Terjebak Cinta Istri Istri Kesepian

Kamal tertegun sampai matanya hampir tak berkedip begitu mendapat pertanyaan yang menguji jiwa laki-lakinya.

Pikirannya seketika kacau dan rasa resah langsung menyeruak dalam benaknya, membuat anak muda itu terlihat salah tingkah.

"Kalau bercanda jangan kejauhan deh, Mbak," ujar Kamal mencoba menolak penawaran yang jarang sekali didpatkan oleh kaum pria. "Nanti kalau aku nagih, Mbak Tiwi pasti akan mengelak, terus bilang hanya cuma bercanda."

Tiwi lantas tersenyum lebar. "Yang akan mengelak siapa?" Tiwi malah kembali melempar pertanyaan yang membuat lawan bicaranya terpaku. "Kalau kamu nggak percaya, gimana kalau sekarang kita sewa hotel?"

Mata Kamal kembali melebar. Dia mencoba mencari kebohongan dari mata lawan bicaranya, tapi anak itu tidak menemukan apa-apa selain wajah serius kalau wanita yang bersamanya memang sedang tidak bercanda.

"Duh, Mbak, udah deh jangan mancing-mancing," lagi-lagi Kamal bersikap tidak mempercayainya. "Aku laki-laki normal loh, Mbak. Aku nggak mau nanti Mbak Tiwi malah menyesal jika aku sudah merenggut kesucian Mbak Tiwi."

Tiwi kembali tersenyum lebar. "Ya udah, renggut aja sekarang," diluar dugaan, Tiwi justru semakin memantang. "Justru karena aku tahu, kamu laki-laki normal, makanya aku nantangin."

"Aduh, udah deh, Mbak, jangan bahas kaya gitu mulu" Kamal benar-benar melakukan penolakan secara halus. "aku nggak mau nanti ke depannya, Mbak Tiwi akan menyesal karena itu."

"Menyesal?" Tiwi melempar tatapan, menuntut penjelasan. "Menyesal yang bagaiamana?"

Kamal terdiam. Dia tidak langsung menjawab. Anak muda itu menyesap rokoknya dalam-dalam, lalu mematikan rokok tersebut dengan cara memasukan ke dalam gelas plastik yang isinya telah dia habiskan.

"Mahkota wanita itu aset, Mbak, harusnya Mbak menyerahkan mahkota kamu, kepada laki-laki yang tepat, yang Mbak sukai dan dia juga sayang sama Mbak Tiwi. Bukannya malah menyerahkan dengan mudah kepada lelaki yang baru dikenal dua hari. Mungkin Mbak Tiwi berpikir, aku ini pria munafik ya, Mbak. Nggak apa-apa aku dituduh begitu. Aku cuma nggak mau menambah beban yang sedang kamu alami dalam rumah tangga kamu, Mbak, itu saja."

Kali ini Tiwi terdiam, mencerna ucapan lawan bicaranya sambil menatap pria itu. Tak lama setelahnya, wanita itu malah tersenyum dan melempar pandangan ke arah lain.

"Apa kamu nggak sadar, kenapa aku menantang kamu untuk merenggut mahkotaku?" ucap Tiwi. "Apa mungkin kamu memang tidak peka?"

"Tidak peka?" Kamal kembali melempar tatapan menuntut penjelasan lebih. Tiwi mengangguk sembari membalas tatapan anak muda itu. "Tidak peka bagaimana, Mbak? Yang aku katakan memang benar kan?

"Aku tahu, apa yang kamu katakan itu memang benar," balas Tiwi. "Tapi kamu juga nggak peka. Apa kamu nggak tahu, kalau cewek sudah mau menyerahkan segalanya buat kamu, termasuk berani melepas baju dihadapan kamu terus tubuhnya rela dinikmati oleh kamu secara gratis, berarti cewek itu menaruh hati sama kamu."

"Apa!" kali ini kamal malah nampak syok mendengarnya. "Menaruh hati? Maksud Mbak Tiwi, cewek itu suka sama aku gitu?"

Dengan entengnya Tiwi langsung mengangguk. "Apa kamu nggak tahu hal semudah itu?" tanya Tiwi heran. "Cewek, kalau sudah menyerahkan segalanya, berarti cewek itu sangat suka sama kamu. Udah banyak kok contohnya, cewek yang mau menyerahkan kesuciannya demi menyenangkan hati pacarnya. Bahkan anak yang lebih muda dari kita, sudah banyak yang melakukannya. Apa kamu nggak tahu?"

