Masa lalu kelam Ariel Anastasia sebagai Sugar Baby sudah ia tinggalkan sejak lama. Ariel menikah dengan Wawan, lelaki yang dianggapnya baik namun berubah menjadi suami kasar yang gemar mabuk-mabukan.
Di tengah kebutuhan ekonomi yang semakin menghimpit, Wawan tak membantu malah makin gemar mabuk-mabukkan. Ariel yang membutuhkan uang untuk biaya hidup dan berobat anaknya memutuskan kembali ke dunia kelam masa lalunya.
Ariel bertemu Om Bobby, lelaki impoten yang hanya bisa terpuaskan jika dengan Ariel seorang. Bagaimana jika Ariel merasa nyaman bersama Om Bobby? Apakah Ariel akan berhasil menyembuhkan Om Bobby?
***
Bantu support Author dengan baca sejak awal sampai habis ya, jangan nunggu tamat ya 🥰🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mizzly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kisah Masa Lalu Om Bobby
Wawan memejamkan matanya sejenak mendengar perkataan Ariel yang terdengar begitu menyayat hatinya. Ariel kini sudah mencintai laki-laki lain, tak ada lagi namanya yang terukir dalam hati Ariel lagi. Benar-benar sudah terhapus sampai bersih. "Laki-laki tadi yang kamu cintai? Bos di tempat kerjamu? Apakah dia mencintai kamu seperti aku mencintaimu?" Wawan mulai menggoyahkan pendirian Ariel, sayangnya, Ariel tak semudah itu tergoyahkan.
"Iya, kamu benar. Om Bobby adalah laki-laki yang aku cintai. Meskipun aku selama ini hanya dianggap sebagai karyawannya saja, aku tak peduli. Aku tetap mencintainya. Om Bobby sudah banyak berjasa dalam hidupku. Ia juga begitu menyayangi Galang dan membuatnya tumbuh menjadi anak yang ceria bukan ketakutan,"
"Mas, antara kita sudah selesai, namun tidak benar-benar selesai. Ada Galang di antara kita yang harus kita didik agar menjadi anak yang lebih baik hidupnya dari kita berdua. Aku tahu, aku salah sudah memisahkan kamu dengan Galang. Aku minta maaf. Kalau kamu ingin bertemu Galang, kamu boleh kok bertemu dengannya. Namun, izin dahulu padaku agar aku tidak panik mencarinya seperti sekarang. Aku yang akan mengantar Galang sendiri, perlakukan Galang dengan baik agar Galang tidak takut saat bertemu denganmu. Mulai sekarang, aku ingin kita menjadi orang tua Galang yang baik dan bekerja sama untuk mendidiknya. Mas mau 'kan?" kata Ariel yang kini sudah mereda amarahnya.
Kepala Wawan tertunduk mendengar apa yang Ariel katakan. Ia sadar, Ariel kini sudah benar-benar pergi dan tak lagi mengharapkannya seperti dulu. Kesalahannya memang sangat besar sampai membuat Ariel sama sekali tak menyimpan lagi perasaan untuknya, hilang lenyap tanpa sisa.
"Kamu benar, di antara kita masih ada Galang yang menjadi tanggung jawab kita berdua." Wawan menghela nafas dalam. Membujuk Ariel pun tak akan ada gunanya. "Baiklah, aku akan mengabarimu kalau aku ingin bertemu Galang." Wawan masuk ke dalam rumah dan memberikan peralatan Galang yang ia bawa. "Jaga Galang dengan baik. Aku tak mau ia lebih sayang dengan laki-laki itu dibanding aku, Papa kandungnya sendiri."
Ariel mengangguk, ia lalu pamit dan pulang meninggalkan Wawan yang menatap Ariel dengan hati yang hampa dan teriris. Ariel sudah benar-benar pergi dan semua itu Wawan sadari karena kesalahannya.
Ariel berjalan menuju tempat mobil milik Om Bobby diparkirkan. Rumah mereka berada di dalam gang, terpaksa mobil dititip sebentar di halaman masjid. Di dalam mobil nampak Om Bobby yang sedang menggendong Galang yang tertidur pulas. Sesekali Om Bobby mengusap punggung Galang agar anak itu merasa nyaman. Ariel masuk ke dalam mobil dan menaruh perlengkapan Galang di kursi belakang.
"Biar aku saja yang gendong Galang, Om."
Om Bobby memberikan Galang pada Ariel. Ariel lalu memeluknya sambil berderai air mata. "Syukurlah kamu masih bisa bersama Mama, Nak." Ariel menciumi pipi Galang yang tertidur pulas.
"Terima kasih banyak, Om. Kalau bukan karena Om, mungkin sekarang aku dan Wawan masih bertengkar memperebutkan Galang, bukannya mengesampingkan ego kami masing-masing demi tumbuh kembang Galang," ucap Ariel dengan tulus.
