NovelToon NovelToon
Bukan Menantu Biasa

Bukan Menantu Biasa

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Terlarang / Saudara palsu
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: Wahyuni Soehardi

Amira menikah dengan security sebuah pabrik di pinggiran kota kecil di Jawa Timur. Awalnya orang tua Amira kurang setuju karena perbedaan status sosial diantara keduanya tapi karena Amira sudah terlanjur bucin maka orang tuanya akhirnya merestui dengan syarat Amira harus menyembunyikan identitasnya sebagai anak pengusaha kaya dan Amira harus mandiri dan membangun bisnis sendiri dengan modal yang diberikan oleh orang tuanya.

Amira tidak menyangka kalau keluarga suaminya adalah orang-orang yang toxic tapi ia berusaha bertahan sambil memikirkan bisnis yang harus ia bangun supaya bisa membeli rumah sendiri dan keluar dari lingkungan yang toxic itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyuni Soehardi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 21

Saat Gunadi pulang kerja dia mendapati adiknya duduk di depan TV tapi matanya tidak tertuju pada acara di TV itu.

“Assalamualaikum,” sapa Gunadi.

“Waalaikumsalam,” balas Dewi.

“Ada apa Wi? apa terjadi sesuatu?” Tanya kakaknya.

“Agus dan mas Dedy tadi kesini menanyakan hasil panen yang kita ambil kemarin tapi akhirnya mereka tidak mempermasalahkannya setelah kuberikan penjelasan itu untuk biaya 40 dan 100 hari nya ibu. Tapi hasil panen berupa beras dan lain-lain dikirim ke uwak Asih untuk seterusnya. Dan hasil panen yang akan datang dikirim ke Agus berupa uang.” Kata Dewi.

“Ah sialan si Agus. Kita mau menuntut juga ga bisa Wi.” Kata kakaknya.

“Sudahlah mas mau gimana lagi. Kalau begitu kita hanya bisa mengambil sedikit sayur yang kita butuhkan di sawah mereka toh jarak sawahnya tidak terlalu jauh juga dari sini. Aku yakin kalau mengambil sedikit mereka tidak keberatan. Lumayan untuk mengirit uang belanja sehari-hari. Sejak ibu meninggal aku jadi pusing mengatur uang belanja untuk makan kita setiap hari. Mana ayah pelit lagi masa uang 20 ribu untuk makan sehari pake ayam lagi.” Ketus Dewi.

“Kapan kamu menikah Wi kandunganmu semakin besar tapi pacarmu sampai sekarang kok tidak ada omongan sama sekali,” tuding kakaknya.

“Mereka berubah sikap sejak ibu tidak ada, entah kenapa bisa begitu. Padahal ibunya Erik adalah teman baik ibu harusnya kan kami cepat dinikahkan tapi ini ada saja alasannya mengulur waktu.”

“Sepertinya Erik mulai jarang ke rumah apa hubungan kalian renggang?” tanya kakaknya.

“Setiap aku hubungi dia selalu bilang lagi sibuk nyari kerja dan telpon selalu ditutup secara sepihak.” Jawab Dewi.

“Sepertinya ayah harus mendatangi orang tua Erik untuk minta kejelasan. Tapi melihat gelagat Erik sepertinya dia tidak ingin bertanggungjawab. Apa kau yakin akan bahagia dengan perkawinan yang dipaksakan?” Tanya kakaknya

Dewi menangis, semakin lama semakin kencang. Gunadi menjadi bingung. Lalu merangkul adiknya. Dewi membenamkan wajahnya di pelukan kakaknya.

Akhirnya Dewi menghentikan tangisnya. Gunadi melepaskan pelukan adiknya. Dengan sabar ia menunggu jawaban adiknya.

“Aku bingung mas, jujur aku tidak yakin apakah aku bisa bahagia menikah dengan Erik. Dia pria yang kasar dan aslinya pemalas. Tapi masalahnya aku terlanjur hamil.” akhirnya Dewi menjawab.

“Apa kau siap bila harus menjadi single mom memang tidak enak tapi paling tidak kau masih bisa terhindar dari perkawinan yang seperti neraka.” kakaknya memberikan solusi yang diluar dugaan Dewi.

