Mengangkat derajat seseorang, dan menjadikanya suami, tidak menjamin Bunga akan di hargai.
Rangga, suami dari Bunga, merupakan anak dari sopir, yang bekerja di rumah orang tua angkatnya.
Dan kini, setelah hubungan rumah tangga mereka memasuki tujuh tahun, Rangga memutuskan untuk menceraikan Bunga, dengan alasan rindu akan tangisan seorang anak.
Tak hanya itu, tepat satu bulan, perceraian itu terjadi. Bunga mulai di teror dengan fitnat-fitnah kejam di balik alasan kenapa dia di ceraikan ...
Bagi kalian yang penasaran, yuk, ikuti kisah Bunga dan Rangga ❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rasa Yang Perlahan Timbul
Karena mereka satu hotel, Arlan menyuruh Bunga untuk mengembalikan sepeda motor yang sempat di sewanya. Karena kedepannya, Arlan yang akan mengantarkan Bunga kemana pun, yang ia mau.
Arlan memang tidak menyukai Bunga. Namun, melihat penampilan baru Bunga yang berbalut hijab, sudut hatinya sedikit bergetar.
Dan yang paling penting, dia akan menjaga Bunga di kota yang masih asing untuk temannya itu.
"Jadi, sekarang kamu janda?" tanya Arlan.
Sekarang mereka berdua, sedang menikmati sarapan di penginapan. Nasi gurih dengan ayam goreng dan telur balado terhidang bersama secangkir kopi Aceh Gayo yang harum. Asapnya mengepul pelan, menyatu dengan udara pagi yang sejuk.
"Iya," lirih Bunga sedikit kurang nyaman.
"Masih mending, dari pada aku. Nikah aja belum," kekeh Arlan. "Motormu, udah di kembalikan?"
"Semalam, aku udah menghubungi pemiliknya, tapi beliau malah menyuruhku, untuk meninggalkan sepeda motornya di parkir. Dan yang lebih parahnya lagi, sama kuncinya juga," ungkap Bunga berbisik, takut-takut jika orang di sekitanya mencuri-curi dengar.
"Ya, sistem disini memang begitu, bahkan itu bukan hal asing bagi mereka," balas Arlan, yang sudah mencari tahu, terlebih dulu, tentang aturan-aturannya.
Bunga manggut-manggut, kemudian kembali melahap nasi yang masih tersisa setengahnya.
Total, satu minggu Bunga dan Arlan berada di kota sabang. Sekarang sudah saatnya bagi mereka untuk kembali ke kota mereka.
Dan selama menghabiskan waktu bersama Bunga, Arlan merasa jika Bunga itu sosok rapuh yang harus di lindungi.
Dan entah kenapa, keinginannya untuk melindung dan menjaga Bunga semakin kuat.
"Biar aku antar, sekalian aku ingin bertemu tante Vivi," ujar Arlan, ketika mereka tiba di bandara.
Bunga mengangguk setuju, dia menghubungi sopirnya dan mengatakan jika ia akan pulang bersama Arlan.
Disisi lain, Hartono yang menatap sinis ke arah Rangga. Walaupun sekarang, Rangga sudah bekerja di salah satu hotel miliknya. Akan tetapi, sikap acuhnya sangat sulit di hilangkan.
Sedangkan Marissa, dia malah menutup total saung miliknya. Selain mabuk parah, dia juga agak kesulitan bertemu tukang masak yang pas.
Sebab belakangan ini, saungnya banyak mendapatkan komentar negatif dari netizen. Ada yang komen makanan agak basi, ada juga yang makanan yang disajikan telah banyak berubah, dari segi rasa dan juga lainnya.
"Ingat, jangan lirik-lirik perempuan lain ... Aku akan memantau lewat cctv," peringat Risa, sembari mengantar Rangga sampai pintu depan.
Belakangan, Marissa memang amat sangat posesif. Setiap pergerakan Rangga selalu di awasi, melalui cctv hotel, yang terhubung langsung ke ponselnya.
Ya, Marissa meminta persetujuan dari papanya untuk bisa mengakses cctv di ruang khusus milik suaminya.
Dan Rangga, tentu saja sedikit merasa kurang nyaman. Dia merasa jika Risa terlalu mengekangnya. Namun, nasihat Citra mengharuskannya untuk bersabar.
Sebab, kata Citra itu semua pasti pengaruh dari hormon ibu hamil.
Oya, Rangga menjabat sebagai general manager di hotel tersebut.
Kenapa dia bisa menjabat sebagai general manager? Tentu saja karena campur tangan, dan permintaan Risa pada papanya.
Sedangkan Hartono, masih tetap menjadi pemilik sah, dari hotel yang di kelola oleh Rangga.
"Jangan ngobrol berlebihan sama resepsionis," sebuah pesan masuk ke ponsel milik Rangga.
Rangga menghela napas. Mungkin, jadwalnya berada di ruangan lima menit lebih lambat dari biasanya. Maka dari itu, Risa berasumsi jika ia lagi mengobrol dengan resepsionis.
"Maaf sayang, tadi mengalami sedikit kendala di jalanan," balas Rangga, menghela napas berat.
