NovelToon NovelToon
The Legend Of The Shadow Eater

The Legend Of The Shadow Eater

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Iblis / Kutukan / TKP / Hantu
Popularitas:483
Nilai: 5
Nama Author: Senara Rain

Bagi Lira, Yash adalah mimpi buruk. Lelaki itu menyimpan rahasia kelam tentang masa lalunya, tentang darah dan cinta yang pernah dihancurkan. Namun anehnya, semakin Lira menolak, semakin dekat Yash mendekat, seolah tak pernah memberi ruang untuk bernapas.
Yang tak Lira tahu, di dalam dirinya tersimpan cahaya—kunci gerbang antara manusia dan dunia roh. Dan Yash, pria yang ia benci sekaligus tak bisa dihindari, adalah satu-satunya yang mampu melindunginya… atau justru menghancurkannya sekali lagi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senara Rain, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

21

Yash kembali ke apartemen, napasnya berat setelah berhadapan dengan Lysander. Namun langkahnya terhenti seketika begitu matanya menangkap sosok asing di ruang tamu.

Seorang wanita tinggi berkerudung putih duduk anggun di sofa, gaunnya menjuntai seperti kabut yang terus bergerak, berlapis–lapis seolah menyatu dengan udara. Di pangkuannya, Lira terbaring lemah, matanya setengah terpejam.

Wanita itu bersenandung lirih—suara yang terdengar indah sekaligus menusuk dada. Setiap nada bagai benang halus yang menarik keluar cahaya tipis dari tubuh Lira. Cahaya itu bergetar di udara, hampir lepas dari raganya.

“Lira…” suara Yash tercekat, tubuhnya menegang.

Ratu Arwah menoleh perlahan, wajahnya tak terlihat jelas di balik kerudung putih, namun bibir pucatnya melengkung membentuk senyum samar.

“Shhh… jangan gaduh, Lelepah. Gadis ini sedang bermimpi. Aku hanya menuntunnya ke tempat yang lebih tenang.”

Yash menghunus lengannya, bayangan pekat membentuk belati di genggamannya.

“Lepaskan dia sekarang, Ratu Arwah.”

Nyanyian itu berhenti. Suasana ruangan mendadak hening, lalu suara tawa lirih mengalun.

“Ah, adik kecil Lelepah… selalu begitu terburu–buru. Tidakkah kau sadar? Gadis ini… milik semua yang haus akan cahayanya. Kau tak akan bisa melindunginya selamanya.”

Cahaya dari tubuh Lira semakin kuat, setengah jiwanya hampir terangkat. Wajah gadis itu pucat, bibirnya bergetar seperti ingin memanggil nama Yash, tapi tak ada suara yang keluar.

Yash melangkah maju, aura pekat meledak dari tubuhnya.

“Kalau kau berani mengambilnya… maka malam ini akan jadi malam terakhirmu, Ratu!”

Tanpa pikir panjang, Yash menghunus pedangnya. Bilah gelap itu muncul dari bayangan di lantai, panjang dan berdenyut seperti hidup, mengeluarkan aura yang menekan udara sekitar.

“Lepaskan dia, Ratu!” sergahnya dengan suara bergetar menahan amarah.

Ratu Arwah tidak bergeming. Ia hanya menundukkan kepala sedikit, kerudung putihnya bergoyang, lalu kembali melantunkan nyanyian lirih. Senandungnya menggema, membuat dinding apartemen bergetar seolah-olah udara ikut bernyanyi.

Tubuh Lira terangkat sedikit dari pangkuannya, cahaya dari dadanya semakin deras keluar. Wajahnya pucat, bibirnya nyaris tak bergerak, tapi jelas sekali Lira berusaha memanggil nama Yash.

Yash maju selangkah, pedangnya terarah ke dada Ratu Arwah. Aura pekat menyelubunginya, matanya merah menyala.

“Sekali lagi ku bilang, lepaskan dia!”

Namun Ratu Arwah hanya terkekeh, suara tawanya halus tapi mengiris.

“Kau benar-benar tidak sabar… persis seperti dulu, Lelepah kecil. Kau menusuk dulu, menyesal kemudian. Apa kau yakin pedangmu tidak akan melukai gadis ini?”