Menjadi single mom di desa kecil harus siap dikucilkan, dihujat, dijadikan bulan-bulanan gosip miring. Tapi paling tidak terhindar dari laki-laki yang suka memaksakan kehendak, kalau tidak dilayani nafsunya marah dan memukul. Belum lagi sikap mertua yang lebih membela anaknya. Membayangkan itu semua Dewi merasa bergidik ngeri.

“Pikirkan baik-baik Wi, masalah penghidupan dan masa depan anakmu kau tidak perlu khawatir. Mas akan bantu sebisanya. Tapi tetap saja kau harus bekerja demi anakmu. Kau lihat istriku walaupun dia seorang istri dan seorang ibu tapi dia tidak berpangku tangan. Punya pekerjaan dan mandiri sebagai wanita.”

“Baiklah mas aku akan pikir-pikir untuk menikah dengan Erik, aku lebih baik keluar dari kuliah dan mulai bekerja untuk masa depanku dan anakku. Aku bisa bekerja dari rumah.” Wati sedikit merasa lega walaupun hatinya terasa sakit dicampakkan pada saat mengandung hasil percintaannya dengan Erik. Cinta yang awalnya dia anggap cinta suci ternyata semua palsu.

Dewi menengok ke arah mesin jahit peninggalan ibunya almarhumah di pojok ruangan. Satu-satunya kenangan yang sangat membekas di hatinya. Mulai belajar membuat pola hingga menjahitnya menjadi sebuah baju yang cantik bersama ibunya.

Ibu sudah memiliki branding daster batik yang multifungsi sehingga ibu-ibu pun tidak segan memakainya bepergian keluar rumah dipadukan dengan kerudung warna yang cocok menjadikan daster itu lebih cocok disebut gaun muslim batik.

Selama ini Dewi membantu ibunya memasarkan produknya melalui sosmed dengan branding ibunya.

“Daster Anggraeni” di ambil dari nama belakangnya Dewi Anggraeni. Selain daster ibu juga membuat “Kerudung Anggraeni”

“Aku akan meneruskan usaha ibu. Tidak peduli sepahit apapun hukuman sosial kepadaku aku akan melaluinya yang penting aku bisa menghidupi sendiri aku dan anakku. Orang sukses tidak harus kuliah tinggi.” Batin nya.

Uang yang dia peroleh dari hasil panen sawah ibunya akan dipakainya sebagai modal awal. Dewi mulai menghubungi pegawai ibunya yang sempat diliburkan saat ibunya mulai sakit dan usaha pakaian jadi itu pun berhenti.

“Assalamualaikum, suara wanita yang sudah sangat dikenal oleh Dewi membuat hati Dewi terlonjak gembira.

“Waalaikumsalam, mbak Lah… ayo masuk.” Jawab Dewi, orang yang dipanggil mbak Lah panggilan untuk Laila salah satu pegawai ibunya. Masuk dan duduk dihadapan Dewi.

“Begini mbak Lah saya punya rencana meneruskan usaha ibu almarhumah. Saya harap mbak Lah tidak keberatan bekerja lagi di usaha konveksi milik ibu walaupun sekarang saya yang menjalankan usaha nya.” Dewi menerangkan maksud dan tujuannya memanggil Laila, wanita usia tiga puluhan yang sudah cukup lama bekerja pada ibunya.

“Alhamdulillah mbak Dewi kalau usaha konveksi bu Ratih bisa berjalan lagi. Tentu saja saya mau bekerja disini lagi. Saya sudah mencari kerja kesana kemari tapi masih belum dapat.” Jawab Laila alias mbak Lah.

Ibunya memiliki peralatan menjahit yang lengkap mulai dari mesin jahit dan mesin obras sehingga tidak perlu repot-repot mengobraskan jahitan yang akan dijadikan baju.

“Sudah lama ibu tidak memproduksi baju, kini saatnya mulai berproduksi, apakah mbak Lah mau menemaniku pergi ke Solo tempat ibu biasa berbelanja kain batik?” tanya Dewi

“Iya bisa mbak Dewi. Kapan kita berangkat. Mbak Lah bertanya balik.

