NovelToon NovelToon
Theresia & Bhaskar

Theresia & Bhaskar

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Teen Angst / Diam-Diam Cinta / Keluarga / Romansa
Popularitas:504
Nilai: 5
Nama Author: Elok Dwi Anjani

Menyukai Theresia yang sering tidak dianggap dalam keluarga gadis itu, sementara Bhaskar sendiri belum melupakan masa lalunya. Pikiran Bhaskar selalu terbayang-bayang gadis di masa lalunya. Kemudian kini ia mendekati Theresia. Alasannya cukup sederhana, karena gadis itu mirip dengan cinta pertamanya di masa lalu.

"Setiap orang ada masanya, setiap masa ada orangnya. Aku yang bodoh telah menyamakan dia dengan masa laluku yang jelas-jelas bukan masa depanku."
_Bhaskara Jasver_

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elok Dwi Anjani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Latihan

Di kamar Theresia, gadis itu sedang fokus belajar menggambar bunga anyelir di tablet Erga. Ini kedua kalinya ia mencoba alat digital untuk menggambar. Yang pertama kalinya sangatlah kaku karena memang berbeda tempat.

"Gimana? Udah terbiasa?" tanya Erga yang baru saja datang.

"Ya.. masih tetap sedikit kaku. Lo lihat aja sendiri." Theresia memberikan tablet tersebut yang langsung Erga teliti.

"Ini bunganya tanpa warna? Cuman tangkai sama daunnya doang? Terus kurang realistis. Tapi lumayan buat pemula, lo aja jarang gambar pake ginian. Padahal gambaran lo di buku bagus, di tablet kaku."

"Makasih, tapi bunganya emang putih. Kalau gua pake hape, memori gua penuh buat aplikasinya."

"Iya deh, tapi meskipun bunganya putih, bukan berarti nggak diwarnai, Re.." Erga geleng-geleng kepala melihat Theresia mengatupkan bibirnya. "Betewe, lo ikut lomba yang apa?"

"Ohh, melukis."

Sontak Erga terkejut dengan jawaban Theresia hingga menatap gadis itu tidak percaya.

"Lo beneran?" Theresia mengangguk. "Udah latihan juga?"

"Latihannya cuman waktu ekskul doang, tapi setelah pulang ujian nanti bakalan ada pelatihan setiap harinya. Jadi waktu gua nggak langsung pulang gitu aja."

"Kenapa nggak bilang ke gua?" Tiba-tiba Erga menatap Theresia dengan serius dan meletakkan tabletnya di lantai. "Nanti gua kenalin ke kenalan gua yang berkali-kali menang lomba melukis biar lo dilatih dia juga. Kan lumayan daripada di sekolah doang."

"Tapi Bu Rifa bilang kalau lukisan gua juga bagus, selain cuman gambaran-gambaran yang biasanya gua gambar di buku, lukisan gua diakui guru-guru kalau bagus. Mangkanya gua diikutin lomba ini."

Erga menghela napasnya dan mengelus rambut gadis itu dengan lembut. "Ya udah, semangat. Dan berusaha juga latihannya, yang serius!"

Gadis itu mengangguk mantap dengan mata yang penuh dengan keyakinan.

Pada malam harinya, Theresia dan Erga tidak keluar dari kamar karena fokus untuk belajar. Ujian sudah terpampang akan datangnya besok, maka dari itu mereka harus menekuni belajarnya untuk mendapatkan nilai yang bagus.

Mata yang mengantuk tidak membuat mereka berhenti. Bahkan Theresia bolak-balik dari kamar mandi untuk membasuh wajahnya agar tetap segar walaupun matanya tetap mengantuk juga.

Sementara itu, Bhaskar juga belajar dengan serius. Tidak lupa dengan bibinya yang membawakan minuman untuk majikannya. Wanita itu tersenyum melihat Bhaskar yang kembali seperti dahulu. Yang selalu tekun belajar jika tidak membaca buku ataupun menggambar. Bukannya keluyuran ke luar rumah tanpa kabar.

...••••...

Kini, hari-hari ujian telah dimulai. Banyak murid-murid yang santai saja, berambisi, bahkan bermain dengan santainya seolah-olah tidak ada ujian.

Yang Theresia dan Bhaskar lakukan sekarang adalah belajar dan belajar. Dengan terpasangnya kacamata di wajah Bhaskar dan wajah seriusnya, itu membuat laki-laki itu tampak lebih tampan.

