Prolog :
Nama ku Anjani Tirtania Ganendra biasa di panggil Jani oleh keluarga dan teman-temanku. Sosok ku seperti tidak terlihat oleh orang lain, aku penyendiri dan pemalu. Merasa selalu membebani banyak orang dalam menjalani kehidupan ku selama ini.
Jangan tanya alasannya, semua terjadi begitu saja karena kehidupan nahas yang harus aku jalani sebagai takdir ku.
Bukan tidak berusaha keluar dari kubangan penuh penderitaan ini, segala cara yang aku lakukan rasanya tidak pernah menemukan titik terang untuk aku jadikan pijakan hidup yang lebih baik. Semua mengarah pada hal mengerikan lain yang sungguh aku tidak ingin menjalaninya.
Selamat menikmati perjalanan kisah ku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Yani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Wanita Gila
“Loh….kok sudah bangun Jan?” Calvin merentangkan tangannya tapi tidak di tanggapi oleh Jani yang masih merasa malu dan canggung. “Gak di peluk nih suaminya.”
“Gak ahh…Jani mau buat jus.” Ucapnya sambil melangkah menuju dapur yang tidak jauh. Dengan santai Jani membuka kulkas yang tertutup rapat. “Apa nih Kak…ehhh….Mas.” Matanya berbinar-binar.
“Apa sayang….” Jani berjalan sambil senyum-senyum memegang kotak kecil yang di ambilnya dari dalam kulkas. Di tempelkannya di pipi Calvin yang bersemu kemerahan merasa malu. “Dingin Jan.”
“Buka yah….” Calvin mengangguk. “Ngapain sih taro-taro di kulkas.” Hanya itu tempat yang Jani datangi setiap pagi tidak pernah absen.
“Waaoowwww…..”
Matanya membulat dengan sempurna.
“Untuk Jani Kak?” Calvin hanya memandangi Jani yang terlihat sangat antusias.
“Suka Jan?” Mengangguk seperti anak kecil yang sedang kegirangan. “Sini Mas pakaikan.” Jani mengulurkan tangan kirinya. “Cantik banget di pake kamu Jan.”
“Iya Mas, cantik.” Jemari Calvin sudah berpindah ke pipi Jani. “Makasih yas Mas, kok tiba-tiba sih kasih Jani hadiah?” Calvin menarik pinggul Jani memeluknya erat. Menyandarkan kepalanya di perut Jani dengan nyaman.
“Itu hadiah karena kau baik-baik saja. Karena sudah menjaga kesehatan mu dengan baik sayang.” Jani memanyunkan bibirnya merasa tersanjung sekaligus kesenangan.
“Memang ada hadiah karena menjaga diri sendiri?” Calvin mendongak, matanya menatap Jani dengan penuh cinta. “Tapi terimakasih banyak ya Mas.”
“Semua yang aku miliki ini milik mu juga sayang. Jadi jangan sungkan dan merasa tidak enak padaku. Kau bisa minta apa saja yang kau inginkan sayang.” Jani mendudukan tubuhnya di pangkuan Calvin yang menarik tubuhnya ke pangkuannya.
“Jani sudah di urus dengan baik. Mau apalagi Mas, Jani sudah punya semua yang sebelumnya tidak pernah Jani bisa miliki walaupun sudah kerja mati-matian.” Mendengar nya membuat Calvin merasa sedih dan kesal.
“Aku sangat beruntung menemukan mu Jan, aku tidak salah menikahimu. Aku merasa menikahimu ini salah satu keberhasilan dalam hidup ku.”
“Ihhh…gombal aja sih Mas Vin ini.” Calvin membulatkan matanya, tiba-tiba cubitan kecil mendarat di lengannya. “Hehehehe….sakit yah?” Calvin malah mencium punggung tangan Jani yang sedang terlihat canggung.
“Lakukan apa saja sayang, asal jangan pernah punya pikiran untuk meninggalkan ku. Karena aku akan bisa menemukan mu dimanapun kau berada.”
Pagi ini mereka memadu kasih layaknya suami istri pada umumnya, sudah tidak ada lagi benteng yang menghalangi keduanya yang sudah sama-sama jatuh cinta dan saling percaya satu sama lain sepenuhnya.
***
“Kenapa wajahmu merah begitu Jan? Sakit?” Tanya Naya sambil menempelkan punggung tangannya di kening Jani. “Tapi sama kok.” Jani tidak kuasa menatap mata Naya, takut ketahuan karena dirinya sedang berbinar-binar merasa bahagia.
