NovelToon NovelToon
MALAM TELAH TIBA

MALAM TELAH TIBA

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Balas Dendam / Horror Thriller-Horror / Bullying dan Balas Dendam / Game
Popularitas:500
Nilai: 5
Nama Author: jewu nuna

Sekelompok siswa SMA dipaksa memainkan permainan Mafia yang mematikan di sebuah pusat retret. Siswa kelas 11 dari SMA Bunga Bangsa melakukan karyawisata. Saat malam tiba, semua siswa di gedung tersebut menerima pesan yang menunjukkan permainan mafia akan segera dimulai. Satu-satunya cara untuk bertahan hidup adalah dengan menyingkirkan teman sekelas dan menemukan Mafia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jewu nuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jangan Remehkan Hagian

“Ada apa, siapa yang nyuruh kita kesini?” Suara Melanie mengintrupsi. Membuat semua orang menatap kebingungan dengan masing-masing orang.

“Katakan, Hagian”

Hagian menoleh pada Arsya yang baru saja menyuruhnya bicara. Lantas tersenyum miring sambil menyelipkan kedua tangannya ke saku, seperti biasa.

“Fattah adalah mafianya, tebakan gue bener kan?”

Semua orang masih mencoba mengerti maksud dari keadaan yang terjadi. Termasuk dengan ucapan Hagian yang menambah kebingungan yang lebih bingung.

“Katakan saja intinya? Lo mau nuduh siapa lagi?” Lirik Arsya malas.

Jihan terkekeh, “jangan remehan firasat Hagian, dia pelogika yang handal”

“Aish bedebah ini” decak Agil malas.

“Kalau kalian mau tahu siapa mafianya, turuti perintah gue”

“Aish, lo pikir yang paling berkuasa disini apa gimana sih?” Kali ini Khalil berucap, membuat Hagian meliriknya dengan malas.

“Katakan mafianya secara bergantian, gue yang bakal milih”

“Kenapa jadi lo yang mutusin?” Merah bersuara, dibalas helaan napas kesal lagi daro Hagian, “kita cuman perlu mutusin bersama-sama”

“Bener, lo pilih siapa?” Timpal Yuna.

“Astaga kalian ini, tidak lihat Fattah hampir bunuh gue semalem? Kapak itu! Astaga ada didepan muka gue!

“Siapa selain gue yang pasti warga?”

“Astaga, dia belagak seperti benar-benar berkuasa”

Hagian menatap pada masing-masing wajah yang ada dihadapannya. Mulai dari Merah, Arsya, sampai Yuna, dan bahkan Dion.

“Kita bukan mafia” celah Arsya dengan tenang.

“Dia bahkan memihak Fattah, memilih, bahkan membela Fattah” Hagian tersenyum remeh, memusatkan pandangan pada Yuna yang sudah mulai kelabakan.

Khalil menghela napas, lantas merebahkan tubuhnya ke lantai. Lagian dia sudah yakin kalau Hagian akan menebak Yuna sebagai mafia. Walau tanpa bukti nyata, sikap yang ditampilkan Yuna cukup membuatnya percaya bahwa dia adalah mafia.

“Jangan pernah nuduh gue tanpa bukti?!” Sentak Yuna.

“Terus gue harus nulai lo-lo pada gimana? Kalian nuduh gue juga?!”

“Gitu cara logika lo jalan? Nggak masuk akal, kita semua curiga karena lo mau bunuh Fattah”

“Nggak masuk akal?” Hagian mulai mendekati Arsya, menatap pada wajah lelah gadis yang lantas di tarik Dion agar menjauh, “gue ngelakuin itu supaya dia ngaku?! Pada gila apa gimana sih?!”

“Terus gimana sama Sadam? Kenapa bunuh orang yang berteman baik sama kita? Kita nggak punya alasan buat itu”

Khalil mendongak, menatap Yuna yang agaknya sedang berusaha meluruskan tuntutannya. Mencari jalan lain untuk tidak berbelok ke arahnya dan sayangnya mereka terpengaruh.

“Siapa yang peduli sedekat apa kalian saat kalian bisa mati?”