Besok pagi saja. Kita naik mobil ibuku ya mbak karena kita searah maka aku yang menjemput mbak Lah.” jawab Dewi.

Saya akan siap begitu mbak Dewi datang. Kalau begitu saya permisi dulu. Jadi fix saya mulai bekerja besok ya mbak?” Mbak Lah mengkonfirmasikan waktu mulai bekerja nya.

“Iya besok hari pertama mbak Lah kembali bekerja,” tegas Dewi.

Sepulang mbak Lah Dewi memasak makan malam untuk keluarga nya.

Semua sudah siap saat satu persatu keluarga nya pulang ke rumah.

Ayahnya pulang kerja dalam keadaan letih masuk begitu saja tanpa mengucap salam lalu menghempaskan tubuhnya di sofa sambil memejamkan matanya.

“Ayah lelah, mau kopi ayah?” sapa Dewi yang dibalas hanya dengan anggukan kepala.

Dewi ke dapur untuk membuatkan kopi ayahnya saat uap panas mengepul di udara dan air didalam panci menggelegak mendidih kakaknya sudah berada didapur dan minta sekalian dibuatkan kopi.

Dewi membuat dua cangkir kopi untuk dua laki-laki beda usia itu.

Akhirnya semua anggota keluarganya lengkap dan Dewi mengajak mereka makan.

Semua makan dalam diam. Akhirnya Dewi memecahkan kesunyian dengan meminta ijin kepada Denaya kakak tirinya untuk memakai mobilnya yang langsung ditolak olehnya.

“Maaf mbak Dena aku betul-betul butuh mobil itu untuk mulai bekerja. Aku akan meneruskan bisnis konveksi ibuku. Lagipula bukankah mobil itu milik ibu kandungku?”

“Tapi ibumu sudah meninggal dan kau cuma numpang disini jadi kau harus tahu diri. Mobil itu sekarang aku yang akan memakainya untuk kuliah.” ketus Dena.

“Oh tidak bisa. Mobil itu untuk operasional usaha ibuku. Mobil itu juga atas nama ibuku. Silahkan kau pakai kuliah tapi kau harus mengijinkan aku memakainya kalau aku membutuhkannya. Bukankah kau biasa memakai motor untuk kuliah?” Balas Dewi.

“Dewi kau itu sedang hamil. Mau kemana harus memakai mobil?” Tanya ayah.

“Dewi mau ke Solo ayah. Mau membeli banyak kain batik untuk mulai memproduksi baju-baju yang biasa dijual ibu.” Dewi menjelaskan pada ayahnya.

“Dena kau berikan mobilnya pada adikmu. Dia membutuhkannya untuk urusan pekerjaan bukan untuk hura-hura. Kau yang harus mengalah bukankah ayah sudah menuruti keinginan mu ganti motor baru? Mau ayah jual motormu?”

“Ck…kenapa sih ayah belain dia? Bukankah ibunya sudah mati? Tidak seharusnya dia berada disini lagi.”

Plakk…. tamparan keras mendarat di pipi Dena.

“Tutup mulutmu. Adikmu ini hanya beda ibu. Dia juga anak ayah. Lagipula tanah disamping rumah kita yang dibangun untuk memperluas rumah kita bukankah ibunya Dewi yang membeli dan membangun nya? Rumah disebelah yang biasa dipakai ibunya Dewi bekerja adalah milik Dewi.” Tegas Gunadi.

1
Nadira ST
thor smoga keluarga mertua Amira baik terus ya jangan sampai berubah jahat
Diah Susanti
kalau yang aq baca sampai sini sih, yang toxic cuma kakak iparnya saja. ibu dan ani juga baik, semoga gk dibikin berubah sama othor😁😁😁
Sri Wahyuni
😍
Sri Wahyuni
Amira benar kakak ipar harus dilawan KLO ngelunjak
Sri Wahyuni
Amira pinter bgt
Sri Wahyuni
Bagus ceritanya n tidak belibet
Ceritanya bagus kak, reletabel sama kehidupan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!