Satu malam yang seharusnya hanya menjadi pelarian, justru mengikat mereka dalam takdir yang penuh gairah sekaligus luka.
Sejak malam itu, ia tak bisa lagi melepaskannya tubuh, hati, dan napasnya hanyalah miliknya......
---
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon blumoon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembali ke gyeonhwa
___________________________
🕊️🕊️🕊️🕊️🕊️🕊️🕊️🕊️🕊️🕊️🕊️🕊️
Matahari perlahan memberi ruang bagi sang rembulan. Malam itu terasa begitu tenang tanpa gempuran kesibukan, tanpa gangguan apa pun. Sesuai janjinya sore tadi, Hyunwoo menepati ucapannya: malam itu hanya untuk mereka berdua.
Soojin tertidur lelap di pelukan hangat suaminya, sementara Hyunwoo pun ikut terlelap dengan senyum tenang di wajahnya.
-------
Cahaya mentari pagi mulai menyingkap tirai jendela resort itu, malu-malu menembus celah. Namun Soojin sudah lebih dulu terjaga. Ia mandi, lalu dengan hati-hati mulai membereskan barang-barang mereka.
“Masih jam enam, masih ada satu jam buat santai,” gumamnya pelan sambil melirik jam di dinding.
Langkah kakinya berhenti di tepi ranjang. Ia menunduk sedikit, lalu membangunkan Hyunwoo dengan lembut.
“Sayang… bangun yuk,” ucapnya pelan sambil mengelus bahu suaminya.
Hyunwoo mengerjapkan matanya, lalu tanpa banyak bicara langsung menarik tubuh Soojin ke dalam pelukannya.
“Peluk bentar, isi nyawa dulu,” ujarnya manja, suaranya serak khas orang baru bangun tidur.
Soojin terkekeh kecil. “Sudah, ayo bangun. Penerbangan kita jam delapan. Ini sudah setengah tujuh, waktu terus berjalan, Hyunwoo.”
Ia mencoba menarik tangan suaminya, tapi Hyunwoo malah menatapnya dengan senyum menggoda.
“Kamu ini,” ucapnya lembut sambil menunduk sedikit, ujung jarinya menyentuh manja hidung istrinya. “Tubuh kecil begini, mau narik aku? Yang ada kamu yang ketarik, sayang.”
Ia tertawa kecil, sementara wajah Soojin langsung memerah menahan malu.
“Huh! Udah sana, mandi!” ujarnya dengan nada setengah merajuk.
Hyunwoo justru semakin gemas melihat wajah kesal Soojin. Ia mendekat, lalu dengan sengaja mengacak rambut sang istri yang sudah tertata rapi.
“Hyunwoo!” teriak Soojin kesal, tapi suaminya sudah lebih dulu kabur masuk ke kamar mandi.
Soojin hanya bisa menghela napas, namun senyum tipis muncul di bibirnya.
“Tidak buruk juga, suami nikah kilatku,” gumamnya lirih. Tatapannya melembut saat memandang ke arah kamar mandi.
“Akan aku buktikan, tanpa Minjae pun… aku bisa bahagia,” lanjutnya pelan.
Ia tersenyum lagi, kali ini dengan perasaan yang benar-benar hangat. “Entah kenapa, sejak menikah dengan Hyunwoo… hidupku terasa lebih menyenangkan. Dan yang paling pasti aku merasa tenang.”
Pikiran itu buyar saat ponselnya tiba-tiba berdering.
📞 “Halo?”
📞 “Halo, Kak! Ini aku, Yura.”
📞 “Ada apa, Ra?”
📞 “Kata Mama, jam berapa penerbangannya?”
📞 “Jam delapan, Ra.”
📞 “Soojin, ini gue, Eunhee! Jangan lupa air lautnya ya!”
📞 “Apa sih? Mau air laut segala, buat aja sendiri di rumah, pakai garam!”
📞 “Hah? Emang ada hubungannya air laut sama garam?”
📞 “Ada dong, sama-sama asin!”
📞 “Soojin, ini Mama.”
📞 “Iya, Ma.”
📞 “Kalian hati-hati di jalan ya. Sudah, Mama nggak ganggu lagi.”
Tut… tut…
Sambungan telepon berakhir.
Soojin menatap layar ponsel sambil terkekeh kecil.
“Astaga, apa maksudnya semua itu barusan?” ujarnya pelan, lalu meletakkan pakaian Hyunwoo yang sudah disiapkannya di atas tempat tidur dengan senyum lembut yang belum juga hilang.
🕊️ \_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_🕊️
Setelah semua ritual pagi yang penuh gairah dan kehangatan, Hyunwoo dan Soojin akhirnya turun untuk sarapan. Aroma kopi dan hidangan lezat memenuhi ruang makan, menciptakan suasana yang nyaman dan intim. Setelah sarapan, mereka bergegas menuju bandara, siap untuk kembali ke rutinitas mereka.