“Kemarin polisi sempat menggunakan keahlian mereka, jadi kenapa dokter tidak?”

Khalil dan beberapa dari mereka menoleh ke arah Farhan. Pria yang jarang sekali tampil sekarang mulai aktif memberikan pendapat-pendapat luar biasanya.

“Kalau dokter menggunakan keahliannya, Sadam pasti akan pulih. Seperti Olive menyembuhkan Nathan” ujar Melanie sambil menatap ke arah Olive dan Nathan bergantian.

“Gue udah bilang, kita bukan dokternya”

“Kenapa kita malah jadi cari siapa dokternya sih? Lo mau ngalihin pembicaraan?” Hagian kembali bersuara. Menatap Yuna yang dengan santainya menyandarkan pundaknya pada tembok.

“Gue cuman kasih solusi”

“Solusi macam apa yang lo bicarain? Kita lagi diskusi untuk cari siapa mafianya bukan dokter atau polisi”

“Lo kok egois gitu?! Sadam mati tanpa alasan dan lo nggak punya belas kasih sedikitpun sama dia?!” Kali ini Yuna tersentak. Membuat semua orang melegos begitu juga dengan Khalil yang masih tidak percaya atas apa yang di ucapkan Yuna.

Jadi sebenarnya dia membela siapa?

“Wah sangat menyebalkan!”

“Kenapa kalian doyan sekali bertengkar?!” Agil mendesak, memecah ketegangan antara Hagian dan Yuna.

“Sudah katakan siapa yang lo curigai dan kita selesaikan detik ini, gue udah capek banget pengen istirahat”

“Dia mafianya” Hagian menunjuk Merah, “dia berusaha menyelamatkan Fattah dengan kapak itu, justru malah jadi alat buat bunuh gue”

“Dia nyelametin Fattah karena dia pikir Fattah warga!” seruan suara Yuna sempat mengalihkan atensi semua orang, saat Hagian mulai menyudutkan gadis itu, Yuna justru yang tidak begitu dekat dengan Merah malah membela.

“Kenapa jadi gini? Kalau benar dia bukan mafia pun Yuna nggak harusnya berlebihan seperti itu”

“Kita juga di khianati orang yang kita percaya, kita juga di tipu, kita korban!”

Hagian tertawa remeh saat sebagian orang percaya dengan pembelaan Yuna. Sementara seorang yang dibela justru diam saja.

“Astaga kalian ini”

“Tapi Yuna ada benarnya, lagian kita nggak bisa seenaknya nebak Merah cuman karena kapak itu, dia hanya nggak tahu apa yang lo lakuin disana sama temen lo” pembelaan Intan kali ini membuat Khalil menoleh.

“Terus gue harus pilih lo aja?”

“Kok jadi gue?!”

“Udah!” Arsya memecah keributan yang sebentar lagi akan terjadi. Disusul Khalil yang lagi dan lagi jadi pusat perhatian Dion, “Dari mana lo tahu kalau asumsi lo akan selalu bener? Jangan bersikeras kalau lo nggak punya bukti yang nyata” ujarnya cukup tenang.

Sebenarnya Khalil percaya kalau Hagian dan kedua sahabatnya itu bukan mafia. Tapi cara dia menyampaikan dan bersikap egois ini justru membuat semua orang semakin yakin bahwa dialah dalang dibalik semuanya.

“Bersikaplah yang tenang sebelum kau mati di tangan mereka” bisikan itu membuat rahang Hagian mengeras.

Arsya mengangguk mendapati ucapan Khalil, bukti bahwa kedua orang ini percaya dengan Hagian, “Lo nggak bisa pilih siapa yang lo benci, ini kayak pemburuan penyihir”

“Bajingan, firasat gue nggak akan meleset, asumsi gue buktinya?! Ada bukti kalau dia bukan mafianya?’ picing mata Hagian ke arah Merah.

“Ada ruang pengawasan di basement, aku yakin semuanya terrekam disana”

Semua orang menoleh, terutama Khalil yang sembari tadi berdiri di sebelahnya. Sejak kapan gadis ini pergi? Bahkan dia berani sekali melakukannya sendirian?

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!