Om Bobby menyalakan mesin mobil dan mengemudikan mobilnya. "Tak perlu berterima kasih padaku. Aku melakukan semua ini demi Galang. Anak itu yang menggerakkan hatiku. Aku sudah bilang bukan, Galang mengingatkanku pada masa laluku."
Ariel mengambil selembar tisu dan menghapus air matanya. Sambil memeluk Galang dengan erat, Ariel menatap Om tampan di sampingnya yang sedang konsentrasi mengemudi. Level ketampanan Om Bobby semakin bertambah saja setiap harinya. Baik, dewasa dan bijak. Entah bagaimana nasib Ariel jika tak mengenal Om Bobby.
"Maukah Om menceritakan masa lalu Om padaku?" tanya Ariel dengan tatapan penuh harap.
Om Bobby melirik sekilas ke arah Ariel. "Kisahku terlalu kelam untuk diceritakan."
"Mungkin ... Om mau berbagi sedikit agar kisah yang terlalu kelam bisa sedikit memudar? Mungkin tidak akan menjadi putih bersih, namun setidaknya dengan berbagi, kisah tersebut akan menjadi berkurang sedikit sisi kelamnya?" bujuk Ariel.
Om Bobby diam sejenak seraya tetap mengemudikan mobil. Matahari mulai tenggelam, langit orange mulai berganti menjadi gelap. Jalanan semakin macet karena banyak karyawan pulang kerja membuat volume kendaraan padat, laju kendaraan pun mulai tersendat.
Ariel memberi waktu pada Om Bobby, kalau Om Bobby mau bercerita syukur, kalau tidak, Ariel tak akan memaksa. Ariel sadar diri, siapa dirinya? Hanya wanita peliharaan yang mungkin tak akan naik derajat selamanya.
"Tak apa jika Om tak mau cerita. Aku tak akan memaksa. Aku-" Belum selesai Ariel bicara, Om Bobby sudah memotong ucapannya.
"Aku pernah berada di posisi Galang. Keluargaku adalah keluarga broken home. Papa dan Mamaku bercerai karena Papa suka mabuk dan bersikap kasar pada Mama." Om Bobby tersenyum kecil. "Sorot mata Galang tadi saat menatapku adalah sorot mataku saat dulu ketakutan dan meminta pertolongan. Galang lebih beruntung dariku, dulu ... tak ada yang menolongku sama sekali."
Om Bobby menghentikan mobilnya dan membiarkan pengendara motor menyalip di depan mobilnya. Jalanan yang macet membuat kita harus bersikap sabar, jangan terbawa emosi. Om Bobby kembali menjalankan mobilnya saat mobil di depannya sudah jalan.
"Kisah Mamaku, sama seperti kisahmu, Riel. Mamaku tak seperti kamu yang berani melawan. Mama membiarkan Papa menyakitinya sampai aku remaja. Aku yang menyuruh Mama melawan. Sudah bisa diduga, aku berakhir dengan luka lebam dan harus dilarikan ke rumah sakit dengan luka jahit di kepala. Papaku sendiri yang menyakitiku tapi Mamaku yang baik hati malah memaafkannya. Aku yang memaksa Mama untuk bercerai. Tak ada gunanya mempertahankan rumah tangga yang sudah tak sehat."
Om Bobby menempelkan kartu elektronik di pintu masuk toll lalu kembali melanjutkan ceritanya. "Setelah aku mengancam akan pergi dari rumah, barulah Mama mau menceraikan Papa. Itu pun Mama harus mendapat luka lekam yang banyak karena Papa makin menggila. Mama menikah lagi beberapa tahun kemudian dan mendapatkan suami yang amat menyayanginya, sementara Papa ... lelaki itu terus berganti pasangan. Aku sampai tak tahu apakah aku punya adik lagi atau tidak."
Jalan toll ternyata tidak terlalu macet. Keluar jalan toll, Om Bobby tak langsung pulang. Om Bobby membawa Ariel dan Galang ke restoran cepat saji kesukaan anak-anak. "Kita makan dulu ya! Kasihan Galang, dia pasti lapar sejak tadi nangis terus."
Om Bobby memarkirkan mobilnya lalu membukakan pintu untuk Ariel dan Galang. "Biar aku yang menggendongnya!"
Om Bobby membangunkan Galang yang tertidur lelap sambil memeluk Ariel dengan kencang. Rasa takut masih membekas dalam diri anak kecil yang biasanya ceria tersebut.
Dengan lembut, Om Bobby mengusap punggung Galang. "Galang Sayang, yuk bangun. Mau makan chicken tidak? Yuk, makan sama Om!"
****
terima kasih ya kak 🥰🥰🥰🥰