NovelToon NovelToon
Iparku

Iparku

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Beda Usia / Keluarga / Romansa / Sugar daddy
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: Khozi Khozi

"mbak meli ,besar nanti adek mau sekolah dikota smaa mbak "ucap lita yang masih kelas 1 SMP
" iya dek kuliahnya dikota sama mbak "ucap meli yang sudah menikah dan tinggal dikota bersama suaminya roni.

apakah persetujuan meli dan niat baiknya yang ingin bersama adiknya membawa sebuah akhir kebahagiaan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khozi Khozi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

episode 21 rencana 1

Roni berdiri lama di depan pintu kamar. Perlahan, langkah kakinya mendekat ke arah Lita.

“Kenapa sayang? Sepertinya kamu senang dengan kehadiran aku,” bisiknya tepat di telinga Lita.

Lita terkejut. “Sebuah kejutan sekali… permainan sudah berakhir. Kamu kalah, sayang,” ucap Roni dengan nada menekan.

“Jangan panggil aku dengan kata itu! Apa kamu sudah gila, Mas? Kamu suaminya Mbak Meli!” sahut Lita berani, meski suaranya bergetar.

“Apa aku peduli dengan semua itu?” balas Roni dingin, lalu tangannya melingkar kuat di pinggang Lita.

“Lepaskan! Aku nggak mau dipegang sama orang seperti kamu!” Lita memberontak, tapi Roni tidak bergeming. Ia justru menyeret Lita ke kamar lalu menguncinya dari dalam.

“Kamu jangan macam-macam, Mas. Kalau nggak, aku akan lapor sama Mbak Meli!” ancam Lita.

“Itu justru yang aku harapkan. Dengan begitu aku bebas melakukan apa saja demi mendapatkanmu,” jawab Roni, matanya penuh obsesi.

“Please… lepaskan aku, Mas. Kamu cuma kagum sama aku, nggak lebih dari adik,” ucap Lita sambil menangis. Tubuhnya masih lemas setelah kejadian siang tadi, dan sekarang ia harus menghadapi Roni.

“Kamu pikir aku nggak tahu? Laki-laki yang datang kemarin itu pacarmu, kan? Kamu sengaja kabur dari rumah supaya dia bisa bebas masuk?” bentak Roni, emosinya meledak.

“Kalau dia pacarku, memangnya kenapa? Kamu nggak punya hak untuk larang aku!” balas Lita dengan mata berkaca-kaca.

“Jadi… kamu benar-benar mencintai dia?” tanya Roni, kali ini suaranya rendah tapi penuh ancaman.

“Iya! Aku sangat mencintainya,” jawab Lita mantap.

Senyum miring muncul di wajah Roni. “Sekarang dia ada di desa, mengurus hutang ayahnya. Demi apa? Demi membiayai perempuan seperti kamu. Berat sekali hidupnya… kasihan.”

Lita terdiam. Ia terkejut—bagaimana mungkin Roni tahu, padahal hanya Arya yang pernah bercerita padanya?

“Kalau kamu masih ingin dia hidup tenang di sana, jauhi dia. Kalau tidak, aku akan buat hidupnya semakin hancur,” ucap Roni, menatap tajam.

“Jangan pernah sentuh dia! Aku mohon…” Lita menangis, air matanya jatuh deras.

“Aku akan kabulkan permintaanmu, tapi dengan satu syarat—kamu tidak boleh bertemu dia lagi,” kata Roni tenang, tapi penuh tekanan.

“Aku nggak bisa! Dia pacarku, aku mencintainya. Mana mungkin aku jauh darinya!” Lita berteriak, membuat Roni semakin marah.

“Baiklah. Kalau begitu, aku akan pastikan hidupnya semakin menderita,” balas Roni dingin.

Roni melangkah keluar dari kamar dengan wajah dingin. Saat ia hendak menuju pintu rumah, Lita bergegas menyusul. Nafasnya terengah, suara gemetar namun lantang terdengar.

“Iya! Aku akan jauhi Arya… tapi tolong, jangan sakiti dia!” teriak Lita sambil memejamkan mata.

Ia tidak benar-benar sanggup mengucapkan kalimat itu, hatinya terasa seperti diremas. Tapi demi Arya, ia rela. Lita menahan sesak di dadanya, mencoba meyakinkan diri bahwa keputusan itu adalah jalan satu-satunya agar hidup Arya tidak semakin menderita.

Di balik punggungnya, Arya tersenyum puas. Inilah yang ia inginkan sejak awal—menguasai Lita sepenuhnya. Dengan perlahan ia berbalik, kini menatap wajah Lita yang tampak pasrah. Perempuan itu berdiri kaku, matanya kosong seolah kehilangan harapan. Arya mendekat, lalu tanpa basa-basi meraih tubuhnya dalam sebuah pelukan yang membuat Lita ingin menjauh. Awalnya Lita berusaha menolak, berontak dengan tenaga yang tersisa, namun genggaman Arya terlalu kuat.

"Ada syarat yang harus kamu patuhi kalau tidak ingin aku menghancurkan segalanya," bisik Arya di telinganya.

Lita menahan napas, tubuhnya bergetar.

