Jameson, anak Mafia yang hidup di Kanada. Dia terpaksa menculik Luna, seorang barista di Indonesia demi melindunginya dari bahaya.
Ternyata, Luna adalah Istri Jameson yang hilang ingatan selama 5 tahun dan perjalanan dimulai untuk mengembalikan ingatan Luna.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Himawari Daon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18 : Puzzle Ingatan Luna
Welcome…
...Happy Reading...
.... ...
.... ...
.......
Wanita itu merubah posisi tidurnya ke segala arah, namun tidak membuatnya tertidur. Matanya tidak bisa diajak kerja sama setelah Jameson meninggalkan kamarnya.
Luna menghembuskan napas berat, ia menatap langit-langit kamar yang monoton. Meskipun dalam kegelapan dia masih bisa melihat dengan samar.
Tiba-tiba ia merasakan sakit dikepalanya, seperti ada palu yang memukul-mukul tanpa henti. Rasa sakit itu terus menjalar membuat Luna tak bisa menahan untuk tidak merintih.
“Arghhh…” rintihnya dengan keras.
Seorang Pria yang dia kenal terlintas dalam bayangnya. Pria itu tersenyum, tertawa, menangis, bahkan marah. Bayangan itu muncul seperti puzzle yang tidak beraturan, namun dengan pria yang sama.
“Luna, aku mencintaimu.” Pria itu tersenyum.
“Sayang, maafkan aku.” Dia menangis.
“Kamu lucu sekali, sayang.” Sosok itu tertawa.
“Sudah kubilang jangan membuatku cemas!” Pria dalam bayangan Luna seakan marah padanya.
Ingatan-ingatan itu muncul menimbulkan rasa sakit yang teramat dalam. Wanita itu yang tadinya merintih kesakitan kini menangis histeris. Dia tidak hanya merasa sakit dikepalanya, akan tetapi dadanya terasa sesak.
Dan saat ini dia sangat ingin memeluk orang itu. Luna merasakan kerinduan yang sangat mendalam, setelah puzzle-puzzle itu hadir dalam ingatannya.
Dengan cepat, Luna berlari keluar kamar. Air matanya masih mengalir deras membasahi kedua pipinya. Kali ini tidak ada penjaga di depan kamarnya.
Luna berjalan dengan bersusah payah, tembok yang menghubungkan kamarnya dengan kamar Jameson menjadi pegangan. Rambutnya terlihat kusut, matanya merah, kancing piyamanya sudah terbuka beberapa memperlihatkan tali bra nya.
Saat ini dia sudah berada tepat di depan kamar Jameson. Luna menatap ukiran di depan pintu kamar, dia semakin menangis. Rasa sesak di dadanya muncul kembali membuatnya resah.
Semakin dia mengingat wajah dan membaca nama pria itu, semakin dia ingin sekali mendekapnya.
Tanpa berpikir panjang, Luna masuk ke dalam kamar Jameson yang memang tidak terkunci. Pertama kali dia menginjakkan kaki di dalam kamar pria itu. Dia hanya melihat kegelapan.
Namun, matanya mulai beradaptasi di dalam sana hingga penglihatannya mulai terlihat samar-samar.
Dia membulatkan matanya sempurna. Luna kini berdiri tepat di depan bingkai foto begitu besar yang memperlihatkan sepasang pengantin. Pengantin itu adalah dirinya dan juga Jameson.
Luna memegang dadanya, ia menangis lagi.
“Jame!” Mulutnya mulai memanggil nama yang dulu sering diucapkan.
Jglek.
Luna membalikkan tubuhnya, matanya mendapati Jameson yang masuk ke dalam kamarnya. Pria itu terlihat terhuyung saat menutup pintu.
Sejak dia merasakan sesuatu yang aneh dalam tubuhnya, dia berjuang keluar dari ruang kantor. Meskipun, Nine sangat berniat untuk menggodanya. Memang perempuan itu sengaja mencampurkan obat perangsang dalam sup jamur yang dibawanya.
Luna masih menangis, dia masih mengumpulkan kesadarannya atas kenyataan yang baru saja dia rasakan. Namun, setelah melihat pria itu di hadapannya, semakin dia tidak bisa menahan perasaan yang sudah lama terkubur.
“Jame!” panggilnya lirih dan air matanya masih menetes.
Telinga Jameson terusik, dia mengalihkan pandangannya ke segala penjuru kamar. Namun, kamarnya masih dalam kegelapan. Kemudian tangannya mencari saklar lampu yang berada tepat di samping pintu kamar.
Pada saat lampu menyala, Jameson dikejutkan oleh seseorang yang memeluk punggungnya.
Jameson menoleh, saat itu juga dia panik. Obat gairah itu masih menguasai dirinya. Detak jantungnya meningkat pesat.
