Cerita ini adalah fiksi dewasa yang diperuntukkan bagi pencari bacaan berbeda.
*****
Sekuel sekaligus akhir dari cerita 'Stranger From Nowhere'.
Makhluk yang sama, tempat yang sama, dengan tokoh dan roman yang berbeda.
***
Saddam kehilangan ibunya dalam sebuah kecelakaan pesawat di hutan Afrika.
Pria itu menyesali pertengkarannya dengan Sang Ibu karena ia menolak perjodohan yang sudah kesekian kali diatur untuknya.
Penasaran dengan apa yang terjadi dengan Sang Ibu, Saddam memutuskan pergi ke Afrika.
Bersama tiga orang asing yang baru diperkenalkan padanya, Saddam pergi ke hutan Afrika itu seperti layaknya mengantar nyawa.
Tugas Saddam semakin berat dengan ikutnya seorang mahasiswi kedoktoran bernama Veronica.
Seperti apa jalinan takdir mereka?
***
Contact : uwicuwi@gmail.com
IG : @juskelapa_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon juskelapa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21. Kabut Tebal
Saddam sekarang tak perlu lagi melirik Vero diam-diam. Karena wanita itu tepat berada di hadapannya sedang dalam perawatan Eko yang sekarang sudah lebih cocok menjadi asisten Vero ketimbang dirinya.
"Ko, kencengin lagi iketannya" ucap Vero.
"Segini cukup?" bisik Eko.
"Dikit lagi. Biar ga sakit, aku ga tahan"
"Dikit aja kok lukanya, gak dalem"
"Aku ga berani liatnya. Mual Ko" lirih Vero.
Percakapan Eko dan Vero yang merupakan bisikan-bisikan sangat halus itu menggantung di dalam gelapnya kabut.
Saddam merasakan ujung-ujung jarinya sudah membeku. Merasa ingin mengecek suhu udara lewat ponselnya, Saddam merogoh saku.
Sedikit kaget melihat tanda silang di sudut kanan ponselnya, Saddam kembali memasukkan benda itu ke dalam salah satu kantong ransel yang sedang dibawanya.
"Heran, padahal di pos penjaga hutan sinyal ponsel penuh dan baik-baik aja. Rasanya baru sebentar jalan masuk ke hutan ini, tapi udah ga ada sinyal sama sekali" Saddam membatin.
Saddam melirik Rizky yang sepertinya masih memijat-mijat kaki kanannya yang baru saja terbebas dari jepitan akar pohon.
Pria itu duduk di tanah dengan wajah meringis. Rully meraba dan memandangi anak panah yang berada di dalam genggamannya.
Saddam menajamkan telinganya, sedari tadi dirinya sama sekali tidak ada mendengar suara aneh apa pun.
Sunyi senyap. Bahkan angin pun tak ada berhembus.
Saddam memperhatikan Vero yang tak mau menoleh ke arah lukanya sedikit pun. Saddam bisa mengambil kesimpulan jika wanita itu memang tak tahan melihat darah.
"Sebenarnya mereka itu apa sih Pak?" tanya Eko tiba-tiba. Semua yang berada di sana mendengar yang baru saja dikatakan Eko karena kesemuanya menoleh ke arah Saddam seperti hendak menunggu jawaban.
"Harusnya mereka udah ga ada," desis Saddam.
Dari arah depan terlihat Osas melambai di bawah remangnya cahaya dari langit yang tertutup pepohonan.
"Lanjut?" tanya Rully yang mengarah pada Saddam.
"Ayo" jawab Saddam seraya mencolek Eko di sebelahnya dan mulai bangkit berjalan mengendap-endap mengikuti Osas yang berada di depan.
Sebelum benar-benar melangkahkan kakinya, Saddam sempat melirik ke arah Vero yang masih terus sibuk menekan lukanya.
Saddam mendengar Ndaka berbicara dalam bahasa Inggris kepada Rizky bahwa mereka sekarang harus menuju daerah reruntuhan pesawat.
