Berkali-kali dikhianati membuat Marwah mengalami trauma, dia tidak mau menjalin hubungan dengan pria mana pun juga. Hingga akhirnya dia bertemu dengan seorang pengusaha berkedok ustaz yang sedang mencari orang untuk mengurus ibunya.
Nahyan ternyata tidak jauh berbeda dengan Marwah. Keduanya tidak beruntung dalam hal percintaan.
Akankah Allah menjodohkan mereka berdua dan saling mengobati luka satu sama lain?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon poppy susan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 21 Kabar Menyedihkan
Ani langsung menghampiri Nazwa. "Kamu kenapa, Nak?" tanya Ibu Ani dengan deraian air matanya.
Nazwa tidak bisa menjawab, hanya air mata yang keluar. "Apa Iwan yang melakukan semua ini?" tanya Pak Dadang geram.
Lagi-lagi Nazwa terdiam. Dia pun berusaha bangun dan selimut yang tadi dia pakai tersingkap, Ani dan Dadang semakin kaget dan terkejut. Seluruh tubuh Nazwa lebam membuat hati Ani dan Dadang begitu sangat sakit.
"Astagfirullah, kenapa kamu gak ngomong Nazwa?" Dadang terlihat sangat emosi.
"Maafkan Nazwa," lirih Nazwa dengan deraian air matanya.
Ani langsung memeluk anak bungsunya itu. Sedangkan Namira, berontak dari gendongan Dadang ingin kepada Mamanya. Nazwa memeluk Namira dengan sangat erat, bahkan dia menciumi seluruh wajah Namira.
"Ke mana si Iwan sekarang?" tanya Pak Dadang emosi.
Nazwa menggelengkan kepalanya. Dia memang tidak tahu ke mana Iwan pergi karena setelah menyiksanya, Iwan langsung pergi membawa motor Nazwa. "Kurang ajar, bisa-bisanya dia menyiksa anakku. Dari awal Bapak memang tidak suka dengan dia," geram Pak Dadang.
"Dan ternyata Allah lebih sayang sama Teteh, Allah menjauhkan Teteh dari Kang Iwan dan justru aku yang sudah tergoda oleh bujuk rayunya," lirih Nazwa dengan deraian air matanya.
"Pokoknya Bapak akan melaporkan dia ke Polisi. Enak saja dia sudah menyakiti kamu lalu dia dengan enaknya pergi begitu saja," ucap Pak Dadang penuh emosi.
Nazwa semakin erat memeluk Namira, tidak ada jalan lain selain dia bercerai dengan Iwan karena jujur, dia juga sudah tidak kuat hidup dengan Iwan. Dadang dan Ani memutuskan untuk membawa Nazwa pulang ke rumah mereka. Dadang tidak akan membiarkan Nazwa terus hidup dengan manusia jahat seperti Iwan.
Tidak membutuhkan waktu lama, akhirnya mereka pun sampai di rumah. "Kamu istirahatlah, kondisi kamu seperti itu. Ibu buatkan makanan untukmu," ucap Bu Ani.
Nazwa mengangguk, dia membawa Namira masuk ke dalam kamarnya. Dadang menjatuhkan tubuhnya di atas sofa, wajahnya memerah menahan amarah. "Terima kasih ya, Allah sudah menunjukan buruknya Iwan. Engkau benar-benar sayang kepada Marwah, sehingga Engkau menjauhkan Iwan darinya," batin Pak Dadang.
Menjelang sore, Marwah duduk sendirian di halaman depan. Halimah sedang istirahat, sepertinya ia kelelahan setelah menjalani terapi. Dia memutuskan untuk mengaji dari ponselnya sendiri.
Tiba-tiba terdengar suara motor yang berhenti di depan rumah Nahyan. Marwah menghentikan kegiatannya, lalu memperhatikan motor yang dia rasa sangat dia kenal. Hingga akhirnya Marwah pun membelalakkan matanya saat melihat Iwan sudah ada di sana.
"Astaghfirullah, Kang Iwan, ngapain dia ke sini?" batin Marwah panik.
Marwah pun berniat untuk segera masuk ke dalam rumah, tapi Iwan memanggilnya. "Marwah!" teriak Iwan.
Marwah berusaha tidak mau mendengarkan teriakan Iwan, dia terus berjalan. "Marwah, kalau kamu tidak mau menemui saya, saya akan terus diam di sini dan bilang kepada orang-orang kalau kamu sudah selingkuh dengan Ustaz itu dan meninggalkan saya di kampung!" ancam Iwan.
Seketika Marwah menghentikan langkahnya. Iwan benar-benar sudah gila, berani sekali dia membuat onar di rumah orang. Tapi karena Marwah adalah wanita yang baik dan tidak suka keributan, dia pun dengan cepat menghampiri Iwan tapi Marwah tidak membuka gerbang rumah itu.
