NovelToon NovelToon
Istri Pesanan Miliarder

Istri Pesanan Miliarder

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Crazy Rich/Konglomerat / Mengubah Takdir
Popularitas:5.7k
Nilai: 5
Nama Author: Stacy Agalia

Zayn Alvaro, pewaris tunggal berusia 28 tahun, tampan, kaya raya, dan dingin bak batu. Sejak kecil ia hidup tanpa kasih sayang orang tua, hanya ditemani kesepian dan harta yang tak ada habisnya. Cinta? Ia pernah hampir percaya—tapi gadis yang disayanginya ternyata ular berbisa.
Hingga suatu hari, asistennya datang dengan tawaran tak terduga: seorang gadis desa lugu yang bersedia menikah dengan Zayn… demi mahar yang tak terhingga. Gadis polos itu menerima, bukan karena cinta, melainkan karena uang yang dijanjikan.
Bagi Zayn, ini hanya soal perjanjian: ia butuh istri untuk melengkapi hidup, bukan untuk mengisi hati. Tapi semakin hari, kehadiran gadis sederhana itu mulai mengguncang tembok dingin di dalam dirinya.
Mampukah pernikahan yang lahir dari “pesanan” berubah menjadi cinta yang sesungguhnya? Ataukah keduanya akan tetap terjebak dalam ikatan tanpa hati?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Stacy Agalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pesta

Matahari perlahan merunduk di ufuk barat, sinarnya masuk lembut melalui tirai tipis kamar Alisha dan Zayn. Di meja rias, berbagai perlengkapan kecantikan sudah tertata rapih. Seorang pelayan muda bernama Sari, dengan wajah ceria dan tangan cekatan, tengah membantu Alisha bersiap.

“Sedikit lagi, Nyonya,” ucap Sari sembari menyematkan anting kristal kecil di telinga Alisha. “Gaunnya benar-benar cocok sekali dengan tubuh Nyonya. Tuan Zayn pasti terpesona.”

“Jangan begitu, Sari…” Alisha buru-buru menunduk, pipinya memanas. “Aku hanya takut terlihat aneh nanti di pesta. Aku tidak terbiasa dengan acara seperti itu.”

Sari tersenyum menenangkan. “Nyonya tidak perlu khawatir. Dengan gaun indah dan wajah secantik ini, tidak ada yang akan menganggap aneh. Semua mata pasti akan tertuju pada Nonya, semua pasti iri pada Tuan Zayn karena memiliki istri seanggun Nyonya.”

Ucapan itu membuat Alisha semakin salah tingkah. Tangannya meremas lipatan gaun pelan, sementara jantungnya berdetak cepat.

.....

Suara deru mobil terdengar dari halaman. Sari menoleh ke jendela, tersenyum. “Sepertinya Tuan sudah pulang.”

Tak lama kemudian, suara langkah Zayn terdengar di lorong. Pintu kamar terbuka, dan di sanalah Zayn berdiri dengan kemeja putih yang lengan panjangnya digulung setengah, dasi hitam sudah melonggar di leher. Rambutnya sedikir berantakan, tapi justru penampilan yang seperti itu membuatnya terlihat lebih memikat.

Tatapan Zayn jatuh pada Alisha, yang duduk di depan meja rias dengan gaun biru tua itu. Sejenak ruangan terasa sunyi, seakan waktu berhenti.

Zayn masuk perlahan, menyampirkan jas hitam di lengannya. Senyum samar muncul di wajahnya. “Kau… terlihat luar biasa.”

Alisha menunduk cepat, pura-pura merapihkan lipatan gaunnya. "Z-zayn, jangan menggoda…”

Zayn mendekat, lalu menoleh sekilas pada Sari. “Terima kasih. Kau boleh keluar dulu.”

Sari membungkuk sopan. “Baik, Tuan.” Ia melangkah keluar dengan senyum yang tak bisa di sembunyikan, meninggalkan keduanya di dalam kamar.

"Tunggu disini, aku bersiap dulu," ucap Zayn, melangkah ke kamar mandi namun Alisha mencegahnya.

"Zayn, tunggu..."

Zayn menghentikan langkahnya, lalu berbalik. "Ya?"

"Kau akan mandi lalu berpakaian disini?" tanya Alisha dengan wajah mulai menegang.

Zayn terkekeh, "Memang kenapa? Ku rasa tidak salah, kita suami istri."

Melihat raut tegang dan menggemaskan Alisha, Zayn kembali menghampiri istrinya. "Siapkan pakaian untukku, yang senada denganmu. Kau dulu terbiasa dengan hal seperti ini kan? Aku percaya padamu."

Mengingat dulu Alisha adalah pekerja butik yang cukup ternama di Jakarta, Zayn merasa tak membutuhkan fashion stylish, toh istrinya pun memahami hal itu.

