NovelToon NovelToon
Dia Milikku

Dia Milikku

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Idola sekolah
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: Caca99

Kisah perjalanan sepasang saudara kembar memiliki sifat yang berbeda, juga pewaris utama sebuah perusahaan besar dan rumah sakit ternama milik kedua orang tuanya dalam mencari cinta sejati yang mereka idamkan. Dilahirkan dari keluarga pebisnis dan sibuk tapi mereka tak merasakan yang namanya kekurangan kasih sayang.

Danial dan Deandra. Meski dilahirkan kembar, tapi keduanya memiliki sifat yang jauh berbeda. Danial yang memiliki sifat cuek dan dingin, sedangkan Deandra yang ceria dan humble.

Siapakah diantara dua saudara kembar itu yang lebih dulu mendapatkan cinta sejati mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caca99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21 Silaturahmi

Setelah makan siang bersama, bunda Kanaya tak langsung pulang. Wanita paruh baya itu mengajak anak dan menantunya bersantai sebenar diruang keluarga. Tapi Danial tak bisa karena dia sudah ada janji dengan papa Edgar untuk datang ke kantor. Walaupun masih SMA tapi papa Edgar sudah mengajarkan sedikit demi sedikit pekerjaan kantor kepada Danial, supaya nanti setelah lulus kuliah dan melanjutkan kepemimpinan papanya, Danial tak terlalu kaget.

Bunda Kanaya dan papa Edgar sudah menyiapkan aset untuk kedua anak mereka. Yaitu perusahaan untuk Danial dan nantinya rumah sakit juga akan di kelola oleh Dea.

Untuk sekarang Meldy tak canggung lagi saat ngobrol bersama bunda Kanaya. Dia mulai bisa mendekatkan diri dengan ibu mertua nya itu, dan juga bunda Kanaya tak menjaga jarak dengan Meldy.

"Emang harus dari sekarang ya bun? Kan kak Danial masih SMA?." Tanya Meldy, saat baru saja Danial berpamitan.

"Kalau menurut bunda sih nggak sayang, tapi ini sudah kemauan Danial. Papa nggak pernah maksa Danial harus belajar mengelola perusahaan dari sekarang, tapi anak nya sendiri yang mau. Tentu dengan senang hati papa mengajari suami kamu itu."

"Apa nggak pusing bun? Kak Melvin aja belum pernah belajar mengelola perusahaan." Benar yang dikatakan Meldy, walaupun sekarang papa Hendra sudah meninggal, tapi perusahaan masih dikelola oleh orang kepercayaan keluarga Aldiwara. Meski dari jauh hari ternyata papa Hendra sudah mengubah kepemilikan perusahaan atas nama Melvin.

"Papa nggak langsung ngasih dokumen yang susah kok, masih yang ringan-ringan. Bagaimana pun kan Danial juga harus fokus sama pelajarannya dulu."

"Kak Dea juga sama bun?."

"Jangan tanya adik ipar kamu itu, dia masih mikirin shoping dan bermain. Bunda nggak pernah memaksa mereka untuk ini dan itu. Terserah nantinya Danial atau Dea mau melakukan apa untuk mesa depan mereka. Asal itu tidak merugikan mereka dan banyak orang, bunda pasti dukung, begitu juga sama kamu." Bunda Kanaya membelai rambut Meldy yang tanpa sadar Meldy telah menyenderkan kepalanya dibahu bunda Kanaya.

"Entahlah lah bun, Meldy aja sekarang ragu dengan masa depan Meldy."

"Loh kenapa sayang?."

"Bukannya sekarang status Meldy sudah jadi istri kak Danial. Emangnya masih boleh Meldy mengejar cita-cita Meldy?."

"Boleh dong, siapa yang bilang nggak boleh."

Meldy mendongak. "Emangnya bisa bun?."

"Bisa dong. Kalau boleh bunda tau, apa sih cita-cita menantu bunda yang cantik ini?."