Di dalam mobil menuju bandara, Soojin dan Hyunwoo asyik bercanda, tawa mereka mengisi setiap sudut kabin. Hyunwoo sesekali mencuri ciuman di pipi Soojin, atau mengusap lembut rambutnya, membuat Soojin tersipu malu namun tetap menikmati perhatian suaminya. Sementara itu, Hanuel yang duduk di kursi depan, sesekali melirik dari kaca spion, merasa jengah melihat pemandangan di depannya.
"Kalau bukan karena bos yang gaji, udah gue tinggalin lu berdua," gerutu Hanuel lirih, nyaris tak terdengar, namun cukup untuk menarik perhatian Hyunwoo.
Tiba-tiba, Hyunwoo menoleh, tatapannya tajam menusuk Hanuel. "Apa kamu bilang?" tanyanya, nada suaranya mengancam.
Hanuel tersentak kaget, jantungnya berdebar tak karuan. Ia segera mencari alasan. "Eh, enggak, Bos! Itu tadi ada turis cantik banget, tapi saya mah sadar diri, Bos, nggak mungkin bisa deketin," elak Hanuel sambil cengengesan, berusaha menutupi kegugupannya.
"Hemmm," jawab Hyunwoo singkat, alisnya masih sedikit terangkat, namun ia segera kembali fokus pada istrinya, seolah tidak terlalu peduli dengan apa yang dikatakan Hanuel.
"Syukur deh si bos percaya," batin Hanuel berteriak lirih, menghela napas lega.
Tring!
Notifikasi ponsel Hanuel berbunyi. Ia melirik layar dan melihat pesan transfer masuk.
Anda menerima uang dari Hyunwoo.
Hanuel tersenyum tipis, merasa sedikit lega.
Tring!
Tak lama kemudian, notifikasi pesan lain muncul.
Bonus dipotong karena kamu ngomongin saya di belakang.
Isi pesan itu berhasil membuat Hanuel mematung, senyumnya langsung luntur. Ia menelan ludah, merasa seperti tertangkap basah.
"Si bos denger dong apa yang gue bilang tadi! Mati gue!" batinnya berteriak histeris, ingin sekali menangis.
"Maaf, Bos," suara lirih Hanuel terdengar, penuh penyesalan. Hyunwoo hanya membalas dengan deheman, senyum tipis tersungging di bibirnya, menikmati ekspresi Hanuel.
mobil sampai di bandara Maldives
Setelah menunggu beberapa lama
Akhirnya, pengumuman keberangkatan pesawat yang akan dinaiki Hyunwoo dan Soojin berkumandang. Mereka berdua melangkah menuju gerbang keberangkatan, meninggalkan Hanuel yang masih terpaku di tempatnya.
Di dalam pesawat, Soojin tidak banyak bicara. Kelelahan setelah perjalanan panjang dan "aktivitas" semalam membuatnya memilih untuk tidur, bersandar nyaman di bahu Hyunwoo. Hyunwoo tetap terjaga, sesekali membelai rambut Soojin, memastikan istrinya tetap nyaman dalam tidurnya. Sementara itu, Hanuel yang duduk di belakang, hanya bisa menatap nanar setiap adegan romantis bosnya.
"Gue pulang nanti minta cuti sama si bos. Gue mau cari bini!" batin Hanuel geram, merasa frustrasi dengan statusnya sebagai "nyamuk" abadi. "Capek gue jadi nyamuk beberapa hari ini," ungkapnya dalam hati, berharap Hyunwoo tidak mendengarnya lagi.
Perjalanan dari Maldives menuju Gyeonhwa, dengan beberapa transit ke negara lain, membuat perjalanan terasa sangat panjang dan melelahkan. Akhirnya, pesawat itu mendarat di Gyeonhwa keesokan harinya. Di area kedatangan, tampak Eunhee, Yura, dan Jaewon sudah menunggu dengan senyum lebar.
Yura, dengan semangat membara, langsung berlari menghampiri Soojin. "Kak Soojin!" panggilnya sambil memeluk Soojin erat, seolah tak ingin melepaskan. "Bawa oleh-olehnya kan?" lanjutnya dengan tawa kecil yang renyah.
Soojin tersenyum simpul, membalas pelukan Yura. "Iya, ada kok," jawabnya. Ia kemudian beralih memeluk Eunhee tak kalah erat. "Kangen," serunya lirih, menyiratkan kerinduan yang mendalam.
Eunhee tersenyum geli. "Sama. Air laut pesenan gue dibawa kan?" ujarnya santai, dengan nada bercanda yang khas.
PLETAK!
Soojin memukul kepala Eunhee pelan. "Nggak usah aneh-aneh, lah!" serunya geram, namun matanya memancarkan kebahagiaan bisa berkumpul kembali dengan sahabatnya.
Jaewon, yang sedari tadi diam-diam memperhatikan Eunhee dengan senyum tipis di bibirnya, ikut tersenyum melihat interaksi hangat di antara mereka.
(✪㉨✪)(✪㉨✪)(✪㉨✪)(✪㉨✪)
Bersambung..........
See u next episode 👋🏻
Like 👍🏻
Comen
Subscribe
Jgn lupa ya beb