasanya mereka bisa mengaji setelah melaksanakan sholat Ashar berjamaah.
Kimi membawa langkahnya semakin jauh, setelah memarkirkan motornya di dalam parkiran. Tangannya menenteng paper bag berisi buku-buku milik Ehsan.
Langkahnya terhenti saat suara anak laki-laki memanggil namanya. Ia menengok ke asal suara.
"Kak Kimi!" Itu adalah suara Bintang. Anak lelaki, umur sepuluh tahun. Ia mengenalinya.
"Oh, hai!" Sapanya dengan melambaikan tangannya.
Bintang mendekat. "Kaka, mau setoran Hafalan lagi?" Tanya Bintang, di sampingnya ada anak lelaki yang baru pertama kali ini Kimi lihat. Yang mungkin berusia di bawah usia Bintang.
Sebelah tangan anak itu menyikut lengan Bintang seraya berbisik, di mana bisikan itu masih bisa terdengar oleh Kimi.
"Siapa, Bang?"
"Temannya Bang Ehsan." Jawab Bintang dengan malas.
Kimi meringis. "Memangnya, Bang Ehsan ada?" Ia justru memilih bertanya dibandingkan menjawab pertanyaan Bintang sebelumnya.
"Belum, Kak. Tapi kayanya minggu ini pulang."
Kimi mengangguk."Terus kalian ngajinya sama siapa?"
"Sama Kaka Sarah, adiknya Bang Ehsan." Ucap Bintang. Lalu kembali bersuara setelah terlihat baru mengingat sesuatu.
"Bang Ehsan ada berpesan, Kak. Katanya, Kak Kimi masih bisa setoran hafalan sama Kak Sarah."
"Bang Ehsan, bilang begitu?"
Bintang mengangguk bersamaan dengan suara azan yang terdengar berkumandang. Membuat Bintang berlarian memasuki Masjid setelah pamit padanya.
Kimi memilih sholat berjamaah lebih dulu, usai iqamah telah berlalu. Melaksanakan kewajibannya lalu menunggu di dalam Masjid bersama anak-anak lain selepas sholat Ashar itu terlaksana.
"Kak Kimi, kenapa baru kemari?" Tanya Dinda, salah satu anak ngaji di Masjid Hidayah yang mengenalinya.
"Baru ada waktu, hari ini. Dinda."
"Sibuk banget, yah. Kak?"
Kimi hanya mengangguk, lalu sedikit terhenyak saat mendengar pertanyaan dari Nunur.
"Kaka udah nikah? Bang Ehsan sekarang udah punya istri, Kak."
Kimi bingung harus menjawab seperti apa, hingga pada akhirnya ia juga hendak buka suara meski dengan sedikit gelagapan.
"Kaka ... suda–"
"Eh! Itu, Kaka Sarah sudah datang!" Ucap salah satu anak ngaji di Masjid Hidayah dengan begitu antusias.
Di depan sana, Kimi dapat melihat seorang perempuan dengan baju gamis hitam. Nampak manis dengan kerudung segi empatnya yang juga lebar. Raut wajahnya begitu ramah dengan senyum manis itu, juga ... mata bulan sabit saat tersenyum itu, yang mengingatkan Kimi dengan mata bulan sabit milik Ehsan.
"Assalamualaikum. " Salam perempuan itu seraya melangkah mendekat.
"Wa'alaikumussalam ...."Balas mereka kompak.
Anak-anak pun sama mendekat, mengerumuni perempuan itu.
"Kak Sarah, hari ini aku sudah masuk jus dua, kan?"
"Kak Sarah, Ilo ijin ngga bisa ngaji hari ini. Lagi demam."
"Kak, ada anak baru. Anaknya Ibu Inuk, mau belajar ngaji dari iqro satu."
"Kak–"
Pertanyaan itu dari anak-anak yang terdengar beruntutan. Kimi sendiri tidak bisa mendengar dengan jelas lagi, karena pertanyaan mereka saling tumpang tindih. Seakan berebut untuk mengambil perhatian Sarah yang sekarang memilih duduk dilantai Masjid.
Hebatnya, perempuan yang bernama Sarah itu bisa dengan sabar menjawab pertanyaan dari mereka satu persatu, dengan nada lembut. Yang membuat Kimi terpukau akan kelembutan dari perempuan itu.
Saat perempuan itu menoleh padanya setelah menyadari kehadirannya, Kimi bisa melihat alis perempuan itu yang saling tertaut lalu beberapa detik setelahnya nampak terhenyak.
"Mbak ... Kimi, yah?" Tanya Sarah lalu sejurus kemudian melebarkan senyumnya saat Kimi mengangguk.