Sejenak Yash membeku. Cahaya dari tubuh Lira mengalir tepat ke arah tangan Ratu Arwah, menyatu dengan jari-jarinya. Jika ia menyerang gegabah, bisa saja bilah pedangnya malah merobek jiwa Lira yang setengah keluar.

“Apa yang kau lakukan padanya?” geram Yash, suaranya parau.

Ratu Arwah menundukkan wajah Lira, lalu mengusap kening gadis itu dengan lembut, kontras dengan aura kematian yang menyelimutinya.

“Hanya menidurkannya… agar ia lupa sejenak siapa dirinya. Jika aku mau, satu hembusan napas saja cukup untuk memutus tali jiwanya. Tapi—aku ingin kau sendiri yang memilih, Yash. Gadis ini… atau dunia yang kau jaga?”

Ratu Arwah menatap Yash dari balik kerudung putihnya. Suara nyanyiannya mereda, berubah jadi bisikan yang menggema dingin di ruangan.

“Aku akan memberimu dua pilihan, Lelepah.”

Ia mengangkat dagu Lira dengan satu jari, seolah memperlihatkan wajah pucat gadis itu pada Yash. Cahaya lembut terus merembes dari tubuh Lira, masuk ke dalam telapak tangannya.

“Pertama…” Ratu Arwah tersenyum samar. “Kau biarkan aku mengambil setengah jiwanya sekarang. Ia tetap hidup… tapi tak akan pernah mengingat siapa dirinya sebenarnya. Dengan begitu, ia akan aman dariku—dan juga dari kakakmu, Lysander. Ia akan kembali jadi gadis biasa, tanpa takdir, tanpa bayangan yang membebani.”

Yash mengepalkan pedangnya makin erat. “Itu bukan hidup… itu kematian perlahan.”

Ratu Arwah tertawa ringan. “Atau… pilihan kedua. Biarkan dia tetap utuh, dengan cahaya penuh di dalam tubuhnya. Tapi itu artinya, aku akan kembali, Lysander akan kembali, dan semua makhluk dari dua dunia akan terus memburu dirinya. Ia akan menderita, terluka, dan suatu saat… bisa mati di tangan mereka.”

Tatapan Yash mengeras, rahangnya mengatup.

“Jangan paksa aku memilih,” desisnya.

Ratu Arwah mendekatkan wajahnya ke arah Yash, seolah ingin menembus pertahanannya. “Oh, tapi kau harus memilih, Yash. Aku bisa membunuhnya sekarang juga. Jadi katakan padaku… kau ingin dia selamat tapi lupa siapa dirinya? Atau kau biarkan dia tetap jadi incaran semua kegelapan?”

“Cahaya itu harus tetap pada pemilik takdir, dan gerbang itu harus ditutup. Kau mengerti!” suara Yash membelah keheningan, tegas namun bergetar menahan amarah.

Wanita berkerudung putih itu terkekeh, suaranya lirih namun bergema seperti datang dari ribuan mulut. Ia menunduk, lalu menatap Yash tajam di balik bayangan kerudungnya.

“Yash… Yash…” bisiknya lembut, hampir seperti belaian. “Kau masih naif, bahkan setelah semua yang terjadi. Tidakkah kau paham? Jika gerbang ditutup… kita tak akan pernah bisa menyentuh manusia lagi. Bayangan tak akan lagi memberi kita kekuatan. Dan kau…” ia menggeser jemarinya ke rambut Lira, membelainya dengan penuh kepemilikan. “…kau tak akan pernah bertemu gadis ini lagi. Selamanya.”

Wajah Yash menegang. Pedangnya bergetar di tangannya, seolah menahan diri untuk tak langsung menebas.

“Pilihannya sederhana,” lanjut Ratu Arwah dengan senyum dingin. “Kau bisa melindunginya di dunia ini, tapi hanya sementara. Pada akhirnya, ia akan hancur. Atau… kau bisa membiarkan gerbang tetap terbuka, biarkan kami menguasai manusia… dan sebagai gantinya, kau bisa memilikinya. Sama seperti ratusan tahun lalu, bukan?”