"Baik, aku siapkan. Setelah ini aku akan keluar," ucap Alisha sembari bangkit, menuju lemari.

"Tak perlu keluar, nanti aku akan memintanya padamu setelah aku selesai mandi," Zayn kembali melangkah memasuki kamar mandi, meninggalkan wajah istrinya yang masih sedikit tegang.

Benar saja, beberapa menit kemudian Zayn membuka sedikit pintu kamar mandi. Ia menyembulkan kepalanya keluar, "Alisha, tolong bawakan pakaianku."

Dengan ragu, Alisha berjalan pelan menuju pintu kamar mandi, dengan satu set pakaian Zayn di tangannya, "Ini."

Bukan pakaian yang di raih, tapi tangan Alisha.

"Z-zayn, kenapa aku yang di tarik?" pekik Alisha, tubuhnya nyaris oleng jika saja Zayn tak menahannya.

Zayn tersenyum nakal, senyuman yang membuat bulu kuduk Alisha meremang, "Tak apa, mau tunggu aku disini?"

Alisha menggeleng cepat, ia buru-buru meraih gagang pintu, keluar dengan cepat. Zayn tertawa kecil melihat tingkah Alisha.

Sementara menunggu Zayn, Alisha kembali duduk di depan meja rias. Dalam hati ia menggerutu, "Zayn itu senang sekali menggodaku, apakah itu hobi barunya, atau memang dia seperti itu juga pada wanita lain? Eh, astaga, Alisha..." batinnya.

Tak lama Zayn keluar, ia berjalan ke arah lemari, mengenakan jasnya dengan gerakan tenang. Cermin besar di kamar itu menangkap bayangan keduanya. Satu pria tinggi berwibawa dalam balutan jas hitam, dan seorang wanita anggun dalam gaun biru elegan.

Alisha berdiri pelan, lalu menoleh ke arah cermin. Hatinya bergetar melihat betapa serasinya mereka tampak bersama. Seolah-olah gaun itu memang diciptakan hanya untuk melengkapi wibawa Zayn.

Zayn menyadarinya juga. Ia melangkah mendekat, meraih jemari Alisha dengan lembut. “Lihatlah cermin itu. Mereka… pasangan yang serasi, bukan?”

Alisha menahan napas, wajahnya bersemu merah. Ia tak sanggup menjawab, hanya menunduk malu, namun genggaman tangan Zayn membuatnya merasa hangat sekaligus gugup.

Zayn tersenyum tipis, menunduk sedikit sehingga wajah mereka hampir sejajar. “Malam ini, jangan takut. Pegang tanganku saja.”

____

Malam itu udara terasa sejuk, angin berhembus pelan ketika mobil hitam mewah milik Zayn meluncur keluar dari gerbang besar rumah bak mansion itu. Dua mobil bodyguard mengikuti dari belakang, membentuk iring-iringan yang rapih. Lampu-lampu jalan menyinari jalur yang mereka lewati, memantul di permukaan kaca mobil yang mengkilap.

Di dalam kabin, suasana terasa hening tapi sarat dengan ketegangan kecil. Zayn duduk di kursi pengemudi, satu tangannya mantap di kemudi, sementara tangan satunya terkadang berpindah ke gigi persneling dengan gerakan tenang. Ia mengenakan jas hitam pekat dengan dasi senada, rambutnya tersisir rapih, membuatnya tampak semakin berwibawa.

Alisha duduk di kursi penumpang sebelahnya, gaun biru gelap berkilau yang membalut tubuhnya membuatnya merasa berbeda dari dirinya biasanya. Gaun itu lembut menyentuh kulitnya, seolah mengingatkan bahwa malam ini ia akan masuk ke dunia yang asing baginya—dunia pesta orang-orang kaya dan kolega bisnis Zayn.

Tangannya meremas ujung clutch kecil di pangkuan, berusaha menahan degup jantungnya yang tak terkendali. Sesekali ia melirik ke arah Zayn, lalu buru-buru mengalihkan pandangannya ke luar jendela, takut kalau tatapannya ketahuan.

“Kenapa seperti orang yang mau sidang pengadilan?” suara Zayn tiba-tiba terdengar, tenang tapi penuh nada menggoda.

Alisha langsung tersentak. “A—apa maksudmu?” tanyanya kikuk.

Zayn menoleh sekilas, sudut bibirnya terangkat. “Wajahmu tegang sekali. Malam ini bukan ujian, Alisha. Hanya pesta ulang tahun sahabatku. Santai saja.”

Alisha menunduk, pipinya memanas. “Aku takut tidak bisa menyesuaikan diri. Aku tak pernah datang ke acara semacam ini sebelumnya.”

