Selina harus menerima kenyataan bahwa dirinya ternyata menjadi istri kedua. Tristan suaminya ternyata telah menikah siri sebelum ia mempersuntingnya.
Namun, Selina harus berjuang untuk mendapatkan cinta sang suami, hingga ia tersadar bahwa cinta Tristan sudah habis untuk istri pertamanya.
Selina memilih menyerah dan mencoba kembali menata hidupnya. Perubahan Selina membuat Tristan perlahan justru tertarik padanya. Namun, Selina yang sudah lama patah hati memutuskan untuk meminta berpisah.
Di tengah perjuangannya mencari kebebasan, Sellina menemukan cinta yang berani dan menggairahkan. Namun, kebahagiaan itu terasa rapuh, terancam oleh trauma masa lalu dan bayangan mantan suami yang tak rela melepaskannya.
Akankah Sellina mampu meraih kebahagiaannya sendiri, atau takdir telah menyiapkan jalan yang berbeda?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uswatun Kh@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
01. Batas ambang kesabaran Selina
''Aahhhk ... lebih keras, Mas!''
''Iya sayang. Aku pasti akan memuaskanmu.''
''Aaahhhk!''
Sellina menggigit bibir, mencoba meredam gejolak di dadanya. Desahan itu bagai pisau yang mengiris setiap inci harga dirinya. Ayat-ayat suci Al-Quran yang dilantunkannya bagai tameng melindungi hatinya dari badai yang mengamuk di ruang sebelah.
Hampir setiap malam, Selina harus menjadi penonton bisu drama rumah tangganya sendiri. Di ruang sebelah, Tristan suaminya, dan istri pertamanya tengah menari dalam alunan kenikmatan yang tak pernah sekalipun ia kecap.
''Aaahk ....''
Puncak kepuasan itu seolah mengejek kesabarannya yang kian menipis.
Selina Amani Fadiyah, gadis 23 tahun yang cantik lagi salehah itu hanya bisa memejamkan mata, mencoba mengusir bayangan yang menghantuinya.
Dua tahun sudah ia menjadi istri Tristan, namun selama itu pula sentuhan suami bagai mimpi yang tak pernah menjadi nyata.
Lirik jam dinding, hatinya mencelos. ''Kebiasaan. Baru juga jam sembilan, udah pada gak sabar aja.''
Sebuah senyum getir menghiasi bibir Selina sebelum kembali melanjutkan bacaan Al-Qurannya.
Dua tahun lalu, pernikahannya dengan Tristan, pemuda mapan dan tampan dari keluarga terpandang, terasa seperti gerbang menuju kebahagiaan.
Dijodohkan, Selina awalnya mengira keberuntungan berpihak padanya. Namun, kenyataan pahit menghantamnya tanpa ampun. Ia hanyalah istri kedua, yang tak pernah dianggap.
Tristan ternyata sudah mengikat janji dengan Reykha kekasihnya secara siri. Penolakan orang tua Tristan terhadap Reykha menjadi alasan di balik perjodohan ini. Terjebak dalam tekanan keluarga, Tristan akhirnya menerima Selina sebagai istri.
Awalnya Selina tak terima dengan kebohongan yang telah Tristan lakukan. Namun, wajah kedua orang tuanya, bayangan kesedihan yang mungkin terpancar jika mereka tahu kebenarannya, mengalahkan egonya. Selina memilih bungkam, memendam derita seorang diri.
Usai mengaji, Selina menuruni tangga menuju dapur. Langkahnya gontai, seolah beban yang dipikulnya terlalu berat. Dibukanya lemari es perlahan, mencari ketenangan dalam dinginnya botol susu. Dituangkannya susu ke dalam gelas, lalu duduk di kursi, meneguknya perlahan.
''Selina, kamu masih bangun ternyata?''
Suara Reykha memecah keheningan. Wanita itu hanya menggunakan kimono tidur, namun mata Selina terpaku pada tanda merah yang menghiasi lehernya. Jijik merayapi hatinya, melihat bukti kemesraan yang bukan haknya.
Reykha menyadari tatapan Selina, segera menutupi lehernya dengan senyum tipis. ''Maaf ya, Selina. Kami pasti mengganggu tidurmu.''
Selina mendengus sinis. ''Gak perlu minta maaf. Lagi pula sejak kapan aku tidur jam segini? Kalian aja yang kesorean.''
Diletakkannya gelas kosong di wastafel, hendak berlalu.
''Kamu kenapa, Selina?'' Reykha menghentikannya. ''Ada masalah? Kok kamu beda dari biasanya? Kamu juga gak buatkan mas Tristan susu hangat? Tiap jam segini kan mas Tristan selalu minum susu hangat buatanmu.''
Reykha tampak bingung dengan perubahan sikap Selina yang tiba-tiba. Biasanya tanpa diminta, Selina sudah menyiapkan susu hangat untuk Tristan, meletakkannya di meja makan agar Reykha yang mengantarkan ke ruang kerja suaminya itu. Namun, malam ini, sikap dingin Selina membuatnya bertanya-tanya.
Di dalam hati Selina, ia menggerutu, ''Kau kira aku bodoh. Aku gak akan lagi ketipu dengan ketulusan palsumu, mbak!''
Dengan tatapan dingin yang menusuk, Selina berkata, ''Maaf ya, Mbak. Lebih baik Mbak bikin sendiri aja deh. Lagian mas Tristan juga selalu nolak kalau tau aku yang buatin.''
''Aku udah gak peduli lagi, mas Tristan mau menerimaku atau gak. Yang jelas aku gak mau membuat hal yang menurutku sia-sia,'' lanjutnya, sebelum berbalik dan pergi menuju kamarnya.
