NovelToon NovelToon
Azur Lane The New World

Azur Lane The New World

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Anime
Popularitas:592
Nilai: 5
Nama Author: Tirpitz von Eugene

Cerita ini sepenuhnya adalah fiksi ilmiah berdasarkan serial anime dan game Azur Lane dengan sedikit taburan sejarah sesuai yang kita semua ketahui.

Semua yang terkandung didalam cerita ini sepenuhnya hasil karya imajinasi saya pribadi. Jadi, selamat menikmati dunia imajinasi saya😉

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tirpitz von Eugene, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20

"Shikikan-sama," sahut Irian sambil mengangkat tangan, "apakah selama patroli akan ada kapal pendukung? Misalnya saja kapal tanker atau kapal suplai amunisi."

Tirpitz menengadah menatap gadis penjelajah ringan itu. Tangannya yang semula sedang menulis sesuatu di atas buku catatannya segera terhenti, "untuk sementara kita belum memiliki kapal suplai ataupun kapal tanker."

Ia segera bangkit dari kursinya lalu berjalan mendekati papan tulis, "jadi selama kalian melakukan patroli, usahakan untuk mengirit bahan bakar agar bisa kembali ke pangkalan terdekat."

Saat ia melirik ke arah jam tangannya, bel kelas berbunyi nyaring tanda bahwa kelas telah usai. Tirpitz segera berjalan menuju mejanya lalu merapihkan buku-buku pelajaran yang ia bawa sebelum kembali berdiri di depan papan tulis.

"Baiklah, mungkin sampai disini saja pertemuan kita kali ini. Pertemuan selanjutnya, kita akan membahas beberapa sinyal komunikasi dasar dalam pelayaran patroli."

Setelah Tirpitz beranjak menuju pintu, para gadis mulai terdengar ribut-ribut sambil berkumpul di sekitar gadis kapal induk yang baru saja bergabung dengan faksi ini. Tepat saat ia hendak membuka pintu kelas, tiba-tiba saja pintu terpelanting ke dalam dan hampir mengenai wajahnya.

Di ambang pintu, Djawa Tengah sedang berdiri dengan raut wajah pucat dan nafas yang terengah-engah. Keringat bercucuran membasahi tubuhnya, bahkan Tirpitz bisa melihat pakaian dalam gadis itu akibat keringat yang membasahi seragam pelaut nya. Para gadis yang semula berisik kini menatap kawannya yang sedang berdiri di depan pintu tanpa sepatah katapun.

"Kenapa wajahmu terlihat pucat, manis? Apa kau baru saja dikejar-kejar oleh polisi militer karna tak sengaja menabrak tambak para nelayan lagi?"

Djawa Tengah mencoba untuk mengatur nafas, lalu ia berkata, "aku butuh pertolongan mu, shikikan-sama."

"Pertolongan apa? Apa baling-baling mu tersangkut jaring nelayan?"

"Bukan!" kali ini situasi terlihat makin serius. Mata gadis itu berkaca-kaca sambil menatap lantai di depan sepatu Tirpitz, "tolong ikut denganku ke dermaga, sekarang juga!"

Menilai situasi yang semakin menegang, Tirpitz memutuskan untuk bertanya sekali lagi demi memastikan tidak ada hal-hal yang tidak ia inginkan.

"Jawab dulu pertanyaan ku, ada apa sebenarnya?"

"Siliwangi-chan..." Djateng tak sanggup lagi menahan air matanya, "ia terluka setelah terkena torpedo saat melindungi Madja-sama."

Bagaikan disambar petir siang hari, Tirpitz terpaku menatap gadis di depannya. Pikirannya teringat kejadian dua tahun lalu, tepat saat ia diberi perintah untuk memimpin skuadron kapal penjelajah dalam misi menyelamatkan kapal tempur Fuso dan Yamashiro yang terjebak di pulau Savo. Dimana salah satu sahabatnya, yang menjadi kapten salah satu kapal penjelajah pemgawal, tewas dan tenggelam setelah kapalnya di hantam tiga torpedo sekaligus karna melindungi kapalnya yang sedang dalam proses evakuasi kru kapal.

Gadjah Mada yang tak sengaja menguping pembicaraan mereka segera menepuk pundak Tirpitz untuk menyadarkan nya, "ayo, shikikan-sama!"