Suara wanita itu mendesir, menyayat ingatan Yash. Ingatan yang sudah lama ia kunci rapat-rapat. Matanya menyipit, tercekik oleh bayangan masa lalu.

“Ayo, Yash…” suara lirih namun tajam itu berdesir di udara. “Cepat putuskan… atau dia benar-benar akan kehilangan nyawanya. Penantianmu selama ratusan tahun akan sia-sia.”

Ratu Arwah menunduk, menatap Lira yang terlelap di pangkuannya. Jemarinya yang pucat melayang di atas dada gadis itu, seolah siap merenggut cahaya hidupnya kapan saja.

Mata Yash menyipit. Dari luar, ia tampak bimbang, pedangnya sedikit menurun, seakan goyah. “Kau…” suaranya serak, lirih. “…kau tahu aku tak bisa membiarkannya mati. Katakan… apa yang harus kulakukan agar kau melepaskannya?”

Ratu Arwah tersenyum tipis, senyum penuh kemenangan. “Akhirnya… adik Lysander yang keras kepala ini mengerti juga.” Ia mencondongkan tubuh, wajahnya mendekat ke cahaya redup yang melingkupi Lira. Sesaat ia lengah, terlalu yakin telah menaklukkan Yash.

Dan saat itulah Yash bergerak.

Bayangan di sekeliling ruangan bergetar, lalu mencuat dari bawah kaki Yash, menjulur seperti tangan hitam. Dalam sekejap, satu sulur bayangan mencekik leher Ratu Arwah dengan cengkeraman kuat, membuatnya terperanjat. Senyum angkuhnya terputus jadi erangan rendah.

“Jangan pernah remehkan aku,” desis Yash dingin. Matanya berkilat tajam, aura gelap menguar. Ia melangkah cepat, menarik Lira dari pangkuan sang ratu dengan satu gerakan tegas, merengkuhnya ke dalam pelukan.

Tubuh Lira yang lemah terjatuh di dadanya. Yash menguatkan cengkeraman bayangannya, membuat wanita berkerudung itu terpaksa berlutut.

“Sentuh dia sekali lagi…” suara Yash rendah, penuh amarah yang ditahan. “…dan aku akan pastikan kau terkubur di kegelapan tanpa pernah bisa kembali.”

Ratu Arwah tertawa lirih meski tercekik, tatapannya penuh tantangan. “Heh… licik, Yash. Tapi ingat… pilihanmu hanya menunda. Cahaya itu akan tetap memanggil kami.”

Bayangan Yash melepaskannya dengan paksa, melempar tubuh Ratu Arwah hingga menghantam dinding ruangan yang retak oleh kekuatan benturan. Kemudian ratu arwah menghilang.

Dengan Lira di gendongannya, Yash melangkah mundur, membawa Lira masuk ke kamarnya.

Perlahan, ia menidurkan Lira di atas ranjangnya. Wajah gadis itu pucat, bibirnya nyaris tanpa warna, seakan nyawanya tadi sudah berada di ambang pintu kegelapan. Yash duduk di tepi ranjang, menatapnya lama—tatapan campuran antara rasa bersalah, marah, dan ketakutan kehilangan.

Dengan tenang, Yash meletakkan telapak tangannya di atas dada Lira. Bayangan hitam keluar dari tubuhnya, namun kali ini lembut, berkilau samar seperti cahaya bintang yang tertutup tirai malam. Energi itu menyelimuti tubuh Lira, meresap perlahan.

“Bangunlah, Lira… kau belum boleh menyerah sekarang,” bisiknya pelan.

Tubuh Lira yang semula dingin mulai menghangat. Pucat di wajahnya sedikit demi sedikit memudar, digantikan rona samar yang lebih hidup. Nafasnya pun terdengar lebih teratur.

Yash menunduk, dahinya hampir menyentuh dahi Lira. “Maafkan aku… aku terlalu ceroboh. Aku janji tak akan membiarkan siapapun menyentuhmu lagi.”

Bayangan itu kemudian meresap kembali ke dalam tubuh Yash, meninggalkan Lira yang kini tertidur pulas dengan wajah lebih tenang. Yash tetap di sisinya, berjaga dalam diam, seolah seluruh dunia di luar kamar itu bukan lagi hal penting.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!