NovelToon NovelToon
Cinta Terakhir Setelah Kamu

Cinta Terakhir Setelah Kamu

Status: sedang berlangsung
Genre:Playboy / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Percintaan Konglomerat / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni
Popularitas:8.3k
Nilai: 5
Nama Author: Melisa satya

Tristan Bagaskara kisah cintanya tidak terukir di masa kini, melainkan terperangkap beku di masa lalu, tepatnya pada sosok cinta pertamanya yang gagal dia dapatkan.

Bagi Tristan, cinta bukanlah janji-janji baru, melainkan sebuah arsip sempurna yang hanya dimiliki oleh satu nama. Kegagalannya mendapatkan gadis itu 13 tahun silam tidak memicu dirinya untuk 'pindah ke lain hati. Tristan justru memilih untuk tidak memiliki hati lain sama sekali.

Hingga sosok bernama Dinda Kanya Putri datang ke kehidupannya.

Dia membawa hawa baru, keceriaan yang berbeda dan senyum yang menawan.
Mungkinkah pondasi cinta yang di kukung lama terburai karena kehadirannya?

Apakah Dinda mampu menggoyahkan hati Tristan?

#fiksiremaja #fiksiwanita

Halo Guys.

Ini karya pertama saya di Noveltoon.
Salam kenal semuanya, mohon dukungannya dengan memberi komentar dan ulasannya ya. Ini kisah cinta yang manis. Terimakasih ❤️❤️

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melisa satya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dinda punya adik

Tristan mengantarkan Dinda kembali ke rumahnya. Sepanjang jalan gadis itu hanya diam dan menatap kosong pemandangan sekitarnya. Siska bahkan sangat khawatir melihat keadaan sahabatnya itu, takut Dinda akan kenapa-napa kalau di tinggal sendirian.

Mobil berhenti tepat di pinggir jalan dekat dengan rumah Dinda.

Daren tak mengatakan apapun, dia hanya memandang penumpangnya dari kaca spion.

Siska yang sadar diri, jika orang-orang itu mungkin saja buru-buru, segera mengajak sahabatnya pergi.

"Dinda, ayo kita turun. Kita sudah sampai." Siska menyentuh tangannya dan Dinda pun tersadar. Gadis itu turun tanpa menoleh pada Tristan dan Daren.

"Lah, tu anak lupa kalau kita yang nganterin atau memang sengaja ninggalin kita gitu aja?"

Tristan terus menatap punggung gadis itu dan mengabaikan Daren. Saat Dinda akan menaiki tangga kecil depan rumahnya, kakinya tersandung dan terjatuh karena kurang fokus.

"Auw." Tristan segera melompat keluar dan meninggalkan mobil.

"Dinda hati-hati dong," ucap Siska.

"Eh, mau kemana lo?" Daren juga ikut turun untuk melihat apa yang terjadi.

Tristan tiba di samping Dinda dan membantunya bangun.

"Kau tidak apa-apa?" Gadis itu tertegun hanya karena pertanyaan yang sederhana. Dinda berusaha bangun dan melangkah naik namun Tristan langsung menggendongnya.

"Wow!" Daren terkejut begitupun dengan Siska.

"Bos, aku bisa jalan sendiri."

"Hah! Lihat siapa yang bicara? Si paling kuat, si paling bisa."

Dinda terpaku menatapnya.

"Mengapa kau pulang? Bukankah kau bilang jadwalmu padat?"

"Aku harus bagaimana? Aku pernah berjanji pada seseorang jika dia sakit aku akan langsung datang merawatnya."

Hati Dinda terenyuh mendengar itu.

"Sekarang kau tidak hanya sakit, bukan. Kau sedang menderita."

Langkah Tristan berhenti dan mereka saling menatap. Tristan menurunkannya saat tiba di depan pintu.

"Jadi, ini rumahmu?" tanyanya.

"Rumah nenek Layla, aku tidak punya rumah."

Tristan paham maksudnya. Lama mereka saling diam, berdiri saling berhadapan tanpa kata, Siska pun segera memecah keheningan.

"Ayo masuk dan duduk dulu, saya akan buatkan minuman."

"Sorry, kita buru-buru," jawab Daren. Namun Tristan memilih masuk dan menggenggam tangan Dinda.

"Eh!!" Daren dan Siska hanya bisa melongo melihat kelakuan dua orang itu.

Rumah itu, rumah sederhana. Terdiri dari dua kamar dan satu ruang tamu. Di bagian paling dalam hanya ada dapur sempit dan itupun mepet dengan tembok rumah orang.