Marissa membaca sekilas balasan yang muncul, di pop-up ponselnya. Dia tidak berniat membalas pesan Rangga.
Dia lebih senang, memperhatikan Rangga, yang sibuk di balik layar komputer yang menyala.
Tak lama, seorang wanita datang dengan beberapa map di tangannya. Wanita itu, mengenakan celana panjang hitam, dengan dengan jas warna senada dan dalaman berwarna pink nude.
Dan yang membuat Marissa gagal fokus ialah, wanita itu seperti sengaja memamerkan lehernya yang putih. Terbukti dengan rambut, yang tercepol rapi.
Marissa menggenggam erat ponselnya. Napasnya langsung memburu.
Dia langsung menghubungi Rangga. Namun, lelaki itu, tidak memperhatikan ponselnya, yang memang dalam mode diam.
Risa bangun dari ayunan yang ada di taman belakang rumahnya. Dia bergegas masuk ke dalam, sembari kembali menghubungi Rangga. Rasa was-was, terlalu bersarang dihati, dan juga benaknya.
"Kamu sengaja mengabaikan panggilan dari ku kan?" tuduh Risa begitu panggilan dijawab oleh Rangga.
"Maaf, ponselku silent. Lagipula, tadi aku memeriksa beberapa berkas,"
"Periksa berkas, apa menatap leher jalang, hah?" kembali Risa meradang.
Bayangan, dimana Rangga yang dulu memuja lehernya kembali terbayang. Saat itu, Rangga memang masih berstatus suami Bunga. Dan, Rangga selalu mengatakan jika leher Risa menjadi tempat tercandu untuknya.
Dan sekarang Risa sadar, karena hamil, lehernya sedikit lebih gelap dari biasanya.
"Astaga Risa, aku benar-benar memeriksa berkas. Bukan seperti yang kamu tuduhkan ..." sanggah Rangga yang jengah akan sikap Risa yang dinilai cemburuan.
Jika sekarang Rangga tertekan dengan sikap posesif Risa. Bunga malah sebaliknya.
Walaupun hubungannya dengan Arlan belum menunjukkan kemajuan yang lebih serius. Setidaknya sekarang keduanya kerap menghabiskan waktu bersama.
Seperti sekarang, Arlan yang memang berniat menjaga Bunga sering sekali, mengantar dan menjemput Bunga untuk kerja.
Padahal, perusahaannya dan Bunga jelas mempunyai jarak yang sangat berbeda.
Akan tetapi, itu bukan masalah besar baginya. Dan tentu saja, semula Bunga menolak sikap Arlan. Namun, alasan yang diberikan Arlan cukup menyentuh hatinya.
Arlan mengaku, masih melihat kabut di mata Bunga, dan Arlan sendiri, berharap menjadi mentari di kehidupan Bunga.
Dan mentari yang di maksud Arlan ialah teman. Dia datang sebagai teman tidak lebih dan kurang.
Namun siapa sangka. Pertemanan antara lelaki dan perempuan nyatanya tidak sesepele yang di bayangkan. Rasa-rasa itu mulai tumbuh seiring waktu, mereka sering bersama.
Dan Arlan mulai merasa jika menjemput Bunga bukan lagi kebutuhan. Namun, berubah menjadi kewajiban.
Dia yang selalu, harus memastikan menatap senyum Bunga sebelum pergi kerja. Karena dengan senyuman Bunga, dia bisa mendapatkan semangat baru di hidupnya.
Sedangkan Bunga, keberadaan Arlan memang sedikit mengobati hatinya. Namun, walaupun rasa itu ada, dia buru-buru menampiknya. Menyandarkan dirinya, akan kekurangan dalam dirinya.
Dan itu, tidak berhasil. Sehingga, mau tak mau, Bunga harus menjauhi Arlan. Sebagai langkah pertama untuk melupakan lelaki yang mulai masuk ke kehidupannya.
pasti papa andrian udh menilai dari sikap dan tutur bahasanya si rangga kurang
semoga bahagia buat Arlan sama bunga,,,
semoga Cpet² dikasih momongan ya, biar PD mingkem tuh para org² julidnya,,, 🙏🙏🙏🤭
𝑺𝒆𝒑𝒆𝒓𝒕𝒊 𝒎𝒂𝒘𝒂𝒓 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒌𝒂𝒓 𝒅𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒊𝒏𝒅𝒂𝒉 𝒅𝒂𝒏 𝒉𝒂𝒓𝒖𝒎, 𝒔𝒆𝒎𝒐𝒈𝒂 𝒔𝒆𝒕𝒊𝒂𝒑 𝒌𝒂𝒓𝒚𝒂𝒎𝒖 𝒎𝒆𝒏𝒋𝒂𝒅𝒊 𝒋𝒆𝒋𝒂𝒌 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒊𝒌𝒆𝒏𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒂𝒏 𝒕𝒂𝒏𝒈𝒈𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏𝒕𝒂𝒓𝒌𝒂𝒏𝒎𝒖 𝒎𝒆𝒏𝒖𝒋𝒖 𝒑𝒖𝒏𝒄𝒂𝒌 𝒌𝒆𝒔𝒖𝒌𝒔𝒆𝒔𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒋𝒂𝒕𝒊.✿⚈‿‿⚈✿