Reykha membeku, tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Selina yang selama ini selalu menuruti keinginannya, tiba-tiba menolak melakukan itu semua. Bahkan tak peduli lagi dengan Tristan.
''Apa dia bener-bener gak waras? Bisa-bisanya dia bilang kayak gitu,'' gerutu Reykha sambil terduduk di kursi kayu di ruang makan.
Ia lalu berjalan ke arah kompor untuk membuat susu hangat. ''Sialan! Sekarang harus aku yang buat sendiri.''
Sementara itu, langkah Selina pelan tapi pasti, penuh tekat untuk mengubah semua yang pernah ia alami. Langkahnya melambat saat matanya menangkap siluet Tristan. Tanpa menunjukkan senyum seperti biasanya, ia langsung masuk ke dalam kamar.
Tristan merasakan ada sesuatu yang berbeda, suatu yang tak bisa ia definisikan. Ia bergegas menuju tangga, berusaha menepis segala pikiran yang berkecamuk.
''Loh, Mas. Kok kamu turun ke bawah? Kamu tunggu aja di ruang kerjamu, nanti aku antarkan susunya ke sana,'' ucap Reykha, kewalahan menangani hal yang tak pernah ia lakukan.
Ia menyalakan kompor dan menuang susu cair dalam panci besar. Ia beberapa kali harus merasakan panas karena tak sengaja menyentuh panci.
Tristan sedikit bingung dan khawatir melihat Reykha yang terlihat tak terbiasa. ''Kamu gak papa, sayang? Apa gak lebih baik pakai panci yang kecil aja, kan susunya cuma sedikit.''
''Gak apa-apa, sayang. Kalau pakai yang besar kan lebih mudah, justru biar gak tumpah-tumpah,'' sahutnya dengan senyum sedikit di paksakan.
Selama ini, Reykha tidak pernah sekalipun menyentuh peralatan dapur sejak kehadiran Selina. Dulu sebelum ada Selina, mereka memiliki seorang pembantu, namun dipecat saat Tristan menikahi Selina karena khawatir pembantu itu mengetahui rahasia mereka.
Kini, demi terlihat baik di depan suaminya, Reykha terpaksa melakukan semuanya sendiri.
Jam dinding menunjukkan pukul sebelas malam, Selina masih duduk di depan laptopnya, mencari situs-situs yang menyediakan lowongan pekerjaan. Setelah lama berselancar di dunia maya, akhirnya ia mendapatkan informasi. Besok, ia akan pergi ke perusahaan itu untuk memasukkan surat lamaran pekerjaan.
Setelah memastikan semua beres, Selina merangkak naik ke atas tempat tidur. Dia berdoa sebelum memejamkan mata, berharap besok membawa perubahan.
****
Mentari pagi menyinari wajah Selina, sehangat harapan yang membara dalam hatinya. Hari ini, ia tampil berbeda. Kemeja tunik panjang yang anggun di padukan dengan celana kain lebar dan jilbab panjang yang menutupi dada.
Kicauan burung di luar jendela menjadi melodi indah yang mengiringi langkahnya di dapur. Aroma nasi goreng spesial buatannya memenuhi ruangan, membangkitkan kenangan indah bersama keluarganya yang jauh.
''Hmmm ... wangi banget,'' gumamnya, senyumannya merekah sempurna.Sudah lama sekali ia tak menikmati hidangan yang benar-benar ia suakai.
Dulu setiap pagi ia selalu di sibukkan dengan menyiapkan sarapan untuk Tristan, berusaha memenuhi seleranya yang sulit ditebak. Namun, kritikan pedas selalu menjadi balasannya. Sekarang, ia tak lagi peduli. Ia bebas menentukan pilihannya sendiri.
Tak! Tak! Tak!
Suara langkah kaki Reykha yang tergesa-gesa memecah keheningan. Selina hanya bisa menatapnya dengan tatapan datar, tanpa ekspresi.
Mata Reykha menyapu meja makan dengan pandangan tajam. Alisnya bertaut, menunjukkan kekesalan karena tak menemukan hidangan apa pun di sana.
''Kenapa kosong mejanya? Kamu gak masak, Selina?'' tanyanya dengan nada ketus.
Selina terdiam sejenak, kedua tangannya mengepal erat di balik lengan bajunya. Ia berusaha sekuat tenaga untuk mengendalikan emosinya, tak ingin terpancing oleh provokasi Reykha. Baginya, kedamaian hatinya saat ini adalah yang utama.
Ketegangan memenuhi udara, namun Selina tetap tenang, sebuah perubahan mencolok dari dirinya yang dulu.
Ia meneguk air dari gelasnya, lalu menatap Reykha dengan sorot mata sedingin es. ''Enggak, Mbak. Sekarang aku ada kegiatan pagi, jadi aku gak sempat masak buat kalian. Mbak masak sendiri aja ya.''
''Apa? mana bisa kayak gitu!'' sentak Reykha, suaranya meninggi emosinya mulai terpancing. Namun, ia segera menarik nafas dalam-dalam, berusaha mengendalikan diri.
Dengan nada dibuat-buat lembut, ia berkata, ''Maksud aku, kan kamu mau dapatin hati mas Tristan. Apa kamu sudah beneran menyerah untuk dapatin hati mas Tristan?''
Selina tersenyum sinis dalam hati. Ia tahu betul apa yang ada di balik kata-kata manis Reykha.
"Aku bukannya menyerah, hanya aja aku udah gak peduli dengan semua itu. Aku hanya ingin jalanin hidupku dengan lebih baik lagi, melakukan apa yang aku mau," ucap Selina dengan sikap yang masih tenang.
ditunggu kelanjutannya❤❤