"Duduk dulu, Pak." Siska segera ke dalam dan membuatkan minuman. Daren menyusul dan melihat Dinda termenung di sofa sederhana miliknya.

"Woi, kalau gini terus, lu ngga akan bisa balik kerja. Lihat tuh, lu udah kayak mayat hidup."

Tristan menegur Daren dengan tatapan, dan sahabatnya itu cukup mengerti dengan maksudnya.

"Apa kau sudah makan? Aku akan pesankan makanan untukmu."

Dinda menolak kebaikannya, dia menggelengkan kepala tanda tidak setuju.

"Dinda, jangan-jangan kamu belum makan dari pagi?"

"Aku tidak lapar, aku baik-baik saja. Aku sehat, Pak Tristan. Aku hanya merasa semuanya seperti mimpi." Dinda kembali menangis dan Daren menghela nafas melihatnya.

Tristan kesal melihat sahabatnya itu. Dia mengusirnya tak peduli Daren akan tersinggung.

"Pergilah dan bantu perempuan tadi membuat minuman."

"Gua? Lo nyuruh gua buat minuman?" Daren melotot menatapnya.

"Kenapa? Tidak mau?"

Karena Tristan yang meminta, Daren pun mau tidak mau menyusul ke dapur.

"Hah sial, kali gua beneran buat minuman."

Tristan mendekati Dinda dan mengambil tissue di atas meja.

"Hey, aku tahu kau sedang berduka. Tapi, menjaga kesehatanmu jauh lebih penting."

"Anda tidak mengerti Bos, aku tidak habis pikir dengan apa yang terjadi. Nenekku tiba-tiba meninggal, sedang aku mati-matian mengumpulkan biaya berobat untuknya. Dari Siska aku tahu, nenek tak mau ke rumah sakit karena tahu biayanya mahal, sekarang walaupun pekerjaanku bagus, uangku ada, hatiku terasa hampa. Dia yang aku usahakan telah tiada. Aku benar-benar kecewa, nenek tak mengerti betapa aku sangat membutuhkannya."

Tristan memeluknya saat Dinda kembali menangisi keadaan.

"Mengapa nenek harus berhemat saat tahu aku sudah bekerja?"

"Jika dia tidak ada, lalu uangnya untuk apaaaa?" Raungnya.

Tristan memeluknya dalam diam, di tepuknya pundak gadis itu yang terus bergetar menahan kepedihannya.

"Nenekmu, sangat mencintaimu."

"Tidak, itu bohong. Jika dia mencintaiku dia tidak akan pernah meninggalkanku."

Rasa sakit Dinda semakin menggerogotinya. Siska dan Daren selesai dengan tugasnya, mereka akan keluar namun Dinda sekarang semakin kalut. Mereka memutuskan untuk berdiri di balik tirai dan mengawasi gadis malang itu.

"Pak, minumnya gimana?" Siska menyerahkan nampan di tangannya.

"Bawa masuk saja, biarkan mereka bicara dulu."

Siska mengangguk.

Tristan tetap tenang dan merengkuh gadis itu.

"Nenek pasti melihatmu sebagai gadis yang kuat, maka dari itu dia pergi."

Dinda se segukan.

"Usia beliau juga tak dapat berbohong, penyakitnya parah dan dia tak mau membebanimu."

"Tapi aku mau Pak Tristan, aku mau dibebani seumur hidupku olehnya."

Dinda melerai pelukannya dan menatap marah.

"Mengapa semua orang egois? Orang-orang bebas mengambil keputusan tanpa tahu perasaanku."

"Dinda."

"Ibu dan ayahku juga begitu, mereka meninggalkan aku tanpa berniat mencariku."

Tristan mengusap kepalanya.

"Hey."

"Orang-orang meninggalkan ku, neneku juga pergi meninggalkan ku, sekarang aku benar-benar sendirian."

Tristan diam dan hanya menatapnya.

"Apa aku se sial itu?"

"Dinda apa kau sadar? Kau baru saja menyalakan takdir Tuhan. Setiap yang hidup akan mati, jika nenek melihatmu begini, apa menurutmu dia akan senang?"

"Kendalikan diri mu, berpikir bijaklah. Nenek akan sedih jika tahu kamu putus asa seperti ini, hidup masih panjang, kamu masih muda."

Dinda menyeka airmatanya.

"Pikirkan bahwa mungkin sudah saatnya kamu harus menghadapi segalanya sendirian, kamu pasti bisa, kamu adalah wanita tangguh yang pernah aku temui."

Dinda tak kunjung bereaksi.

"Sekarang Nenek Layla sudah tidak ada, apa kau tidak penasaran dengan keluarga aslimu?"

Dinda terkejut mendengar perkataan bosnya.

