NovelToon NovelToon
BAKSO KALDU CELANA DALAM

BAKSO KALDU CELANA DALAM

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Horor / Selingkuh / Playboy / Penyesalan Suami / Mengubah Takdir
Popularitas:307
Nilai: 5
Nama Author: Mama Rey

Sri dan Karmin, sepasang suami istri yang memiliki hutang banyak sekali. Mereka menggantungkan seluruh pemasukannya dari dagangan bakso yang selalu menjadi kawan mereka dalam mengais rezeki.
Karmin yang sudah gelap mata, dia akhirnya mengajak istrinya untuk mendatangi seorang dukun. Lalu, dukun itu menyarankan supaya mereka meletakkan celana dalam di dalam dandang yang berisikan kaldu bakso.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Rey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

DUPLIKAT KUNCI

Sri telah membuat kesepakatan dengan waria bernama Shakira itu. Dia juga sudah sedikit menjelaskan tentang jalannya permainan di rumah Mbah Samijan nanti. Dan Shakira pun menyetujui. Wanita jadi-jadian itu setuju dengan apa pun rencana Sri, yang penting ada cuan mengalir  yang gurih rasanya.

"Oke, Nek. Lima jeti ini udah komplit dengan uang kerjasama dan uang tutup mulut." Banci itu terkekeh.

"Kinerjaku pasti tidak akan mengecewakanmu kok. Aku sudah biasa bekerja begindang, membantu orang yang lagi kefefet keadaan, heheheh," tandasnya seraya menyulut cerutu di bibirnya.

Sri mengangguk senang. "Besok siang, mainlah ke warung baksoku, aku akan menjelaskan tentang detailnya. Nanti aku kirimkan alamat lengkapku lewat chat. Kamu juga boleh makan bakso sepuasnya, hehehe."

"Wah, aseeek. Makan bakso sambil genitin laki kamu boleh kagak nih, Nek?"

"Boleh. Kalau dia mau, kamu juga boleh ambil dia. Gratis, Ra, wekeekek." Sri terkekeh.

"Wow! Gratis sungguhan?" Shakira mencebik dia

"Iya, Ra. Ambil aja. Aku lebih rela dia diambil kamu daripada diambil janda, hehehe."

"Wah, masyuk juga nih." Shakira nampak mengernyit.

"Pokoknya besok kamu ke rumah. oh ya, ini uang untuk pembayaran uang muka," kata Sri.

"Siap. Ini kwitansi untuk pembayaran DP ituh, hehehe." Waria itu menyodorkan selembar kertas kepada Sri. Sri pun menyambarnya dengan senyuman miring.

Setelah usai membuat kesepakatan dengan Shakira, Sri dan Tumi segera pergi meninggalkan tempat itu.

Di sepanjang perjalanan, Tumi terus-menerus menggencarkan banyak pertanyaan kepada sahabatnya tersebut. Dia ingin sekali menyemburkan seluruh rasa penasaran di dalam dadanya yang nampak mendobrak-dobrak.

"Sri, sebenarnya ada apa sih?"

"Sri, umak itu ada masalah apa sama dukun yang kamu bahas dengan bencong tadi?"

"Sri, kamu selingkuh sama dukun kah?"

"Sri, kamu lagi ada hubungan gelap dengan dukun yo?"

"Sri, ada apa sih? Cerita dong."

"Aku dijual sama Mas Karmin," sahut Sri dengan parau.

"Opooooo? Dijual gimana? Kamu disuruh mbalon?" Tumi memekik spontan.

[Mbalon; melacur]

"Iya, mbalon sama dukun. Dukunnya udah aki-aki bau tanah pula."

"Sing genah, Sri! Ojok guyon!"

[Serius, Sri! Jangan bercanda!]

"Yeee, aku gak bercanda, Tum. Itulah sebabnya aku tadi membayar Shakira agar mau melayani dukun itu untuk memastikan kebusukan suamiku!" Sri mendengkus panjang untuk sekedar mengurai rasa geram di dalam dadanya.