Mobil melaju melewati jalan protokol kota, lampu neon toko-toko dan restoran berkilau di sisi kiri kanan jalan. Dari kaca jendela, Alisha bisa melihat bayangan dirinya sendiri—mata yang jelas-jelas menunjukkan kegugupan.

Zayn meraih tangan Alisha dengan santai, lalu menggenggamnya tanpa mengalihkan pandangan dari jalan. “Kau tidak perlu menyesuaikan diri. Cukup jadi dirimu sendiri. Malam ini… semua orang hanya perlu tahu jika kau adalah wanita yang berdiri di sisiku.”

Alisha terpaku. Kata-kata itu sederhana, tapi seakan menyalakan api kecil di dalam dadanya. Ia ingin membalas, tapi bibirnya kelu.

.....

Mobil melaju semakin jauh dari pusat kota menuju area perbukitan pinggiran, di mana hotel dan resort mewah biasa mengadakan pesta outdoor. Udara berubah lebih sejuk, aroma pepohonan terbawa masuk melalui ventilasi AC mobil.

Alisha menatap keluar, matanya menangkap kelap-kelip lampu dari kejauhan, seperti bintang-bintang yang turun ke bumi. Pikirannya campur aduk—antara gugup, takut salah langkah, dan tak percaya bahwa dirinya kini berada di samping pria sekelas Zayn, menuju sebuah pesta di mana ia akan diperkenalkan ke dunia baru.

Di belakang, bodyguard tetap menjaga jarak, lampu depan mobil mereka sesekali menyinari bagian belakang mobil Zayn. Semua berjalan dengan tenang, teratur, seolah jalannya memang sudah diatur hanya untuk mereka.

“Acara ini diadakan di luar ruangan?” tanya Alisha akhirnya, mencoba memecah sunyi.

“Iya,” jawab Zayn datar. “Taman luas di salah satu resort sahabatku. Musik, lampu gantung, meja makan panjang, semuanya sudah diatur. Kau akan menyukainya.”

“Bagaimana jika aku… tidak bisa bersikap seperti seharusnya?” Alisha masih ragu.

Zayn menoleh sebentar, matanya menatap dalam. “Jika ada yang salah, biar aku yang menanganinya. Kau hanya perlu duduk di sampingku. Itu saja sudah cukup.”

Degup jantung Alisha semakin kencang. Ia hanya bisa mengangguk, sementara genggaman tangan Zayn tetap hangat di jemarinya.

Tak lama kemudian, mereka sampai di area resort. Jalan masuknya dihiasi lampu-lampu kecil di sepanjang jalur, menciptakan suasana romantis. Dari kejauhan, terdengar samar denting musik jazz yang mengalun lembut. Lampu gantung berkilau di taman luas, memantulkan cahaya hangat di antara pepohonan.

Mobil berhenti tepat di depan gerbang utama taman, di mana beberapa valet sudah menunggu. Bodyguard segera turun lebih dulu, memastikan keamanan. Namun, seperti biasa, Zayn tetap turun dari kursi pengemudi sendiri.

Ia berkeliling ke sisi penumpang, lalu membuka pintu untuk Alisha. Mengulurkan tangan, ia menatap istrinya dengan senyum tipis. “Siap masuk ke duniamu yang baru?”

Alisha menarik napas panjang, lalu meletakkan tangannya di atas tangan Zayn. Degupan jantungnya masih kacau, tapi genggaman hangat itu membuatnya merasa sedikit lebih berani.

Begitu melangkah masuk ke taman resort, Alisha seperti dibawa ke dunia lain. Lampu gantung kristal berkelap-kelip di antara pepohonan, menciptakan suasana magis. Jalan setapak dipenuhi kelopak bunga segar yang ditaburkan, sementara meja-meja bulat berlapis kain putih elegan tersebar rapih. Musik jazz mengalun pelan dari panggung kecil di sudut taman, memberi sentuhan hangat di udara malam yang sejuk.

Semua tamu tampil glamor. Gaun-gaun panjang berkilauan, jas dan tuxedo dengan potongan sempurna, aroma parfum mahal bercampur dengan aroma anggur dan hidangan mewah yang disajikan oleh pramusaji.

Ketika Zayn menuntun Alisha masuk, hampir seketika kepala-kepala menoleh. Beberapa wanita menatapnya dengan tatapan penuh penilaian, ada yang menyunggingkan senyum tipis, ada pula yang terlihat berbisik-bisik. Para pria kebanyakan memberi anggukan sopan kepada Zayn, tapi mata mereka tak lepas dari sosok Alisha yang tampak sederhana namun mempesona.

Gaun biru gelap Alisha memang tidak berlebihan, tapi justru menonjolkan keanggunan alami. Seakan aura asing yang tak tersentuh menempel padanya, membuatnya semakin menonjol di tengah gemerlap pesta.