"Aku tidak peduli dengan mereka, walau aku sendiri sekarang, aku tidak akan pernah mencari mereka."

"Kau punya saudara laki-laki."

Dinda terpaku.

"Apa kau yakin tidak penasaran dengan keluargamu?"

"Kau menyelidiki latar belakangku?"

"Bukan aku, tapi ayah."

Dinda menutup kedua telinganya, tak ada yang memahami perasaannya saat ini dan Tristan, satu-satunya orang yang begitu dia kagumi pun ikut menyelidiki masa lalunya.

"Dinda, jika adikmu tahu apa yang orangtua kalian lakukan dulu. Dia mungkin ...."

"Pak Tristan tolong pergi dari sini."

Dinda tak mau mendengar apapun.

"Tolong, aku mau sendiri."

"Tapi, Din."

Siska dan Darel mendengar pertengkaran mereka. Keduanya keluar dan membawa empat cangkir teh.

"Kalian semua, maaf. Tolong tinggalkan aku sendiri." Daren dan Siska tak berkutik mendengar ucapan itu.

Tristan tak tega melakukannya, dia tak mungkin meninggalkan Dinda sendirian apalagi keadaannya seperti ini.

"Din, gue nginap sini ya, nemenin lo."

"Nggak, aku butuh sendiri, Sis. Maaf." Dinda menuntun mereka keluar dengan paksa, Darel dan Siska pergi dengan sukarela tapi Tristan menolak untuk keluar.

"Pak, tolong pergilah."

Tristan menatapnya dalam.

"Apa aku salah? Aku tidak melanggar janji ku. Itu hanya kebetulan yang aku ketahui. Jika memang kamu tidak peduli, aku tidak akan membahasnya lagi, tapi biarkan aku di sini."

"Aku butuh sendiri, maaf."

Tristan berhasil di usir dan Dinda mengunci pintunya.

"Hah sial!!" Tristan mengumpat.

Siska dan Daren menoleh, menatap pemuda itu.

"Dia marah, lalu apa sekarang?" tanya Tristan.

"Dia keras kepala, jika dia bilang tidak maka itu tidak, percuma saja menunggu dia tak akan keluar," ucap Siska.

"Lalu, bagaimana jika terjadi sesuatu padanya?"

Tristan sangat cemas.

"Tidak akan, warga pasti bergantian untuk datang melihat kondisinya."

Tristan mengeluarkan ponsel dan memberikannya kepada Siska.

"Apa ini?" tanya gadis itu.

"Berikan aku nomormu, aku akan menghubungimu sekedar bertanya bagaimana keadaannya. Dia akan istrahat selama beberapa hari, aku hanya takut dia kenapa-napa."

Siska menerima ponsel itu dan memasukkan nomornya. Tristan menulis nama Siksa di sana dan berterimakasih.

"Baiklah, kami pulang dulu. Terimakasih."

"Sama-sama."

Daren menggelengkan kepala melihat tingkah sahabatnya.

"Bagaimana sekarang? Lo udah puas?"

Tristan tak mengerti akan maksudnya.

"Tristan, Tristan. Ngapain lu ceritakan semuanya ke Dinda. Udah tahu dia masih berduka, lu malah tambahin beban pikirannya."

"Aku tidak bermaksud seperti itu."

"Tapi, jatuhnya seperti itu, dasar payah!"

***

Karena masalah ini, Dinda mendiamkan bosnya. Selama dua hari. Dinda tak bicara padanya dan juga tak membuka pesan atau mengangkat panggilannya. Tristan merana karena itu sedangkan keadaan di kantor justru semakin tak terkendali.

Kembalinya Tristan di kantor menjadi tanda tanya besar. Para staf yang membully Dinda tempo hari mengira gadis itu tidak masuk bekerja karena mengadu kepada atasan.

Dinda tidak terlihat, hari kedua tak masuk bekerja, gosip itu semakin menjadi.

"Bu Dinda kemana ya?"

"Apa dia minta dipindahkan ke cabang yang lain? Bukannya kemarin-kemarin ngotot mau menghandle semuanya sendirian."

"Haha haha! Cepat sekali menyerahnya."

"Makanya jadi orang jangan belagu. Dia pikir dirinya siapa?"

Daren yang ada di sana seketika ikut bergabung.

"Memangnya kemarin-kemarin Bu Dinda kenapa?" Pertanyaan itu membuat sekumpulan staf seketika menyebar.

"Eh, Pak Daren."

Mereka langsung meninggalkan tempatnya.

"Hey, kalian mau ke mana? Sini berkumpul dulu, ceritakan juga kepada saya, ada apa sebenarnya?"