Theresia menepuk-nepuk pipinya saat dirasa mengantuk karena kekurangan tidur. Itulah akibatnya jika semalaman begadang untuk belajar buku-buku yang ia pinjam di perpustakaan.

"Kenapa?" tanya Bhaskar yang merasa aneh dengan sikap Theresia.

"Ha? Enggak apa-apa, cuman ngantuk aja."

Setelah bel dimulainya ujian berbunyi. Banyak murid-murid yang berhamburan untuk bersiap menghadapi soal-soal yang akan diberikan.

Tampak Theresia sangat serius mengerjakannya. Berbeda dengan Bhaskar yang biasa-biasa saja dengan tangan yang lihai menulis.

Ujian memang sangat mendebarkan, apalagi pengawasnya adalah guru killer yang selalu berjalan kesana-kemari untuk mengawasi murid-muridnya.

Suasana sekolah pun yang awalnya ramai kini berubah karena waktu ujian sudah dimulai sejak tadi. Mereka fokus pada lembaran soalnya entah dari yang benar-benar serius ataupun hanya berlagak karena kebingungan.

"Waktu tertinggal sepuluh menit lagi," ucap guru pengawas tersebut yang sekarang duduk di depan dengan tatapan mata tajam.

Sontak seluruh murid di ruangan tersebut menatap Bhaskar yang berdiri terlebih dahulu dan mengumpulkan kembali soal serta jawabannya dengan tersenyum ke arah Theresia.

"Bagus, yang lain selesain juga."

Beberapa menit kemudian banyak yang mengumpulkan tetapi Theresia masih belum juga selesai. Gadis itu mengigit bibirnya sambil menyugar rambutnya dengan wajah yang serius.

Ada yang terpesona saat itu, siapa lagi jika bukan Bhaskar. Laki-laki tersenyum melihat wajah serius Theresia yang mempesona. Theresia yang menjadi objek laki-laki itu juga sadar karena Bhaskar menghadapkan bangkunya ke arahnya.

"Jangan lihatin gua kayak gitu, malah gua inget tatapan lo pertama waktu itu."

Bhaskar mengingatnya. Saat ia pertama sekolah di sini dan terpaku kepada Theresia hingga gadis itu risi ditatapnya. "Masih ingat juga."

"Itu yang duduk hadap cewek, sudah selesai terlebih dahulu dan silakan keluar agar tidak menggangu," titah pengawas tersebut.

"Baik, Bu."

Ketika Bhaskar akan beranjak, mendadak Theresia berdiri dari duduknya. Itu membuat Bhaskar terkejut hingga mendongak dan melihat wajah lega gadis itu.

Cepat-cepat Theresia mengumpulkannya. Ia terlihat sedang buru-buru, padahal masih ada sisa waktu sedikit sebelum bunyi waktu ujian selesai.

Bhaskar yang menunggu di depan kelas langsung bingung dengan Theresia yang berjalan berlawanan arah menuju gerbang sekolah untuk pulang. Laki-laki itu pun mengikuti Theresia yang berlarian.

Theresia berlarian di koridor menuju ruang ekskul melukis yang pintunya terbuka setengah. Lalu melirik Bhaskar yang mengikutinya dengan menepuk pundak laki-laki itu.

"Lo bilang ke Erga kalau pulangnya kira-kira sejam lagi. Jangan balik lagi sebelum sejam kemudian, karena gua nggak mau diganggu, kalau lo mau tahu gua ngapain, tanya aja ke Erga," pinta Theresia.

Laki-laki itu paham dan melenggang pergi melaksanakan apa yang gadis itu perintahkan sekaligus tidak ingin menggangunya.

Saat Theresia akan masuk, Bu Rifa sedang menyiapkan peralatan serta bahan melukis dengan tersenyum ke arahnya yang baru saja sampai. Napasnya terengah-engah karena berlarian.

"Sudah siap, Re?" tanya Bu Rifa yang memberikan baju ke Theresia.

"Ini baju apa, Bu?" Theresia membuka baju tersebut dan tersenyum senang melihat tulisan di bagian belakangnya.

"Kamu latihan pakai baju itu biar seragam kamu nggak kotor dan baju itu juga yang kamu gunain nanti di perlombaan," jelas Bu Rifa.

Theresia hampir tidak menyadarinya, Bu Rifa juga memakai baju yang sama dengan yang ia pegang. "Kenapa harus dipakai sekarang, Bu? Nanti di perlombaan kotor dong karena sebelumnya udah dipakai, mana nyucinya agak susah."