"Meldy pengen jadi desainer bun, dan punya butik sendiri."

"Waah, bagus itu. Jadi, nanti kalau bunda mau beli baju tinggal datang ke butik kamu. Bunda pasti akan dukung cita-cita kamu."

"Makasih bunda." Meldy mengeratkan pelukannya.

"Sama-sama sayang."

"Maaf ya nak, karena perjanjian sepihak papa kalian. Kamu dan Danial jadi terjebak di pernikahan tanpa cinta ini." Ucap bunda Kanaya.

"Nggak apa-apa bun, Meldy ikhlas kok jalanin semua. Mungkin ini memang udah jalannya."

"Mudah-mudahan aja suatu saat muncul rasa cinta diantara kalian." Ucap bunda Kanaya. Meldy tak menjawab, dia hanya bisa tersenyum. Meldy sendiri ragu dengan pernikahan ini, apakah akan berakhir bahagia seperti yang diharapkan bunda Kanaya atau malah berakhir dengan kata perpisahan.

Bagi Meldy, untuk sekarang biarlah dijalani dulu seperti apa adanya.

Sore harinya bunda Kanaya berpamitan, sudah cukup rasanya dia mengunjungi anak dan menantunya hari ini.

Begitu bunda Kanaya pulang, Meldy kembali masuk kedalam kamar. Seperti biasa, setelah mengerjakan tugas sekolah, Meldy memilih duduk santai di balkon kamarnya sambil membaca novel ditemani segelas jus yang tadi dibuat mbak Siska.

Sementara itu dikediaman Aldiwara, Melvin juga sama halnya dengan Meldy, duduk di balkon kamarnya. Bedanya Melvin sedang melamun, memikirkan Meldy yang sepertinya masih merajuk.

Sebenarnya Melvin juga tak tega dan tak mau berpisah dari adik dan keluarga satu-satunya yang Melvin miliki saat ini. Tapi apa boleh buat, keadaan sekarang tak semudah yang dibayangkan. Meldy sudah memiliki suami dan sudah semestinya ikut dengan sang suami.

Tok

Tok

Tok

Terdengar suara ketukan pintu dari luar kamar Melvin. "Den Melvin, dibawah ada tamu deh." Ternyata yang mengetuk pintu adalah bibi.

Melvin membukakan pintu. "Siapa bi?." Tanye Melvin.

"Non Dea den." Jawab bibi.

"Dea?."

"Iya den."

Melvin menemui Dea yang menunggu diruang tamu.

"Hai." Sapa Dea.

"Tumben banget, ada apa nih?." Tanya Melvin lalu duduk disofa kosong didepan Dea.

"Nggak ada, cuma mau silahturahmi aja."

"Aneh." Gumam Melvin. Mereka tak sedekat itu untuk Dea hanya sekedar bertamu, pasti ada hal lain yang ingin disampaikan bukan?.

"Kok aneh sih? Orang mau silahturahmi malah dibilang aneh. Lo udah makan belum?." Tanya Dea.

"Belum, kenapa?."

"Nggak, mau ngajak lo makan siang bareng sih kalau belum makan."

"Dimana?."

"Terserah, disini juga boleh, kalau bibi udah masak ya, soalnya gue nggak bisa masak." Dea menyengir kuda.

"Numpang makan nih ceritanya."

Dea menyunggingkan senyumannya. "Anggap aja gitu." Sebenarnya tujuan Dea datang adalah untuk memastikan Melvin baik-baik saja atau tidak, apalagi setelah ditinggal papanya dan sekarang Melvin harus tinggal sendiri karena Meldy harus ikut Danial.

"Makan disini aja, kebetulan tadi bibi udah masak." Ucap Melvin, kemudian mereka beranjak ke meja makan.

"Lo baik-baik aja kan? Nggak kesepian kan?." Tanya Dea, disela-sela makan.