Rizky yang tampaknya masih meringis karena rasa ngilunya hanya menjawab Ndaka dalam gumaman.
...--oOo--...
Sesaat sebelum cahaya dari langit benar-benar menghilang mereka sampai di sebuah bangkai pesawat yang nyaris tinggal setengah.
Tanaman merambat tampak sudah keluar masuk di antara jendela pesawat yang pecah. Hamparan pelepah dedaunan yang berwarna coklat karena membusuk tampak menutupi badan pesawat dan cat yang menuliskan nama maskapai malang itu.
Saddam berhenti sesaat menatap reruntuhan pesawat itu. Rully berjalan mendahuluinya. Eko dan Vero berhenti tepat di belakang Saddam.
Keempat pemandu mereka telah berada di posisi paling dekat dengan bangkai pesawat.
Semua pemandu mulai menurunkan bawaan masing-masing dengan suara seminim mungkin.
Saking sepinya suasana saat itu, suara helaan nafas setiap orang terdengar dengan sangat jelas.
Suhu sepertinya semakin melorot dilihat dari uap yang dikeluarkan setiap kali mereka semua membuka mulut untuk menghela nafas.
Eko menggosokkan tangannya yang tanpa sarung tangan berkali-kali untuk mendapatkan hawa hangat dari tangannya.
"We spend the night here, Sir" tukas Osas sambil mengeluarkan sebuah benda panjang dari ransel besar yang dibawanya.
Osas mengatakan mereka bermalam di sana malam ini.
"We do have to spend the night here" sahut Ndaka tanpa diminta.
Ndaka mengatakan jika mereka semua memang harus bermalam di sana malam ini.
Saddam masih berdiri tertegun memandangi bangkai pesawat yang membawa Ibunya ke negara itu terakhir kali.
Dadanya terasa sesak dan matanya terasa memanas. Beringsut dia menjauhi lokasi mereka untuk mencari tempat duduk bersandar.
Dilihatnya Vero yang mengerling ke arahnya seperti sedang menyadari suasana hatinya saat itu.
Mata wanita itu seperti memancarkan sorot kasihan padanya. Atau memang itu hanya perasaan Saddam saja? Ah... dia tak mau ambil pusing sekarang.
Dadanya semakin terasa menyesakkan.
Di sebuah pohon yang terletak beberapa meter dari tiga orang porter mereka yang sedang mendirikan tenda, Saddam duduk bersandar menghenyakkan tubuhnya.
Ranselnya terletak tak jauh dari kakinya.
Wajah mereka semua terlihat sama malam itu, wajah lelah yang bercampur dengan ketegangan.
Rully berdiri mengitari para porter yang sedang sibuk mendirikan tenda sambil mengamati keadaan sekeliling bangkai pesawat yang terlihat menyeramkan di kegelapan.
Ndaka masih terlihat memijit-mijit kaki Rizky yang sebenarnya sekarang sudah terlihat jauh lebih baik.
Mereka duduk dengan jarak yang lumayan jauh dari orang-orang yang sedang sibuk di dekat lokasi pesawat.
Rully berpikir sepertinya Ndaka melayani Rizky hanya untuk menghindar membantu ketiga temannya mendirikan tenda.
Dan ketika mata Rully mencari sosok Saddam yang sekarang terlihat menjauh hingga ke bagian belakang pohon dari arah mereka datang tadi, Rully mengikutinya.
Saddam sedari tadi hanya membisu menatap bangkai pesawat di hadapan mereka. Rully sedikit mengkhawatirkan pria itu.
Dengan langkah yang nyaris tak terdengar, Rully berjalan mengendap-endap di belakang Saddam.
Langkahnya terhenti saat Saddam berdiri di balik sebuah pohon yang ternyata tak jauh dari Ndaka dan Rizky yang sedang berbicara.