"Syarat pertama, kamu tidak boleh menolak kalau aku ingin menemuimu. Syarat kedua, kamu tidak boleh berontak ketika aku menyentuhmu. Dan syarat terakhir, kamu hanya boleh menuruti apa pun yang aku katakan. Itu saja."

Suara Arya terdengar tegas sekaligus dingin. "Kalau kamu melanggar, bukan hanya kamu yang menanggung akibatnya. Mbakmu juga akan ikut merasakan. Jadi jangan pernah coba melawan. Anggap aku sudah gila? Ya, aku memang gila, dan aku akan lakukan apa pun untuk mendapatkanmu."

Kata-kata itu menghantam hati Lita, membuat air matanya jatuh tanpa bisa ditahan. Ia menangis terisak, tubuhnya melemah di pelukan itu. Ironisnya, di saat Lita menangis ketakutan, Arya justru mengelus punggungnya, seolah-olah sedang berusaha menenangkannya. Padahal kenyataannya, justru dialah yang membuat Lita terperangkap dalam situasi mencekam ini.

Cukup lama mereka berada dalam posisi itu, sampai akhirnya suasana hening. Roni yang sejak tadi mengawasi tidak lagi mendengar suara. Dengan perlahan dia menatap wajah lita , lalu melihat Lita yang sudah tertidur lelap. Wajahnya tampak lelah, mungkin karena terlalu banyak menangis dan tertekan. Dengan hati-hati Roni mengangkat tubuh Lita ke gendongannya. Ia membawanya masuk ke kamar, membaringkan di ranjang, dan menyelimuti tubuh itu hingga ke dada. Sebelum pergi, ia sempat menunduk mencium kening Lita dengan lembut, seolah ada rasa sayang yang berusaha ia tunjukkan.

Keluar dari kamar, Roni memanggil seorang pengawal perempuan. "Vina, mulai sekarang kamu yang mengawasi Lita. Laporkan semua gerak-geriknya kepadaku. Jangan sampai ada yang terlewat."

"Baik, Boss. Saya akan patuhi perintah," jawab Vina sambil menunduk hormat.

Roni memang sengaja memilih pengawal perempuan. Ia tahu kalau Lita dijaga laki-laki, itu hanya akan membuatnya semakin tidak nyaman. Setelah memastikan semuanya sesuai rencana, Roni pun pergi untuk mengurus urusan lain.

Begitu suara langkah Roni menghilang, Lita membuka matanya perlahan. Sejak tadi ia hanya berpura-pura tidur, berharap dengan begitu Roni segera meninggalkannya. Dan berhasil. Ia menarik napas panjang, berusaha menenangkan diri. Untuk menghadapi orang seperti Roni, ia harus bermain lebih halus.

Dengan hati-hati ia turun dari tempat tidur, melangkah pelan menuruni tangga. Namun pandangannya langsung tertumbuk pada sosok asing di depan ruang tamu. Seorang perempuan berseragam hitam dengan atribut khusus. Dari pakaian yang dikenakan, Lita tahu jelas orang itu adalah pengawal. Hatinya langsung panas. Ia tidak pernah merasa butuh pengawal di rumahnya sendiri.

Vina yang menyadari Lita datang segera menghampiri, lalu membungkuk hormat. "Selamat malam, Nyonya. Nama saya Vina. Mulai hari ini saya ditugaskan untuk menjaga Nyonya. Mohon kerjasamanya."

Lita mendengus pelan, menatapnya dengan tajam. "Aku tidak butuh dijaga seperti anak kecil. Dan siapa yang menyuruhmu ada di sini?"

"Perintah langsung dari Boss Roni, Nyonya. Tugas saya adalah mengawasi dan menjaga Anda," jawab Vina sopan, nada suaranya tegas namun tetap menghormati.

"Sudahlah, kalian pulang saja. Aku sudah dewasa, aku bisa menjaga diriku sendiri. Tidak usah ada pengawal di rumahku!" suara Lita meninggi, matanya mulai berair. Ia benar-benar tidak habis pikir, ternyata Roni menyusun rencana seketat ini.

Namun Vina tetap menunduk. "Mohon maaf, Nyonya. Saya tidak bisa melanggar perintah. Saya harus tetap di sini."

Air mata Lita hampir jatuh, tetapi ia menahannya. Ia merasa sudah terlalu lelah untuk menangis lagi. Akhirnya ia duduk di sofa, mencoba mengabaikan keberadaan Vina yang berdiri tidak jauh darinya.

"Kalau memang kamu disuruh menjaga aku, buatkan aku jus jeruk," ucap Lita dengan nada ketus.

"Baik, Nyonya," jawab Vina cepat, lalu melangkah ke dapur.

Beberapa menit kemudian segelas jus jeruk tersaji di meja. Lita meraihnya, meneguk pelan sambil menyandarkan tubuh di sofa. Ia kemudian melirik Vina yang masih berdiri tegak menunggu.

"Pijitin bahuku. Aku capek," katanya ketus.

Tanpa protes, Vina segera mendekat dan menuruti perintah itu. Jemarinya mulai menekan bahu Lita dengan perlahan. Dalam hati, Vina menghela napas. Tugas menjaga berubah jadi babu rupanya, batinnya. Tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. Perintah adalah perintah.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!