"Kesepian? Kenapa?."

"Ya mana tau kan, karena sekarang Meldy nggak tinggal disini."

"Ooh itu, nggak lah. Lagian kan gue yang minta Meldy untuk tinggal sama Danial."

"Lo yakin?." Dea menatap ragu.

"Kenapa? Kelihatan bohong ya?." Melvin tersenyum. "Bohong sih kalau gue bilang nggak kesepian, karena jujur memang gue kesepian sejak nggak ada Meldy, tapi mau gimana kan? Udah jalannya juga."

"Gue salut sama lo."

Melvin mengerutkan keningnya, salut dari mana coba?.

"Lo masih bisa senyum saat semua yang telah terjadi, mungkin kalau gue yang ada di posisi lo sama Meldy, gue nggak akan sanggup. Ditinggal seminggu sama papa keluar negeri aja kangen nya minta ampun."

"Allah sudah mengatur semua sesuai porsinya. Jadi kita harus bisa menjalankan dengan ikhlas." Diam sejenak, mereka fokus dengan piring masing-masing.

"De...." Panggil Melvin, Dea menoleh.

"Gue tau lo datang ke sini untuk menghibur gue kan. Gue akan baik-baik aja selama Meldy bahagia. Bagi gue kebahagiaan Meldy itu diatas segala-galanya. Mungkin untuk sekarang gue belum bisa bilang hal ini sama Danial karena gue tau belum ada cinta diantara mereka. De, sebagai orang yang sekarang dekat sama Meldy, gue minta bantuan lo untuk jagain Meldy ya. Gue yakin lo bisa jadi sahabat, kakak, dan saudara yang baik buat Meldy."

"Kenapa bukan lo aja?."

"Gue sekarang nggak lagi setiap hari ketemu sama Meldy, apalagi sekarang dia kayaknya masih ngambek sama gue. Walaupun kita satu sekolah, gue jarang ketemu sama dia."

Dea tersenyum. "Pasti, lo nggak usah khawatir. Ada gue sama Pijar yang akan selalu menemani Meldy." Dea dapat melihat dari mata Melvin ada beban berat yang saat ini ditanggung oleh pria itu. Dea paham, sebagai anak laki-laki satu-satunya di keluarga, Melvin sekarang yang harus mengurus semua peninggalan sang papa. Mau tidak mau, Melvin harus mulai belajar mengurus semua aset yang ditinggalkan papanya.

Setelah makan dan ngobrol sebentar, Dea pamitan untuk pulang, diantar Melvin sampai didepan pintu.

"Makasih ya untuk makan siangnya." Ucap Dea sebelum masuk ke dalam mobil.

"Sama-sama." Melvin tersenyum. Tak sedingin waktu pertama kali Dea ngajak Melvin ngobrol. Mungkin waktu itu suasana hati Melvin sedang buruk karena sedang berduka.

"Hmm, De.... gue boleh minta nomor telepon lo nggak?." Tanya Melvin ragu.

"Boleh, sini." Dea mengulurkan tangannya meminta hp Melvin.

"Nih, nomor gue." Dea mengembalikan hp Melvin setelah mengetik nomor nya disana.

"Thanks ya De."

"Sama-sama, santai aja. Kalau gitu gue pulang ya." Melvin mengangguk. Cukup lega rasanya setelah ngobrol dengan Dea. Ternyata yang Melvin butuhkan saat ini hanyalah seorang teman untuk berbagi cerita.

Sebenarnya disekolah, Melvin memiliki banyak teman. Tapi, hanya sekedar berteman. Tak ada yang dekat, bahkan untuk saling berbagi cerita.

1
Ritsu-4
Keren thor, jangan berhenti menulis! ❤️
Eca99: terimakasih support nya🤗
total 1 replies
Alhida
Aduh, hatiku berdebar-debar pas baca cerita ini, author keren abis!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!