"She is my girlfriend" ujar Rizky dalam bisikan yang bisa didengar jelas oleh Rully. Sepertinya Rizky sedang membicarakan Vero.
Sekilas Rully menoleh dari balik pohon untuk mengecek apakah Vero juga mendengar perkataan pria itu barusan.
Sepertinya Vero tidak mendengar karena dilihatnya wanita itu sibuk mengeluarkan isi ransel bersama Eko.
Saddam berdiri dalam diam menyimak perkataan Rizky.
"She is beautiful Sir," sahut Ndaka.
"Of course. Beautiful and wild. You know what I mean" Rizky terkekeh.
Ndaka ikut tertawa pelan saat mendengar jawaban Rizky yang mengatakan selain cantik, Vero juga liar.
Rully yang sedikit terperanjat mendengar perkataan Rizky, melihat ke arah Saddam yang masih berdiri mematung di balik pohon.
"We will sleep together in the tent. The forest is so cold, and you know what the best thing to do?" tanya Rizky masih sambil tertawa pelan.
Ndaka tertawa-tawa saat mendengar perkataan Rizky bahwa dia akan tidur si tenda bersama Vero dan akan melakukan hal yang menurutnya cocok dilakukan pada saat udara dingin.
"I know it," Ndaka tertawa setengah mengejek.
Vero sedang dilecehkan oleh Rizky sekarang. Meski hal itu belum terjadi, Rully tidak senang mendengarnya.
Belum selesai lagi hal yang dipikirkannya barusan, Rully sudah melihat Saddam melangkah keluar dari balik pohon menuju ke arah Rizky dan Ndaka yang masih tertawa-tawa.
"Dasar ga tau malu!!!" seru Saddam.
Rizky dan Ndaka terkejut.
"Apa sih lu!! Ngagetin orang aja!!" teriak Rizky.
"Mulut lu ga bisa ngomong yang bener sebentar aja??" raung Saddam.
"Bukan urusan lu juga!! Ga ada hak lu merintah-merintah gua!! Tai lu!!" maki Rizky.
BUGG!!!
Sebuah tinju mendarat di pipi kiri Rizky.
"Tau lu cuma melecehkan perempuan yang katanya lu suka! Najis!! Banci lu!" cerca Saddam.
Dalam sekejab Rizky menerkam Saddam dan memojokkannya ke sebuah pohon.
"Berentiiiiiii!! Gua mau kalian berdua berenti. Gua ga tau masalahnya apa. Tapi gua mulai ga suka cara lu yang kasar dan suka main tangan duluan Dam!! Sorry!!" Vero menarik Rizky ke arahnya.
Rizky berdiri di sebelah Vero sambil mengusap-usap dagunya yang baru saja diberi bogem mentah oleh Saddam.
Seperti seorang anak kecil yang baru saja dibela ibunya, Rizky memandang sinis pada Saddam.
Ndaka yang terlihat syok dan terperanjat hanya berdiri mematung.
Rully melangkahkan kakinya menghadapi tiga manusia yang sedang berdiri membentuk segitiga di hadapannya.
Matanya perlahan menatap manusia-manusia yang semua sedang berada dalam emosi dan kelelahan.
Saddam menjauhi Vero dan Rizky sambil membetulkan letak kerah jaketnya yang berantakan karena renggutan tangan Rizky sesaat tadi.
Pria itu cuma menghela nafas kasar seraya menatap Vero kemudian berjalan mendekati ketiga porter yang sepertinya sudah mulai terbiasa dengan keributan mereka.
Rully menghembuskan uap nafasnya ke udara. Dirinya terlalu lelah untuk menjelaskan pada Vero tentang duduk persoalan saat itu.
Dan Saddam yang terlihat tidak peduli bagaimana orang menilai dirinya sekarang ikut membantu para porter menyiapkan tempat mereka tidur malam itu.
...***...
...Mohon dukungan atas karyaku dengan like, comment atau vote ...