Jani merasa perannya sebagai Istri sudah sempurna, bahagia karena dirinya sudah bisa mengatasi semua keadaan dan menjadikan dirinya Istri yang sesungguhnya.
“Kayaknya karena di luar panas tadi Nay.” Jawab Jani sekenanya. “Naya sudah sarapan?” Tanya Jani menyodorkan roti lapis yang dirinya bawa. Bekal yang di bawakan Bibi pagi tadi.
“Kamu bikin sendiri Jan?” Jani hanya tersenyum.
“Yang buatkan pekerjanya tentu saja Nay, kau kapan-kapan main ke rumah nya, ajak aku, aku juga ingin ke rumah Jani sekali-kali.”
“Memang belum pernah ke sana Xel?” Axel menggeleng, Naya menatap Jani heran. “Kan kalian sahabatan kan? Apalagi Axel menaruh hati padamu, kok gak pernah main?” Berbisik di telinga Jani agar Axel tidak mendengarnya.
Jani hanya tersenyum canggung, bingung harus menjawab apa pertanyaan Naya ini. “Kapan-kapan aku ajak kalian mampir, tapi jangan sekarang ya Nay.” Naya mengangguk.
“Jangan memanfaatkan aku yah kau. Usaha sendiri supaya Jani jatuh cinta padamu.” Sinis Naya karena merasa Axel ingin dirinya membantu cintanya yang bertepuk sebelah tangan.
Tidak terasa waktu istirahat sudah tiba, Jani bergandengan dengan Naya menuju kantin di temani Axel dan beberapa karyawan yang juga menuju ke kantin.
“Ada apa sih ribut-ribut di lobby?” Jani dan Naya berhenti sejenak ikut nimbrung di keramaian yang memadati lobby utama Gedung.
“Siapa dia Bu?” Tanya Naya pada Bu Sasa yang sudah ada di sana duluan.
“Katanya mantan pacar nya Pak Calvin, dia teriak-teriak minta di ijinkan masuk ke ruangan Pak Calvin.” Naya yang penasaran melepaskan pautan tangannya dari lengan Jani mendekati Bu Sasa. Axel berdiri di sisi Jani.
“Mau ikut melihat kejadian aneh ini? Gak mau ke kantin aja?” Ucap Axel yang tidak mau Jani sedih.
Jani menatap Axel sebelum memutuskan untuk melihat atau tidak wanita yang sedang mereka bicarakan. “Ke kantin saja, tidak perlu buang-buang waktu untuk hal yang tidak penting seperti ini.”
Axel menarik paksa tangan Jani agar pergi dari kerumunan yang cukup mengganggu. Di sana banyak yang melihat, bisa saja Calvin kehilangan control dirinya jika tahu ada Jani di sana. Axel hanya ingin menyelamatkan Jani dari perasaan cemburu yang menyakitkan.
“Kau tidak bosan membuat keributan terus menerus?” Tegur Calvin yang sudah ada di lokasi keributan.
Wanita yang Ara tahan sejak tadi langsung berlari manja memeluk Calvin. Tangan Calvin terlihat jelas mencoba melepaskan pelukkan wanita gila yang kembali seenaknya.
“Aku minta maaf Vin, aku janji tidak akan mengulangi kesalahan ku lagi. Aku akan terus ada di sisi mu dan kita akan menikah.” Ucapnya dengan percaya diri.
Beberapa karyawan sudah pergi tidak mau ikut campur urusan Bos nya, kecuali Naya dan Bu Sasa yang masih ada di lobby pura-pura sedang mengobrol dengan santai padahal sedang menguping.
Calvin merogoh saku mengambil ponsel dan membuka galeri ponselnya.
“Kau Gila! Kenapa kau mencampakan ku Vin? Kenapa kau tega menikah dengan gadis jelek ini.” Ucapnya cukup keras membuat Sasa dan Naya terkejut setengah mati.
“Aku sudah menikah, seperti yang kau lihat.” Ara melihat sekeliling memperhatikan siapa saja yang ada di sana, tapi Calvin sendiri sepertinya memang tidak mau lagi menutupi pernikahannya dengan Jani.
“Jadi aku harap kau tidak kembali lagi ke sini dan membuat keributan.” Maura menghela nafasnya dalam. Tangannya mencoba meraih tangan Calvin yang menolaknya dengan tegas. “Cukup Ra.”
