Nesa Callista Gambaran seorang perawat cantik, pintar dan realistis yang masuk kedalam kehidupan keluarga Wijaksono secara tidak sengaja setelah resign dari rumah sakit tempatnya bekerja selama tiga tahun terakhir. Bukan main, Nesa harus dihadapkan pada anak asuhnya Aron yang krisis kepercayaan terhadap orang lain serta kesulitan dalam mengontrol emosional akibat trauma masa lalu. Tak hanya mengalami kesulitan mengasuh anak, Nesa juga dihadapkan dengan papanya anak-anak yang sejak awal selalu bertentangan dengannya. Kompensasi yang sesuai dan gemasnya anak-anak membuat lelah Nesa terbayar, rugi kalau harus resign lagi dengan pendapatan hampir empat kali lipat dari gaji sebelumnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Demar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nongkrong
“Kok gue nggak ngerasa gimana gimana ya, atau gue yang udah mati rasa. Menurut gue biasa aja, apa gue yang kurang peka ya Nes?”
“Ha ha ha”
Nesa tidak bisa menahan untuk tidak terbahak melihat ekspresi Sahabatnya yang satu ini. Memang agak lola alias loading lama tapi jangan salah, dia ini teman paling setia loh, mereka sudah berteman sejak kuliah sekitar tujuh tahun lalu. Susah senang, bertengkar lalu baikan sudah dihadapi berulang kali. Apapun masalahnya, pada akhirnya mereka tetap saling peduli dan kembali berteman. Nesa sayang sekali dengannya.
Nana merengek kesal,
“Iss Nesa, bisa diam gak!!”
Dengan wajah cemberut Nana menggerutu. Itu terlihat lucu, Nesa tetap tertawa sembari memegangi perutnya. ‘Semakin kesal, semakin seru‘ begitu pikir Nesa.
“Gue pergi nih..” Ancamnya.
“Oke oke fine, huh gue atur nafas dulu biar ga ketawa”
Nesa menarik nafas panjang berulang kali. Sebenarnya dia masih ingin tertawa, tapi Nana akan serius meninggalkannya nanti jika tidak segera berhenti. Uh ya ampun, baru teringat selama satu minggu ini Nesa jarang sekali tertawa. Bertemu Nana merupakan mood bossternya.
“Oke lanjutin Na”
“Sampe mana tadi ceritanya?” Ucapnya loading lalu ke tatapan mata kedua besti itu bertemu.
“Fffttt Hua ha ha, ha ha ha”
Mereka tertawa terbahak bahak seperti orang gila. Dasar konyol… Untung cafe ini sedang sepi, kalau tidak orang orang akan berpikir mereka adalah pasien dengan gangguan jiwa yang melarikan diri dari rumah sakit.
“Lo sih, kebanyakan ngebucin jadi lupa sama sekitar. Kalau gue observasi nih ya, beliau itu suka ngeliatin cewek cewek yang bohai gitu. Noh lo liat dada gue, kan lumayan seksoy kan?”
Ya ampun asbunnya Nesa sungguh tidak terkira. Dengan santainya menunjuk payudaranya sendiri. Tapi ya memang sih perawan tingting satu ini bagian tubuhnya menonjol diarea tertentu. Pulen gitu loh, empuk.
“Sumpah lo Nes? Gila bisa bisanya gue ga nyadar selama ini. Wah gue mesti hati hati nih, meski dada ini rata seperti jalan tol tapi kan ga tau suatu saat tiba tiba dia berubah tipe. Ih serem ih”
Nana merinding mendengar cerita Nesa. Tak pernah terbayang dipikirannya laki laki yang selama ini kalem dan alim ternyata matanya jelalatan. Dasar lelaki buaya darat, jangan jangan dia memang mengincar sahabatnya sejak lama. Iya sih Nesa memang seksoy, tapi Nana tidak mau bilang secara langsung. Bisa melayang bestinya kalau tau Nana mengakui dirinya seksoy.
“Tapi punya lo ga kelihatan datar kok Na, kan lo pake BH yang busanya tebel hihi” Nesa terkekeh dengan ekspresi mengejek.
“Heh Nesa Calista, tutup mulut jahanam lo ya. Jangan langsung diulti dong. Biar datar begini, daya tarik gue kuat. Buktinya gue laku keras, banyak yang mau sama gue haha” Jangan harap Nana mengalah dengan Nesa, biar dada datar yang penting hidup jangan datar. Daripada menonjol seperti Nesa tapi tidak ada yang lirik, rugi dong.