"Akhirnya ... bisa ketemu sama, Mbak Kimi." Lanjut Sarah, membuat Kimi bingung.
Darimana Sarah bisa mengetahui namanya dan mengenalinya? Seingatnya, ia belum pernah bertemu dengan Sarah, adik dari Mas Ehsan itu.
"Mbak bersedia menunggu saya sampai selesai mengajar anak-anak mengaji lebih dulu. Setelah itu bicara dengan saya?"
Untuk pertanyaan itu, lagi dan lagi Kimi menganggukkan kepalanya.
Setelah beberapa saat berlalu, dan anak-anak juga berlalu pulang usai mengaji. Kimi menyerahkan paper bag berisi buku-buku milik Ehsan itu pada Sarah, yang sedari tadi berada didekapannya.
"Apa ini, Mbak?" Tanya Sarah, perempuan itu menatap Kimi.
"Itu buku-buku milik Mas, Ehsan. Saya kembalikan hari ini."
Perempuan itu menggeleng lalu sedikit menggeser paper bag iiu menjauh, mendekat pada Kimi lagi.
"Tidak perlu di kembalikan, Mbak. Saya yakin, Mas Ehsan pasti sudah memberikannya pada Mbak Kimi."
"Saya tidak bisa menerimanya, Sarah. Karena sedari awal pun saya hanya berniat meminjam dan akan saya kembalikan di waktu yang saya rasa tepat."
Sarah terlihat menghela napasnya, tidak dapat menyela lagi dan membiarkan Kimi kembali mendorong paper bag itu mendekati Sarah.
Bersamaan dengan itu pula, sarah terlihat merogoh sesuatu dari dalam tas selempangnya.
"Ini titipan Bang Ehsan untuk Mbak Kimi." Sarah meletakkan kotak kecil di atas pangkuan Kimi.
Kali ini Kimi yang mengeryit. Sebelum Kimi bertanya, Sarah lebih dulu menjawab, seperti mengerti akan kebingungannya.
"Itu hadiah dari Bang Ehsan, Mbak. Sebelum Bang Ehsan berangkat ke pesantren An-Nahl, beliau menyerahkan beberapa hadiah kecil untuk anak-anak yang mengaji dengannya."
"Dan ini adalah hadiah untuk, Mbak. Bang Ehsan menitipkannya pada saya, oleh sebab itulah saya selalu menunggu seorang perempuan yang dicirikan oleh Bang Ehsan. Untuk menyerahkan hadiah kecil ini."
Kimi mengangguk, tangannya bergerak pelan menyentuh kotak hadiah itu. "Kalau begitu, sampaikan terima kasih saya pada Mas Ehsan, Sarah."
"Insya allah, Mbak."
"Juga tolong sampaikan ucapan terima kasih saya atas bantuan yang diberikan Mas Ehsan selama ini. Terima kasih karena sudah mau mengajarkan saya beberapa ilmu yang sebelumnya belum saya ketahui."
Sarah mengangguk pelan wajahnya nampak sedikit kaget dan keberatan disatu waktu.
"Apa Mbak ingin berhenti mengaji di sini?" Pertanyaaan itu diucapkan dengan begitu hati-hati, seakan takut dengan pertanyaan nya yang mungkin bisa menyinggung perasaan Kimi.
Untuk itu Kimi mengangguk. "Saya tidak bisa melanjutkan nya, Sarah. Karena saya sudah bersuami sekarang. Saya hanya ingin belajar bersama imam saya saat ini." Entah karena apa Kimi justru merasa perlu mengatakan hal ini. Mungkinkah ia sudah benar-benar menerima Arkan sebagai suaminya?
Sarah terlihat tertegun sebentar, lantas kembali tersenyum dengan tulus seraya menyentuh kedua tangan Kimi. "Kalau begitu, saya merasa perlu mengucapkan selamat pada Mbak Kimi. Selamat atas pernikahan Mbak Kimi."
"Semoga Allah memberkahi kalian berdua. Dan menyatukan kalian dalam kebaikan. Memberikan ketenangan, cinta, dan kasih sayang dalam pernikahan kalian."
Kimi merasa bingung untuk merespon doa baik yang diucapkan oleh Sarah, hingga yang bisa ia lakukan adalah dengan membalas genggaman dari tangan Sarah.
Menggenggamnya erat seraya mengangguk.
"Terima kasih untuk doanya, Sarah."
Perempuan itu tersenyum, yang terasa sampai kepada Kimi, membuatnya juga ikut menarik kedua sudut bibirnya dengan arah berlawanan.
Untuk hari ini, Kimi dapat menyimpulkan satu pemahaman lagi.
Tuhan selalu punya cara unyuk menyentuh hati hamba-Nya. Bahkan, untuk hati yang paling kosong sekalipun.