“Aku tahu kesalahan ku sangat fatal dan tidak bisa di maafkan dengan mudah. Aku tahu aku melakukan kesalahan bodoh yang pasti sangat menyakitimu Vin, tapi aku tidak mau kehilangan mu sayang. Aku mencintaimu, kau satu-satunya laki-laki yang aku miliki dan aku cintai.” Rengeknya manja sambil tersedu-sedu.
“Kau sudah tidak ada lagi di dalam hidup ku, sebaiknya kau pergi dan jangan pernah kembali lagi.” Calvin meninggalkan Maura yang masih meradang dengan segala amarahnya.
“Calvin….Calvin…Vin….Akkhhhh….lepaskan! Kau akan menyesal sudah menyakitiku! Aku tidak akan membiarkan kehidupan mu bahagia, kau milikku! Tidak ada wanita lain yang bisa menjadi Istrimu selain aku!” Teriaknya di lobby utama karena penjagaan ketat yang sulit dirinya terobos.
Ada satu lagi wanita yang hatinya sedang sakit mendengar Calvin sudah menikah, dia Sofia. Pegawai lama Calvin yang sudah menaruh hati pada Calvin selama ini.
Bagai tersambar petir di siang bolong. Kebahagiaan yang awalnya dirinya rasakan karena Calvin menolak wanita gila yang mengaku masih mencintainya berakhir menjadi kesedihan mendengar Calvin sudah beristri.
“Sof….hey….kamu gak papa?” Tanya sahabatnya melihat Sofia mematung di tempatnya. “Gak papa kan?”
Sofia tersenyum canggung sambil menahan malu. Dia sering menceritakan hal-hal klise pada teman-temannya jika Calvin menyukai dirinya.
“Kau pasti sangat terkejut yah? Sabar ya Sof, mungin Pak Calvin selama ini hanya menggodamu.” Sofia mencoba menyembunyikan amarahnya, selama ini semua sahabatnya mengenal dirinya wanita yang sangat baik dan lemah lembut.
“Kabar mengejutkan….dengar…dengar…..” Naya dengan antusias menghampiri Jani yang sedang duduk bersama beberapa orang lain menikmati makan siangnya.
“Kalian tau….Pak Calvin….” Naya menghela nafasnya sambil mengusap dadanya sendiri. “Pak Calvin sudah menikah…..” Yang lain terkejut kecuali Jani dan Axel.
“Kalian berdua tidak kaget?”
“"Kaget Kak...hehehe...." Tawa Jani canggung. Axel hanya menatap dalam diam sambil menyeruput kuah sup iga nya yang masih panas.
"Kaget kan....kaget kan....Aku dan Bu Sasa juga kaget tadi. Dia menikah tapi kita gak ada yang tahu kan." Jani deg dengan sekali saat ini.
Istrinya duduk di samping mu Nay.
Axel hanya bisa bicara dalam hati, Jani pasti tidak enak hati. Dia pasti merasa seperti sedang berbohong pada semua orang. Sejauh ini Axel tidak pernah melihat Jani melakukan hal buruk, dia selalu perduli pada orang lain meski harus mengorbankan dirinya sendiri.
"Kira-kira siapa yah Istri Pak Calvin? Aku penasaran, dia pasti wanita yang cantik jelita ya Jan. Tidak mungkin wanita seperti kita ini kan.....hahahahaha......" Jani ikut tertawa saja karena dia kebingungan harus bersikap seperti apa.
“Istriku wanita yang sangat cantik dan sederhana.”
Uhukkkk….uhukkkk….uhukkkkk…..
“Pelan-pelan Jan.” Calvin menyodorkan air putih yang sudah ada di meja Jani.
Jani berkontak mata dengan Calvin, meminta Calvin tidak terlalu ketara. “Aku memang sudah menikah, akan aku umumkan jika memang waktunya sudah tepat.” Setelah itu Calvin pergi membuat semua orang terperangah dengan kejujurannya mengakui statusnya.
“Keren banget…..” Naya tidak bisa berkata-kata lagi melihat kegagahan Calvin yang selalu bersikap sesuai porsinya. “Ahhhhkkkk….sisakan satu saja untukku ya Tuhan yang seperti pak Calvin.”
Yang lain hanya geleng kepala melihat tingkah Naya yang menggemaskan.