Nesa hanya menanggapi dengan cengengesan dengan wajah menyebalkan. Random sekali pembahasan duo besti ini. Tapi benar kata Nana, Nesa memang buruk soal pacar pacaran. Bukan karna tidak ada yang mau, namun entah kenapa dia selalu dihadapkan dengan pria kebanyakan basa basi dan bersikap banyak menuntut padahal belum jadi siapa siapa. Untuk wanita setipe Nesa ini kurang cocok, sifatnya yang to the point membuatnya cepat bosan jika banyak berbicara tanpa arti.
“Nes, sorry gue mesti pulang duluan nih, cowok gue udah jemput”
“Loh kok buru buru banget Na, baru juga ngobrol ih” Nesa bete kalau ditinggal secepat ini
“Ga tau cowok gue ngebet banget ajak ketemu nyokapnya sekarang, katanya keburu nyokapnya pulang kampung ke Jogja. Ya gue gaslah, kapan lagi langsung dikenalin sama calon mertua”
Pemikiran seorang wanita yang sudah memasuki usia layak untuk menikah, siapa tau setelah momen pengenalan keorangtua hubungan yang sudah dijalani enam tahun ini nampak hilalnya. Nana sudah bosan pacaran terus. Dasar Nana, bosan kok sampai enam tahun. Lihat saja nanti kalau tahun ini belum ada kejelasan juga, Nana akan cari yang lain saja. Nana ini banyak yang mau loh, antri.
“Yaahh, ya udah deh” Nesa menjawab dengan lesu. Padahal sebenarnya dia belum puas mengobrol dengan bestinya.
‘Coba gue punya pacar, gue digituin juga kali ya, Ya Tuhan hidup gue kok gini gini aja ya’
“Nes, Nes, Helloooo Nesaaaaa” Nesa terhentak mendengar teriakan Nana tepat didepan wajahnya.
“Apa sih Na, lo toa banget tau ga” Nesa mendengus dengan sebal.
“Lagian lo daritadi dipanggil budeg, udah ah bye” Nana mengambil cup minumnya diatas meja lalu beranjak pergi.
“Hati hati” teriak Nesa yang entah didengar atau tidak. Karna kalau sudah bertemu pacar pasti jadi lupa daratan termasuk melupakannya. Sudah biasa itu mah, Nesa sudah hafal dengan kelakuan bestinya. Tujuh tahun berteman nih bro, luar dalam sudahhafal hihi, berhubung juga sewaktu kuliah mereka berada di kamar yang sama di asrama.
Yah sendirian lagi deh, apa Nesa pulang kampung saja ya, bosan juga kalau berdiam dikosan terus menerus. Lumayan kalau pulang kampung bisa bantu mama jualan di kios. Tapi pasti mamanya tidak akan setuju kalau Nesa tinggal di kampung. Katanya takut jadi omongan tetangga. Sudah sekolah tinggi tinggi eh malah jualan di kios. Nesa sih tidak peduli omongan orang, tapi mamanya ini loh suka kepikiran kearah situ. Nesa kan tidak tega, jadi yoweslah nurut saja kepada nyonya ratunya yang sudah janda itu. Iya, mamanya memang sudah janda sejak lima tahun yang lalu. Artinya Bapaknya Nesa meninggal saat dia sedang mengerjakan skripsi.
Saat itu adalah momen yang tidak akan pernah Nesa lupakan seumur hidupnya. Beruntung, mamanya adalah strong woman yang tetap bisa berjuang untuknya dan ketiga adiknya. Nesa sangat bersyukur punya memiliki mama seperti mamanya.
Nesa adalah anak pertama dari empat bersaudara. Didesanya memiliki empat anak adalah hal yang biasa bahkan tergolong jumlah yang pas. Biasanya tetangga satu kampung rata rata punya anak minimal lima sampai enam orang bahkan ada yang sampai 13 orang. Jika dikemudian hari Nesa diberi kesempatan untuk memiliki anak, mungkin dia akan memilih memiliki satu atau dua anak saja. KB lebih baik bukan? Bukan berarti dia menyepelekan keluarga lain dengan banyak anak. Namun Nesa harus paham kapasitas diri, finansial dan mentalnya dalam kesanggupan memenuhi tanggung jawab sebagai orang tua nantinya. Loh kok jadi mikirin kesana, pacar saja belum punya Nes… Nes.. apa ga kejauhan itu mikirmya.
“Bu mau nasi dan lele pakai sayur yaa. Seperti biasa pedes dan lelenya goreng kering” Sebelum pulang Ke Kosan Nesa singgah disalah satu warung makan langganannya untuk membeli makan malam. Dia malas kalau pulang ke kos masih harus memasak lagi. Nesa membayar senilai 13.000 rupiah, mengambil bungkusan kreseknya Ialu beranjak meninggalkan warung. Biar harganya murah makanan disini enak, sangat cocok untuk kantong dan lidahnya.