Apa yang akan kalian lakukan jika tiba-tiba kalian terbagun di tubuh orang lain. Apa lagi tubuh seorang idola terkenal dan kaya raya.
Itulah yang sedang di rasakan Anya. Namun, ia bangun di tubuh Arka, seorang Leader boyband Rhapsody. Ia mendadak harus bersikap seperti seorang idola, tuntutan kerja yang berbeda.
Ia harus berjuang menghadapi sorotan media, penggemar yang fanatik, dan jadwal yang padat, sembari mencari cara untuk kembali ke tubuhnya sendiri sebelum rahasia ini terbongkar dan hidupnya hancur.
Mampukah Anya bertahan dalam peran yang tak pernah ia impikan, dan akankah ia menemukan jalan pulang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uswatun Kh@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DUJIYAKAR 16
Saat tubuh Arka mulai limbung, Anya yang baru saja tiba segera berlari dan meraihnya. Ia mendekap Arka erat.
Rangga membelalak saat melihat Anya dalam pelukan seorang lelaki lain. Anya yang berada di tubuh Arka mengenakan masker, sehingga Rangga tidak menyadari bahwa lelaki di hadapannya adalah seorang artis terkenal.
"Siapa kau? Kenapa kau memeluk pacarku, hah!" tanya Rangga dengan marah.
Anya menatapnya tajam. Ia menepis tangan Rangga yang masih memegangi Arka.
"Awas!" sentak Anya.
Anya segera membimbing Arka masuk ke dalam mobil. Mereka duduk di kursi belakang.
"Jalan, Pak!" perintah Anya.
Sopir segera menginjak pedal gas, meninggalkan tempat itu. Rangga mengepalkan kedua tangannya, merasa kesal karena rencananya untuk mendapatkan uang telah gagal.
Sementara itu, dari dalam lobi, Cloe menatap ke arah mereka dengan tatapan tajam.
Meskipun Arka mengenakan masker, Cloe tahu betul bahwa itu adalah dia. Cloe merasa kesal karena belakangan ini sikap Arka aneh dan selalu melindungi Anya. Bahkan, Anya tidak dipecat.
Di dalam mobil, Anya memeluk Arka erat. Ia menghadapkan wajah Arka ke dadanya agar Arka tidak melihat hujan dari kaca mobil.
Anya menatapnya lekat-lekat. Kedua tangannya perlahan menutup kedua telinga Arka dengan lembut.
Arka mendongak, melihat bayangan dirinya di bola mata Anya. Suasana hujan yang berisik seolah menjadi sunyi, hanya terdengar detak jantung dan deru napas mereka berdua.
"Tenanglah, jangan takut. Aku akan selalu ada saat kau membutuhkan bahuku," ujar Anya.
Ucapan itu seketika membuyarkan lamunan Arka. Ia kembali membenamkan wajahnya di dada Anya, bahkan kedua tangannya memeluk pinggang Anya.
"Jangan percaya diri. Aku memeluk tubuhku sendiri, jadi jangan berpikir yang aneh-aneh," celetuk Arka.
Anya memutar kedua bola matanya dengan malas. "Masih aja sempat-sempatnya sok keren."
Mobil melaju di tengah derasnya hujan. Awan gelap masih menghiasi langit, membuat Anya menatap ke luar jendela dengan perasaan campur aduk.
Hari ini, Rangga, kekasihnya, datang lagi untuk meminta uang.
Anya yang begitu mencintainya menjadi dibutakan. Saat Rangga meminta uang dengan alasan kebutuhan mendesak, Anya selalu memberinya.
Mereka sudah berpacaran cukup lama, sejak zaman kuliah. Rangga dulu merupakan senior yang ia kagumi dan sukai.
Terlebih lagi, Rangga sempat menolong Margaret saat penyakit jantungnya kambuh. Anya, yang merasa memiliki hutang budi, selalu menuruti permintaan Rangga.