"Sek, sek, sek! Iki awal mulanya gimana? Kenapa kamu bisa melayani dukun? Kamu ceritakan dengan runut, Sri. Aku bingung ini gimana ceritanya kamu bisa terjebak oleh perdukunan?" Sahabat sekaligus tetangga dekat Sri itu pun nampak penasaran.

"Ya, semua ini permintaan Mas Karnin. Dia menyuruhku menurui kemauannya, dan aku pun mengiyakan saja. Aku benar-benar seperti pecundang yang hanya menjalani hidup dengan memalukan." Istri Karmin itu mendesah panjang.

"Apakah suamimu itu sudah gila? Bisa-bisanya dia meminta sang istri agar menuruti kemauannya yang tidak beres!" pekik Tumi di tengah jalan.

"Sebenarnya ada apa sih, Sri? Coba ceritakan perlahan."

Sri terdiam. Dia sedang dilema, apakah dirinya akan membuka rahasia besar itu kepada orang luar atau tidak.

Tumi memanglah sahabat baik yang selama ini selalu menjadi pendengar setia di setiap keluhan yang disuarakan oleh Sri, tapi ... Sri merasa malu juga dia harus membongkar rahasia besar di dalam keluarganya. Apalagi ini rahasia tentang penglarisan yang lakoni untuk mengais rupiah dengan cara instan dan kilat.

"Sri! Kok melamun?" Tumi menatap sahabatnya dari kaca spion.

"Aku bingung, Tum. Rasa-rasanya, aku tidak mampu membeberkan semua rahasia ini. Aku takut jika kamu akan merasa jijik dan geli. Aku takut juga kamu akan membenciku seumur hidup, lalu kamu akan mengatakan kepada seluruh dunia tentang kebusukanku." Istri Karmin itu baru chat dengan gamang.

"Sri! Kita saling kenal sejak kecil. Kita bahkan bertetangga sejak sama-sama masih bocah. Bahkan emakku sudah menganggapmu sebagai anak kandungnya. Jangan khawatir, aku bukankah ular yang berbisa." Tumi nampak meyakinkan.

"Ah, ya. Kamu benar. Aku paham kok, kamu dan emakmu adalah manusia yang sangat baik, tapi ... aku malu untuk bercerita."

Tumi pun mengangguk paham. "Baiklah, mungkin kamu memang harus mempersiapkan hatimu agar lebih terasa mantap. Nanti kalau kamu sudah siap bercerita, kamu bisa mendatangiku kapan pun kamu mau," kata Tumi.

"Mungkin besok atau nanti malam lah, aku akan ke rumahmu, Tum. Nanti aku akan bercerita."

"Siap, Sri. Aku tahu, bebanmu ini terlihat sangat berat, tapi aku yakin ... kamu pasti kuat dan bisa melewati semua ini."

Sri mengangguk pelan.

******

"Baru pulang?" Karmin berteriak saat melihat istrinya turun dari motor Tumi.

"Heeemmm." Sri mengangguk pelan tanpa berucap kata.

"Dapat kue berkatan apa tuh?" Karmin melirik kresek hitam yang ditenteng istirnya. Dia memang selalu antusias jika ada makanan berkatan dari hajatan.

"Biasa, kue basah. Ada bikang, donat, tetel (ketan dicampur kelapa, terus ditumbuk), pisang goreng, onde-onde, dan roti-roti."

"Ada nasinya?"

"Gak ada. Cuma kue dan souvernir." Sri menyodorkan kresek berisikan kue itu kepada sang suami.

Karmin segera menyambar kue itu dan membukanya. "Wah, ada naga sari juga. Ini kue legend kesukaanku." Dia terkekeh senang seraya melahap kue naga sari dengan bibir menggeol-geol.

"Heeemm. Enak ya, Mas. Itu kue-kue legend semua. Ada awug-awug juga tuh." Sri mengulum senyum misterius.