Seketika ketiga orang itu berlarian keluar gedung sekolah. Tirpitz merasakan nyeri pada kaki kirinya yang cacat akibat cedera yang ia alami dulu, tapi ia tak mempedulikannya dan terus memaksakan untuk berlari.

"Mada-chan, tolong pergi ke rumah dan minta siapapun di rumah untuk datang ke dermaga sesegera mungkin."

Gadis kapal perusak itu mengangguk dan segera berpisah dengan Tirpitz dan Djawa Tengah, sedangkan kedua orang itu terus berlari menuju dermaga.

"Bagaimana dengan Madja-san? Apa dia ikut mundur bersama kalian?"

Djateng menggeleng sambil terus berlari, "kami diperintahkan untuk mundur bersama dua kapal nelayan yang mengirim sinyal, sedangkan dia sendiri bertahan disana guna memberi kami waktu untuk kabur."

Sesampainya di dermaga, dua gadis yang merupakan adik-adik Siliwangi terlihat duduk di sampingnya, sedang Siliwangi sendiri terbaring ber bantal paha Sandjaja.

"Bagaimana keadaannya?" tanya Tirpitz kepada Sandjaja.

"Semakin buruk, shikikan-sama," gadis itu menjawab sambil mengusap air matanya.

"Sisy, tolong panggilkan tim medis dan kru perbaikan. Katakan pada mereka bahwa warna abu-abu butuh sambaran Jupiter di atas lantai beton ke dua!"

Secepat kilat gadis yang diperintahkan segera bangkit lalu berlari kencang menuju asrama mekanik dan gedung medis untuk menyampaikan pesan dari Tirpitz.

Siliwangi mencoba membuka matanya lalu menatap Tirpitz agak lama. Pandangan matanya agak kabur, sedang sebuah cairan berwarna kuning keemasan alih-alih merah nampak mengalir dari mulutnya.

"Shi-kikan-sama..." ucap gadis itu terbata-bata.

"Aku disini, cantik. Tolong jangan memaksakan diri untuk sementara waktu, bantuan sedang dalam perjalanan."

Tirpitz menoleh ke arah Djateng di samping lalu bertanya, "apa kau ingat koordinat terakhir kalian berpisah dengan Madja?"

Gadis yang di tanya mengangguk sebentar, "sangat detail, shikikan-sama."

"Bagus, tolong kembali ke kelas dan panggil para gadis. Kita akan berangkat dalam waktu sepuluh menit dari sekarang!"

...****************...

Singosari memimpin armada evakuasi bersama dengan Tirpitz, yang saat itu berada dalam pelukan nya karna gadis-gadis harus berlayar dalam mode tempur guna berlomba dengan waktu. Posisi mereka tinggal beberapa puluh mil lagi, namun pelayaran mereka terhambat oleh badai yang tiba-tiba saja muncul.

"Itu dia!" sahut Sultan Hassanudin sambil menunjuk kapal Madjapahit yang sudah miring sembilan belas derajat.

Singosari segera melompat dengan Tirpitz dalam pelukannya, mereka berdua mendarat di dek sebelah kiri, tepat di samping turret 600mm yang terlihat mengarah ke samping, sedangkan gadis lain berjaga di bawah. Zirah tempur nya seketika berubah menjadi kapalnya yang sedang merapat ke kapal Madjapahit yang miring. Kedua orang itu bergegas mencari keberadaan Madjapahit yang entah berada dimana.

"Shikikan-sama," sahut Singosari dari tepi anjungan, "dia disini!"

Tirpitz segera berlari menaiki tangga menuju anjungan. Sesampainya disana, ia melihat Madjapahit yang sedang duduk bersandar pada meja panel.

"Apa kau baik-baik saja?"

Gadis itu membuka matanya lalu menoleh menatap Tirpitz, "me-reka ada dis-sini."

Seketika itu juga sebuah peluru berkecepatan tinggi menyambar turret 15 inci haluan Madjapahit, membuat gadis itu menjerit kesakitan karna nya.

Tirpitz segera beranjak keluar anjungan lalu mengamati asal tembakan dengan teropongnya. Siluet sebuah kapal Seiren yang dikabarkan adalah kapal terbaru mereka terlihat di kejauhan dan sedang menyiapkan tembakan kedua.

"Singo-san, aku butuh bantuan mu," ucap Tirpitz, "tolong pinjamkan kekuatan kapal mu."