Hidupnya sungguh sial. Hutang ayahnya, sekarang pacarnya. Hidupnya hanya berkutat dengan masalah uang, yang membuatnya kadang merasa frustrasi.
Tidak lama kemudian, mobil berhenti di sebuah mal. Anya segera membawa Arka keluar dari mobil, menutupi wajahnya dengan jaket yang ia kenakan.
Setelah berada di dalam gedung, barulah ia melepaskan dekapannya.
"Kita di mana? Kenapa malah ke mal, sih!" sentak Arka.
Anya tidak menjawab, ia langsung menarik tangan Arka, membawanya masuk lebih jauh ke dalam mal.
Anya berhenti di depan sebuah wahana permainan. Tempat itu tampak ramai dan riuh.
"Untuk apa kau membawaku kemari, hah! Di sini berisik dan banyak orang. Bagaimana kalau mereka mengenaliku," ucapnya dengan wajah kesal.
Anya menunduk, menatapnya. "Coba ngaca deh, sekarang kau itu aku. Mana mungkin mereka mengenalimu."
Arka terdiam. "Tapi tetap saja aku malas di sini. Di sini berisik."
Anya tidak menghiraukan rengekan Arka. Ia masuk dan menarik tangannya.
Mereka berdiri di depan permainan menembak.
"Ayo main. Siapa yang menang boleh minta apa aja," ujar Anya sambil memegang pistol mainan.
Arka bersedekap dada. "Bilang saja kau memang merencanakan ini, pasti ada maunya, kan?"
"Cepat! Berani gak? Jangan-jangan kau tidak bisa main, kan?" ejek Anya.
Arka, yang merasa terhina, dengan cepat mengambil pistol yang ada di depannya. Ia segera membidik target di depannya.
Anya juga langsung mengikuti Arka. Mereka berkonsentrasi menatap target itu dengan tenang.
Dor! Dor!
Mereka melesatkan beberapa tembakan. Saat melihat hasilnya, ternyata poin Anya lebih banyak.
"Ye, aku menang!" Anya melompat riang seperti anak kecil.
Sontak, hal itu menarik perhatian banyak orang di sekitar.
"Wah, ternyata penyuka sesama jenis. Padahal kelihatan keren dan tampan, sayang banget, ya," gumam seorang wanita.
"Iya, aku tadi sempat ingin berkenalan, tapi gak jadi deh, soalnya dia suka main belakang," sahut yang lain, sambil cekikikan menahan tawa.
Arka yang mendengar itu merasa meradang. Ia menarik tangan Anya hingga membuat Anya terhuyung dan tidak sengaja memeluk serta mencium pipi Arka.
Kedua mata mereka membelalak. Arka segera mendorong tubuh Anya yang bidang itu dan bergidik.
Mereka berdua bersikap seolah jijik, hingga membuat kedua wanita itu semakin merasa geli.
"Lihatlah, wanita itu saja sampai jijik. Berarti memang benar dia penyuka sesama jenis," sahut wanita itu, lalu mereka segera pergi dari sana.
"Anya!" sentak Arka.
Anya langsung terdiam, ia ingat jika dia baru saja bersikap feminin.
"Ma ... af. Aku beneran lupa," jelasnya.
Arka mengepal, lalu menghempaskan tangannya dengan kasar.
Mereka kembali memainkan beberapa permainan di wahana itu. Arka pun sudah kembali membaik. Bahkan, ia mulai menikmati permainan itu.
"Kau sudah lebih baik?" tanya Anya sambil memegang bola basket di tangannya.
Arka hanya mengangguk pelan sambil memasukkan bola basket di dalam ring.
Anya tersenyum saat melihat Arka kembali ceria. Rencananya untuk membantu Arka berhasil.
Selanjutnya, ia ingin mencoba untuk berbicara pelan-pelan dan mengetahui penyebab Arka mengalami trauma itu. Bahkan, jika perlu, ia ingin membawa Arka untuk berobat.