"Woiya jelas. Ini enak pol."

"Berbagi lah dengan anaknya. Masa mau kau habiskan semua?" Sri mendengkus.

"Ghea gak suka kue beginian. Dia sukanya ya kue-kue kering, heheheh." Karmin terkekeh. Mulutnya penuh akan kue yang terus ia lumat.

"Baiklah, terserah kamu, Mas. Aku mau ganti baju dulu. Gerah," kata wanita gemuk itu seraya meninggalkan warungnya.

Karmin masih nampak khidmat dalam menyantap kue basah yang ia kira adalah berkatan dari kondangan. Padahal,  Sri membeli kue-kue itu di penjual kue basah di pasar.

"Sri, kayaknya aku kekenyangan deh. Kok mataku tiba-tiba mengantuk ya? Hoaaammm." Karmin menguap berulang kali.

Pria itu tiba-tiba merasa kepalanya berat dan matanya mengantuk banget. Dia berjalan masuk ke dalam rumah seraya memijit kepalanya dengan erat.

"Sri ... Sri ...."

"Ada apa thoo, Mas? Aku masih ganti baju."

"Sri, tolong jagain warung ya. Aku kayaknya kecapekan. Ngantuk banget. Capek ditambah kekenyangan karena aku melahap kue-kue itu tanpa sisa, hehehe."

"Kalau ngantuk ya wes tidur. Jangan memaksakan diri untuk tetap menjaga warung. Dah lah, kamu tidur saja, Mas." Sri mendesah panjang.

Karmin tidak menyahuti. Pria itu nampak sangat mengantuk sekali. Dia langsung masuk ke dalam kamarnya tanpa ba bi bu. Sri pun mengekor di belakang sang suami.

"Aaahhh, aku mau tidur sebentar ya, Sri."

"Tidurlah, Mas" Sri menyeringai.

Wanita itu berdiri di samping ranjang sambil memperhatikan suaminya yang mulai mendengkur keras.

HOOOKH HOOOKH HOOOKH.

"Wah, manjur juga obat tidur yang tadi kubalurkan ke dalam kue-kue itu!" Sri tersenyum miring saat melihat suaminya mengorok.

Dia langsung beraksi. Dengan pelan, ia segera mengambil kunci yang tergantung di leher Karmin, kemudian Sri menghampiri Tumi di teras rumahnya.

"Tum, tolong bawa kunci ini ke tukang duplikat kunci."

"Ini kunci opo, Sri? Kamu ini penuh teka-teki, Cuk!"

"Wes ojo berisik. Ini kunci harta karun. Tolong ya, please. Mumpung Mas Karmin tidur."

"Aman gak  nih? Bahaya gak nih?" Tumi memicingkan mata.

"Aman, pasti aman! Tolongin aku ya, please. Nanti aku kasih tahu semuanya deh."

"Heeemmm. Oyi, Sri. Oyi." Tumi segera beranjak dan menghampiri motornya.

"Ngomong-ngomong, manjur juga obat yang kamu taburkan di kue tadi, Sri. Wekekek." Sahabat Sri itu terkekeh.

"Iya, Tum. Syukurlah."

"Ah, kamu harus menjelaskan semuanya nanti lho ya. Aku jadi semakin penisirin. Ada apa sih ini sebenarnya?"

"Wes lekas berangkat sana! Jangan berisik! Nanti aku ceritakan kalau misi kunci ini sudah beres!" Sri tertawa kuda.

"Heeem, oyi, syaap!" Tumi mencebik gemas. Dia memang sahabat yang bisa diandalkan.

Saat itulah, tiba-tiba ada sebuah motor matic berhenti tepat di depan warung.  Seorang wanita yang sangat Sri kenali, nampak memutar anak kunci motor dan mematikan mesinnya.

"Sri! Bang Karmin ada?" Sulis berteriak sambil melepas helm di kepalanya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!