Singosari nampak kebingungan dan was-was. Ia mencoba mengingatkan komandannya itu bahwa manusia bisa tidak akan bisa mengoperasikan zirah tempur, namun Tirpitz tetap bersikeras dengan keputusannya.

"Kita tidak bisa mengorbankan para gadis untuk melindunginya!" bentak Tirpitz sengit, "hanya aku satu-satunya orang yang bisa melindungi kalian."

Gadis itu ragu sejenak, lalu ia bertanya, "apa kau yakin? Mengoperasikan kapal tempur besar seperti kapal ku tidak bisa dilakukan oleh manusia seorang diri."

Tirpitz menoleh menatap gadis itu. Seringai di wajahnya menampakkan sifat haus darahnya, sedang matanya berkilat-kilat penuh amarah.

"Apa kau lupa tentang kejadian artileri pertahanan udara waktu itu?"

"Baiklah shikikan-sama, aku mengerti," ucap Singosari sambil menyentuh pundak Tirpitz, sedang tangan yang satunya menyentuh celah diantara bukit dadanya, "ku pinjamkan kekuatan ku kepadamu. Tolong, lindungi kami, shikikan-sama."

Sejurus kemudian kapal Singosari bersinar terang. Tirpitz tanpa berpikir jutaan kali langsung melompat ke laut, diikuti transformasi mode zirah tempur.

Sejenak ia merasa sedikit keberatan dengan beban zirah itu, tapi akhirnya ia bisa menguasai bobotnya dengan mengerahkan seluruh tenaga dan konsentrasi nya.

"Majulah, sang penguasa tanah Malang!" serunya memberi perintah kepada zirah itu, "singkirkan lawan-lawan mu dan kembalilah berjaya!"

Zirah tempur itu menyala sangat terang, disertai kilatan-kilatan petir berwarna kebiruan dan kekuningan yang menyambar-nyambar di sekitar tubuh Tirpitz. Secara mengejutkan kata perintah tadi meningkatkan kemampuan tempur zirah itu, kini zirah tempur Singosari termasuk kapalnya mendapat sebuah mesin baru berupa sebuah reaktor nuklir.

Ditangan Tirpitz muncul sebuah keris berwarna emas dengan kepala seekor singa yang sedang mengaum menghiasi ujung gagangnya, kilatan-kilatan petir menambahkan kesan pada senjata itu.

"Kecepatan melebihi batas!" seru Tirpitz diikuti suara desingan dari reaktor nuklir yang mulai menyala.

Berkat dorongan tenaga tambahan dari reaktor nuklir, kini Tirpitz dapat melesat dengan kecepatan mencapai tujuh puluh knot! Kecepatan yang mustahil di capai oleh kebanyakan kapal era perang dunia kedua.

"Pateni!!!" sembur Tirpitz sambil melakukan gerakan menusuk dengan keris emas saat jaraknya dengan kapal Seiren tersisa sepuluh meter.

Meriam-meriam di punggung nya segera menembak serentak ke arah lambung kapal di depannya. Sebuah ledakan besar terjadi akibat hantaman delapan belas peluru dan dua peluru raksasa pada armor sabuk tepat sejajar dengan turret kedua kapal itu, melemparkan robekan-robekan plat titanium ke segala arah.

Dengan luwesnya Tirpitz menghindari beberapa potongan titanium, sedang beberapa lagi ia tangkis menggunakan perisai sabuk pada zirah tempur itu. Tawa penuh kekejaman segera keluar dari mulut Tirpitz, ia merasa sangat puas dengan serangan yang ia lakukan barusan.

Saat ia kembali ke kapal Madjapahit, tubuhnya seketika menjadi lemah sehingga ia ambruk di atas geladak kapal itu. Ia muntah darah sebagai akibat tubuhnya yang terlalu ia paksakan. Meski begitu, tawa penuh dendamnya masih sempat keluar meski akhirnya tubuhnya menyerah dan ia tak sadarkan diri.

1
Giuliana Antonella Gonzalez Abad
Cerita ini bikin ketagihan, thor. Cepetan update lagi ya! 🤤
Heinz Blitzkrieg: Otw brader wkwkwk
Kebetulan lgi rancang next episode sambil nyari referensi kapal nih😉
total 1 replies
Alexander
Aku udah rekomendasiin cerita ini ke temen-temen aku. Must read banget!👌🏼
Heinz Blitzkrieg: Terimakasih kak, semoga cerita karya saya dapat menghibur😁
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!