"Dari mana Akang tahu rumah Ustaz?" tanya Marwah kesal.
"Jangan remehkan saya, saya adalah orang yang nekad. Jika saya menginginkan sesuatu, maka saya harus mendapatkannya. Begitu juga dengan dirimu, Akang ingin menikah dengan kamu jadi Akang akan terus di sini sampai kamu mau pulang sama Akang dan menikah dengan Akang," sahut Iwan.
"Astaghfirullah, istighfar Kang. Akang itu sudah punya istri dan anak, ngapain Akang masih memaksa aku untuk menikah dengan Akang? sampai kapan pun aku gak bakalan mau menikah dengan Akang," seru Marwah dengan nada yang lumayan meninggi.
"Kenapa, Marwah? bukanya kamu dulu sangat mencintai Akang?"
"Itu dulu Kang, tapi sekarang tidak lagi. Ternyata ucapan Ustaz Nahyan memang benar, Allah menggagalkan rencana pernikahan kita bukan karena Allah ingin menghancurkan aku tapi justru Allah ingin menyelamatkan aku dari Akang. Lebih baik sekarang Akang pulang dan jangan pernah ke sini lagi," seru Marwah dengan mata yang memerah menahan marah.
Pada saat Marwah membalikan tubuhnya, tangan Iwan begitu cekatan menahan lengan Marwah walaupun terhalang pagar. "Astaghfirullah." Marwah sangat kaget.
"Lepaskan Kang, kita bukan mahram Akang tidak boleh pegang-pegang aku!" teriak Marwah histeris.
Teriakan Marwah ternyata terdengar oleh Isah, dia pun segera berlari keluar. "Ada apa, Marwah?" tanya Bi Isah.
"Bi, tolongin," rengek Marwah.
"Ya, Allah. Anda siapa? lepaskan Marwah, atau saya akan berteriak biar semua warga datang ke sini," ancam Bi Isah.
"Saya tidak takut, pokoknya saya tidak akan melepaskan Marwah sampai dia mau pulang bersama saya," sahut Iwan.
Isah mulai berteriak, tapi tanpa di duga sebuah pukulan menghantam wajah Iwan membuat Iwan melepaskan cengkramannya dan tersungkur ke aspal. Marwah terlihat ketakutan, Isah memeluk Marwah dan air mata Marwah terus mengalir dari matanya. "Berani sekali kamu datang ke rumah saya? mau apa kamu ke sini?" bentak Nahyan.
Iwan dengan cepat bangkit. "Saya mau bawa Marwah pulang karena saya mau menikahi Marwah," sahut Iwan.
"Gila, mau dikemanakan Nazwa?" tanya Nahyan.
"Mau saya ceraikan, karena saya tahu jika Marwah dari dulu masih mencintai saya," ucap Iwan dengan percaya dirinya.
Nahyan menoleh ke arah Marwah dan Marwah menggelengkan kepala dengan deraian air matanya. Tanpa banyak basa-basi, Nahyan pun menghubungi sekuriti komplek dan tidak membutuhkan waktu lama dua sekuriti datang dan menyeret Iwan untuk pergi. "Marwah, lihat saja Akang akan datang ke sini lagi!" teriak Iwan.
Isah membawa Marwah masuk ke dalam rumah. Nahyan dengan cepat memasukan mobilnya ke dalam garasi dan mengunci gerbang rapat-rapat. "Marwah, ini minum dulu," ucap Bi Isah sembari memberikan segelas air putih.
Marwah menerima gelas itu dengan tangan yang gemetar. Sungguh kejadian tadi membuat dia ketakutan, bahkan yang membuat Marwah sakit adalah Iwan sudah berani menyentuh dirinya. Nahyan masuk ke dalam rumah, dia melihat Marwah gemetaran.
"Kamu tidak apa-apa 'kan?" tanya Nahyan.
Marwah menggelengkan kepala. Tapi Nahyan tidak percaya, karena tubuh Marwah terlihat gemetaran. "Tidak usah takut, dia tidak akan berani datang lagi ke sini dan aku bisa pastikan itu," ucap Nahyan.
Tiba-tiba ponsel Marwah bergetar, ada sebuah pesan masuk dan itu ternyata dari adiknya. Nazwa mengirim foto dirinya saat ini, awalnya dia tidak mau mengirim foto kondisi dirinya tapi dia berpikir jika takut Iwan datang ke kota menghampiri kakaknya. Supaya Kakaknya tahu, bagaimana kelakuan Iwan selama ini.
"Astaghfirullah."
Marwah menjatuhkan gelas yang dia pegang sampai pecah di lantai. Nahyan mengerutkan keningnya, dia yakin ada sesuatu yang sudah terjadi.