"Ekheem."

Orang-orang itu tak berani bicara.

"Ada apa ini? Kalian mau dapat sp satu ruangan?"

"Enggak, Pak."

"Cerita nggak!" kecam pemuda itu.

"Oke, kami akan cerita."

Mereka mengatakan yang sebenarnya dan mengadukan soal sikap Dinda yang sombong dan mengambil alih proyek besar.

"Kami bukannya tidak mau membantu tapi Bu Dinda sendiri yang tidak mengizinkan kami untuk ikut bekerja sama."

Daren mengangguk paham, raut wajahnya yang tenang membuat para staf mengira lelaki itu mendukung mereka.

"Jadi, selama 1 minggu saya dan Pak Tristan tidak ada di kantor. Kalian tidak membantu apapun?"

Masih dengan raut wajah tenang, para staf mengangguk pasti.

"Iya Pak, soalnya Bu Dinda sikapnya begitu."

Di saat yang sama Tristan keluar.

"Kalau begitu, untuk apa perusahaan memperkerjakan kalian?" ucap Daren.

Para staf tertunduk bersalah.

"Pantas saja dia selalu mengirimkan laporannya di akhir waktu, rupanya Bu Dinda bekerja sendirian sampai neneknya meninggal kemarin.

Dia tidak bisa masuk bekerja karena sedang berduka dan kalian justru bergosip ria membicarakan ketidak becusan kalian. Wah hebat."

"Ada apa ini?" tanya Tristan.

Masalah menjadi semakin serius saat pemuda itu datang, staf tampak kelimpungan dan Daren menatap sinis.

"Satu Minggu, Dinda mengerjakan semua deadline di luar kantor maupun di dalam kantor. Para staf kita rupanya mengeluh karena Tuan Tristan mengakui Dinda sebagai tunangan."

"Apa?"

Tristan menatap mereka semua.

"Bos, jangan salah paham. Kami hanya mengingatkan dia agar dia tidak kecentilan."

"Kecentilan? Kalian berani memanggilnya seperti itu?" Sikap Tristan membuat para staf tertunduk takut.

"Daren, urus mereka. Aku tidak mau melihatnya lagi."

"Bos, tolong jangan pecat kami."

"Bos!"

Tristan pergi dengan emosi tertahan.

Daren hanya tersenyum dan menunjuk satu persatu orang-orang itu.

"Kamu, kamu, kamu. Kalian di pecat!"

1
LyaAnila
nah emang betul itu. seperti kata ayahku dulu "kalau kamu salah, diam kalau nggak salah lawan." ya wajar kalau diam wong dia tau dia salah. itu artinya dia sadar diri. gimana sih heran gue sama pemikiran si Tristan ini/Angry/
Anyelir
kalau gini sih nyari penyakit sendiri namanya
Anyelir
sabar ya tristan
$ᑕĥ¡ẓน𝕣υ
mahkluk hijau bertaring itu loh din. kau tau kan din, yg klo muncul bikin jantung berdebar-debar 🤣
$ᑕĥ¡ẓน𝕣υ
gpp mah klo mikir yg gak gak, dripda trjdi yg gak gak kan/Grin/
Anul Pendekar
wkwk gass keluarkan pesonamu dindaa 👀🍿
Anul Pendekar
waduh bosnya ketauan manja dari kecil 👀🍿
👑Chaotic Devil Queen👑
Kenapa risih anjay? Tinggal pake headphone😃👊
👑Chaotic Devil Queen👑
Malas! Di saya gak cocok, pak. Saya gak suka ketemu manusia 🗿
Rezqhi Amalia
uhuyy sepertinya Mulu tumbuh sesuatu😂
Rezqhi Amalia
TDK prcaya ya😂
Rezqhi Amalia
cemburu ya😂
MARDONI
Hmm... gue curiga. Ini 'Nenek di rumah sakit' itu BENERAN, apa cuma 'Kartu AS' yang dikeluarin kalo kepepet?
MARDONI
​PAK TRISTAN INI DEFINISI BOS RED FLAG 🚩🚩🚩
ginevra
aduh Dinda jadi ke GE er an... namanya bos butuh sekertarisnya mah biasa kali Din ...
ginevra
gak usah sok berontak Napa tris.... udah baik Dinda mau perhatian sama kamu
ginevra
udah main pegang aja lu Din ....
LyaAnila
aduh Dinda Dinda mulai deh. tapi aku kok mencium bau-bau romansa bos dan sekretaris nya ni🤭
LyaAnila
tapi itu tandanya mulai peduli dong si bos anda kawan?
🌈 Bunga_Ros¹²⁴⁷
Mancung 😩
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!