"Nggak apa-apa, sengaja memang, itu coraknya."

Gadis itu langsung paham dan memulai latihannya dengan serius. Bu Rifa tidak memberikan suatu objek untuk dilukis di kanvas. Tetapi sebuah tema yang harus Theresia lukis sendiri melalui imajinasinya.

Wanita itu duduk di samping Theresia dengan memerhatikan tangan gadis itu yang sibuk melukis dengan lihai. Walaupun keringat Theresia bercucuran, gadis itu tetap menfokuskan diri pada gerakan tangannya.

"Nanti kamu akan terbiasa kalau sering latihan, maaf ya kalau ibu nggak melatih kamu sebelumnya. Anak Bu Rifa sakit soalnya, sementara suami ibu lagi lembur."

"Nggak apa-apa kok, Bu. Asalkan saya benar-benar dilatih dan diarahkan dengan serius. Saya bisa melakukannya dengan cepat dan memahaminya juga."

"Makasih ya, Re.." Theresia hanya mengangguk seraya tersenyum sebentar dan kembali lagi ke kanvasnya untuk melanjutkan lukisannya.

Dibutuhkan waktu yang lumayan lama untuk berlatih. Apalagi Theresia juga harus membiasakan diri dengan kanvasnya yang berbeda dengan di buku gambar. Gadis itu hanya bisa membayangkan jika ini buku gambar namun harus lebih serius karena jika ada kesalahan akan membuatnya kebingungan.

Ditambah terdapat timer di depan kanvas yang tersisa dua puluh menit lagi. Bu Rifa sengaja memasang waktu hanya sejam, karena tema yang diberikan untuk latihan cukup mudah untuk sekarang.

"Udah?"

Theresia menatap kanvas itu yang masih banyak tempat yang kosong. "Banyak kekurangannya, Bu."

"Kamu bisa belajar dari situ terlebih dahulu, apa yang kurang? Apa yang perlu ditambah? Apa itu sudah cukup untuk diserahkan? Dan yang juri nilai nantinya itu gambaran dari imajinasi kamu kayak gimana, kesesuaian tema, tehnik, komposisi warna, kerapian dan kebersihan. Yang paling sering dilirik juga sebuah keunikan, jadi kamu harus benar-benar fokus dan berimajinasi yang dapat menarik perhatian juri. Ingat! Yang indah, bagus, kalau bisa ada makna tertentunya."

Tampak Theresia paham dengan mengangguk-anggukkan kepalanya. "Kayaknya aku harus berusaha lebih lagi deh, Bu. Soalnya banyak yang perlu dipikirin sebelum langsung menyentuh kanvas dengan cat di kuas. Setelah ujian pun langsung perlombaan, aku nggak mau mengecewakan ibu juga."

"Ibu nggak pernah kecewa ke kamu atau ke murid-murid yang lainnya, karena kalian sudah berusaha semampu kalian yang setidaknya ada kemajuan yang bisa bikin ibu seneng banget. Kita lanjut besok ya? Kamu pahami dulu yang Bu Rifa kasih tahu tadi. Sebenernya sama kayak Bu Rifa nilai kamu kalau melukis, tapi kali ini harus lebih serius dan keren lagi."

Tiba-tiba pintu terbuka dengan keras karena Bhaskar dan Erga yang entah dari mana sudah berada di ambang pintu.

"Itu kamu kayaknya udah dijemput." Bu Rifa menunjuk kedua laki-laki yang sedang bernapas terengah-engah.

"Bu, maaf sebelumnya dan terima kasih sudah meminjamkan saya jepitnya. Ini saya kembali." Bhaskar menyerahkan jepit tersebut. Ia juga melirik Theresia yang melamun memandang kanvas yang membelakanginya.

"Itu hasil latihannya?" tanya Erga yang mendekati Theresia.

Gadis itu langsung mengambil kain di belakang dan menutupinya karena malu dilihat Erga. "Iya, tapi belum sepenuhnya jadi. Mending sekarang pulang yuk?"

Merasa sedikit aneh dengan Theresia, tetapi untuk sekarang Erga tidak langsung mempertanyakannya.

Ia menyalami Bu Rifa diikuti yang lainnya dan keluar untuk segera pulang sesuai dengan permintaan gadis itu.

...••••...

...Bersambung....

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!