“Zayn, akhirnya datang juga!”

Seorang pria yang usianya tak jauh dengan Zayn menghampiri dengan jas abu-abu, wajahnya penuh senyum ramah. Ia menepuk bahu Zayn, lalu menatap Alisha dengan tatapan ingin tahu.

“Richard,” balas Zayn sambil menjabat tangannya. “Ini istriku, Alisha.”

Richard mengangguk hormat pada Alisha. “Senang bertemu denganmu. Akhirnya Zayn memperlihatkan siapa yang bisa membuatnya rela datang ke pesta sosial,” ujarnya sambil tertawa kecil.

Alisha hanya tersenyum kaku, mencoba ramah. “Senang berkenalan dengan Anda.”

Percakapan berlanjut. Beberapa kolega lain menghampiri, menyapa Zayn, menyalaminya dengan penuh penghormatan. Mereka juga sempat melirik Alisha, menanyakan beberapa hal kecil sekadar basa-basi. Meski terasa canggung, Alisha berusaha menanggapi dengan sopan, sesuai nasihat Zayn untuk jadi dirinya sendiri.

Namun, di tengah ramainya obrolan, Alisha mulai merasa gelisah. Sejak tadi ia menahan keinginan ke toilet, dan semakin lama perutnya terasa tidak nyaman. Tatapannya sempat beralih pada Zayn, yang tengah berbincang serius dengan dua kolega penting. Kata-kata Zayn sebelumnya terngiang: “Jika ada yang salah, bilang padaku.”

Tapi Alisha tak ingin merepotkan. Ia pikir, hanya sebentar saja, tak akan ada masalah. Jadi, dengan langkah hati-hati, ia beranjak pelan dari kerumunan. Seorang pramusaji menunjukkan arah toilet ketika ia bertanya singkat.

.....

Di sisi lain, Zayn masih bercakap dengan koleganya ketika salah satu bodyguard mendekat dengan wajah serius. Ia menunduk sedikit, berbisik pelan:

“Tuan, Lucas ada di sini.”

Zayn langsung terdiam sepersekian detik. Urat di rahangnya menegang. Nama itu jelas bukan sekadar informasi ringan. “Lucas?” ulangnya rendah, nyaris seperti geraman.

Bodyguard itu mengangguk. “Ya, dia terlihat di sisi barat taman, bersama beberapa orang yang tidak asing.”

Pandangan Zayn segera beralih ke sisi di mana Alisha tadi berdiri. Dadanya mengeras ketika mendapati tempat itu kosong. Ia menyapu sekeliling dengan cepat, namun sosok Alisha tak terlihat.

“Dimana dia?” suara Zayn terdengar dingin.

Bodyguard yang lain segera menyusuri kerumunan, melapor ke alat komunikasi kecil di telinga mereka. Beberapa orang berpencar, mencari jejak Alisha.

Zayn menahan amarah dan kegelisahannya, tapi langkahnya langsung panjang dan penuh kewaspadaan. Ia tahu betul siapa Lucas—dan jika pria itu ada di sini, maka Alisha yang tidak di sisinya berarti dalam bahaya.

Alisha sendiri sedang menyusuri koridor taman menuju toilet, berusaha menenangkan dirinya. Ia tak sadar, langkah kakinya sudah menjauh cukup jauh dari keramaian pesta. Musik jazz mulai terdengar samar, digantikan suara jangkrik dan desir angin malam.

Di balik semak tinggi yang tertata rapih sebagai pembatas taman, sepasang mata asing memperhatikan setiap geraknya.

1
Lisa
Benar² kejam Omar & Lucas itu..menghilangkan nyawa org dgn seenaknya..pasti Tuhan membls semua perbuatan kalian..utk Alisha & Bima yg kuat & tabah ya..ada Zayn,Juna, Arvin yg selalu ada di samping kalian..
Lisa
Ya Tuhan sembuhkan Ibunya Alisha..nyatakan mujizatMu..
Lisa
Makin seru nih..ayo Zayn serang balik si Omar & Lucas itu..
Lisa
Ceritanya menarik
Lisa
Semangat y Zayn..lawan si Omar & Lucas itu..lindungi Alisha & Bima..
Lisa
Selalu ada pengganggu..ayo Zayn ambil sikap tegas terhadap Clarisa
Lisa
Moga lama² Zayn jatuh cinta pada Alisha..
Lisa
Ceritanya menarik nih..
Lisa
Aku mampir Kak
Stacy Agalia: terimakasiiihh🥰
total 1 replies
Amora
lanjut thor, semangaaatt
Stacy Agalia: terimakasiiiiih🥰
total 1 replies
Stacy Agalia
menarik ceritanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!