“Luna, sedang apa kau di sini?” tanya Jameson gelisah, dia menopang tubuhnya di dinding kamar.
Luna tak menjawab, dia semakin mempererat pelukannya. Seakan ia meluapkan seluruh perasaannya.
Jameson merasa akan semakin bahaya jika Luna terus menempel padanya. Karena itu, dia dengan tenaganya melepaskan kedua tangan Luna yang melingkar di pinggangnya.
Saat pria itu berhasil melepaskan pelukan Luna, dia membalikkan badan menghadapnya.
Jameson mendapati wanita itu menangis.
“Hey, are you okay?” tanya Jameson terpaksa meskipun dia merasa tubuhnya harus diobati.
Wanita itu menatap nya penuh kerinduan, “Jame, aku ingat. Ingatan itu muncul tiba-tiba, aku melihatmu tersenyum, tertawa, menangis, marah. Semua itu ada pada ingatanku!” Luna mencoba menjelaskan apa yang terjadi padanya.
Pria itu mendengarkannya, namun aliran darahnya terus meningkat. Jameson berpikir, jika Luna terus berada di dekatnya bisa saja dia tidak bisa mengendalikan dirinya.
“Luna, kamu bisa menjelaskan nya besok! Aku mau kamu keluar dari kamarku sekarang, dan suruh Ten atau Seven untuk panggilkan dokter!” kacaunya sambil menghindari Luna yang ingin menggenggam tangannya.
“Jame, aku baik-baik saja. Tidak perlu panggil dokter!” Luna tersenyum mencoba menenangkan.
Jameson merasakan tubuhnya sangat panas, matanya teralihkan dengan tali bra yang terlihat di depan nya. Sontak dia langsung membalikkan tubuhnya membelakangi Luna.
Tangannya tak kuasa menahan hasrat di dalam dirinya, Jameson ingin sekali membuka kaos yang ia kenakan.
Dia mengepalkan tangannya erat, dia mencoba menahannya sekali lagi.
“Bukan kamu, tapi aku yang tidak baik-baik saja!” rahangnya mengeras.
Luna menyentuh lengan Jameson, “Kau kenapa Jame?” Seketika pria itu memejamkan matanya merasakan aliran darahnya meningkat. Detak jantungnya begitu cepat.
Nafasnya membara, “Aku tidak sengaja minum obat perangsang,” jawab Pria itu terdengar lemah.
Luna bingung atas jawaban yang diberikan Jameson, “Maksudnya apa Jame? Kamu minum obat apa? Lalu harus bagaimana?” tanya Luna terlihat khawatir.
Jameson dengan cepat menarik tangan Luna dan mengunci tubuhnya di tembok kamar. Luna pun sontak terkejut akan reaksi pria itu yang tiba-tiba.
Dengan pandangannya yang mulai tidak fokus. Dia menatap Luna dengan tatapan liar, seakan ingin melahapnya dengan brutal saat itu juga.
Namun Jameson masih berusaha menahannya meskipun tubuhnya sudah banjir oleh keringat. Dan dia mencoba menjelaskan dengan sangat gamblang.
“Obat penawarnya hanya satu,”
“A-apa?” Luna terlihat gugup.
“Berhubungan badan.”
“Apa!!!” Luna terkejut bukan main, dan saat itu juga dia merasa takut.
Jameson langsung tahu hanya dengan tatapan Luna kalau wanita itu merasa gelisah. Jameson pun membuka pintu kamar nya yang berada tepat di sebelahnya.
“Kalau kamu tidak bisa mengobatinya, keluar dari kamarku dan suruh Ten panggil dokter kemari!” tukas Jameson berusaha memalingkan pandangannya ke luar kamar.
Luna terlihat ragu, namun akhirnya dia keluar dengan cepat.
Setelah wanita itu keluar dari kamarnya, Jameson langsung melepaskan kaos hitamnya. Dia melemparkan nya ke sembarang tempat.
Lalu matanya melihat teko yang berada di atas meja, lalu dia segera minum air itu langsung dari wadahnya. Dia sudah melepaskan baju dan minum air seteko, namun efek dari obat itu sangatlah kuat.
Jameson benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa. Kakinya sudah tak kuat menopang tubuhnya lagi. Dia terduduk di lantai dan menyandarkan punggungnya di kayu tempat tidur.
Detak jantungnya begitu cepat, aliran darahnya meningkat. Keringatnya pun sudah membanjiri seluruh tubuhnya.
Jglek.
Pintu kamarnya terbuka lagi. Jameson bisa bernapas lega, akhirnya dokter datang.
Namun, saat dia membuka matanya. Dia bingung dan juga gelisah.
“Luna, kenapa kamu ke sini lagi? Tidak tahukah, sekarang kamu masuk ke dalam kandang singa!”
To be continued