Kali ini Kamal mengangguk begitu mencerna ucapan lawan bicaranya. Namun, pikirannya jadi berkelana, memikirkan dua wanita yang sebelumnya membuat Kamal merasakan kenikmatan yang luar biasa. Dari situ Kamal jadi bertanya-tanya, apa mungkin Mbak Salma dan Mbak Fika juga menaruh hati kepadanya.

"Tapi masa baru kenal beberapa hari, udah langsung suka?" Kamal masih meragukannya. "Kayanya nggak mungkin deh, Mbak."

Kali ini Tiwi malah tertawa. "Hahaha... ya sangat mungkin, Kamal," ucapnya gemas sendiri. "Kamu tahu nggak, yang namanya cinta pada pandangan pertama? apa lagi kamu tuh ganteng, Mal, jadi wajar aura kamu bisa dengan mudah membuat orang menyukai kamu meski baru pertama kali melihat kamu."

Lagi-lagi Kamal terdiam sembari mencerna ucapan lawan bicaranya.

"Mungkin kamu juga nggak tahu, kalau cowok selingkuh biasanya itu karena hasrat dan tidak memakai hati, tapi kalau cewek yang selingkuh sampai mau ditidurin pria selingkuhannya, mereka justru banyak yang pakai hati. Ibaratnya cewek itu berarti sudah tidak mencintai suaminya karena cewek itu telah jatuh cinta pada pria lain sampai rela menyerahkan segalanya pada pria yang menjadi selingkuhannya. Kebanyakan seperti itu, Mal."

Kamal semakin merenung. Kali ini pikirannya dipenuhi oleh dua nama wanita lain yang baru dia kenal tapi sudah mengajak Kamal untuk berkeringat bersama.

"Terus, Mbak Tiwi ngajakin aku kaya gitu, apa Mbak suka sama aku?" dengan polosnya Kamal malah menanyakan hal yang membuat Tiwi kembali tersenyum lebar.

"Masa hal seperti itu harus kamu tanyakan si, Mal?" balas Tiwi. "Tapi bagus juga sih pertanyaan kamu. Ya, aku memang menyukai kamu sejak kemarin kamu menolongku. Aku selalu merasa bahagia jika bersama kamu dan gelisah jika wajah kamu tidak nampak di hadapanku. Makanya, aku tadi siang, menghampiri kamu sampai berani masuk ke kamar kamu, itu semua karena aku rindu sama kamu, Kamal."

Kamal kembali terperangah. Seketika dia salah tingkah dan dia merasa tidak percaya kalau dia berada dalam keadaan yang membuatnya bingung.

"Jika diperhatikan dari sikap kamu saat ini, aku yakin, kamu pasti sudah punya cewek," terka Tiwi.

"Kata siapa?" Kamal malah langsung memberikan bantahan. "Aku kan pernah cerita kalu aku lagi jomblo. Mbak tiwi nggak percaya?"

"Bukannya tidak percaya," Tiwi balik membantahnya. "Aku merasa kamu tidak menyukaiku. Jadi kamu kaya orang bingung gitu dan menolak ajakanku. Pasti karena di hati kamu sudah ada cewek lain kan?

Kamal menggeleng. "Tidak," dia terpaksa menjawab seperti itu karena dia sendiri belum bisa memastikan isi hati Mbak Salma dan Mbak Fika. "Ya udah deh, Mbak, kita pulang aja, yuk, mumpung masih jam segini."

"Kamu yakin menolak penawaranku?" Tiwi malah kembali menegaskan penawarannya "Kalau kamu mau, ayo kita cari hotel. Apa kamu mau main di rumahku aja?"

"Aduh, jangan bahas itu dulu deh, Mbak," protes Kamal. "Nanti kalau hatiku sudah mantap, aku pasti akan nagih itu sama kamu. Aku cuma nggak mau, dicap sebagai perusak rumah tangga orang."

"Tapi kan rumah tanggaku emang sudah rusak, Mal," Tiwi msih tetap berusaha membuat Kamal takluk. "Kamu bahkan sudah tahu semuanya."

"Tapi kan status Mbak Tiwi sampai saat ini masih jelas, menjadi istri orang. Udah deh Mbak, ayok kita pulang, kita bahas besok lagi."

Tiwi langsung mendengus dan dengan berat hati wanita itu bangkit dan melangkah mengkuti Kamal yang memilih jalan duluan.