NovelToon NovelToon
Bukan Karena Tak Cinta

Bukan Karena Tak Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Janda / Selingkuh / Cerai / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Pelakor
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Serena Muna

Novia Anwar adalah seorang guru honorer di sebuah SMA negeri di kota kecil. Gajinya tak seberapa dan selalu menjadi bahan gunjingan mertuanya yang julid. Novia berusaha bersabar dengan semua derita hidup yang ia lalui sampai akhirnya ia pun tahu bahwa suaminya, Januar Hadi sudah menikah lagi dengan seorang wanita! Hati Novia hancur dan ia pun menggugat cerai Januar, saat patah hati, ia bertemu seorang pria yang usianya lebih muda darinya, Kenzi Aryawinata seorang pebisnis sukses. Bagaimana akhir kisah Novia?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hidup yang Baru

Setelah pengusiran pahit itu, Novia dan kedua orang tuanya, Suryani dan Tarman, akhirnya menemukan sebuah kontrakan sederhana di pinggiran kota. Letaknya cukup jauh dari kompleks lama, sebuah lingkungan baru yang mereka harapkan bisa memberikan sedikit ketenangan dari badai fitnah yang tak berkesudahan. Rumah itu kecil, hanya terdiri dari dua kamar dan satu ruang tamu mungil, namun terasa damai dan hangat.

Suryani dan Tarman berusaha sekuat tenaga untuk membuat Novia merasa nyaman. Mereka menata barang-barang seadanya, menciptakan suasana baru yang penuh harapan. Novia, meski hatinya masih menyimpan luka mendalam, mencoba untuk bangkit. Ia tahu, ia harus kuat demi orang tuanya yang selalu mendukungnya.

Malam itu, setelah selesai menata barang dan makan malam sederhana, Novia masuk ke kamarnya. Ia membuka sajadah, mengambil air wudu, dan bersiap untuk salat Isya. Cahaya lampu kamar yang temaram menyinari wajahnya yang pucat.

Selepas salat Isya, Novia tidak langsung beranjak dari sajadahnya. Ia bersimpuh, menengadahkan kedua tangannya, memanjatkan doa dengan khusyuk. Air mata kembali mengalir, namun kali ini bukan air mata keputusasaan, melainkan air mata harapan dan permohonan tulus.

"Ya Allah... Engkau Maha Mendengar, Maha Melihat," bisik Novia, suaranya bergetar. "Hamba mohon, berikan hamba kekuatan untuk melewati semua ini. Hamba sudah tidak punya apa-apa, Ya Allah. Hamba sudah kehilangan pekerjaan dan tempat tinggal."

Ia menarik napas dalam-dalam, mengumpulkan setiap kekuatan yang tersisa. "Hamba mohon, Ya Allah, berikan hamba rezeki yang halal. Izinkan hamba untuk kembali mengajar, Ya Allah. Hamba rindu dengan dunia pendidikan. Hamba ingin membuktikan bahwa hamba bisa bangkit, bahwa hamba tidak seperti yang mereka tuduhkan."

Novia terus berdoa, memohon petunjuk dan pertolongan dari Allah SWT. Ia berserah diri sepenuhnya, yakin bahwa setelah kesulitan pasti ada kemudahan. Ia berdoa dengan sepenuh hati, meminta diberikan kesempatan baru, sebuah pintu rezeki yang bisa ia gunakan untuk menghidupi dirinya dan membantu orang tuanya.

Keesokan paginya, Novia bangun dengan perasaan yang lebih ringan. Ia mencoba membuka beberapa situs pencarian kerja online, mencari lowongan guru. Sudah beberapa hari ia melakukannya tanpa hasil. Namun, kali ini, ada sesuatu yang berbeda.

Tiba-tiba, sebuah email masuk. Itu adalah email balasan dari sebuah Sekolah Menengah Atas (SMA) swasta yang cukup terkenal di Jakarta Barat, tempat ia pernah mengirimkan lamaran beberapa waktu lalu, jauh sebelum semua masalah ini menimpanya. Jantung Novia berdebar kencang saat ia membuka email itu.

Mata Novia membelalak membaca isi email tersebut. "Saudari Novia Anwar, kami memberitahukan bahwa Anda diterima mengajar sebagai guru Bahasa Inggris di SMA Harapan Bangsa."

Air mata Novia langsung tumpah, kali ini air mata kebahagiaan dan syukur yang tak terkira. Ia tak menyangka doanya akan dikabulkan begitu cepat. SMA Harapan Bangsa adalah SMA swasta yang elit di Jakarta Barat, sebuah sekolah yang memiliki reputasi sangat baik. Gaji yang ditawarkan pun jauh lebih besar dari sekolah lamanya. Ini adalah sebuah mukjizat, sebuah jawaban atas semua doa dan kesabarannya.

****

Kabar baik dari Novia bagaikan embun penyejuk di tengah kemarau panjang bagi Suryani dan Tarman. Ketika Novia memberitahukan bahwa ia diterima mengajar di SMA elit di Jakarta Barat, wajah Suryani langsung berseri-seri.

"Alhamdulillah! Ya Allah, Nak! Doa Ibu terkabul!" seru Suryani, memeluk putrinya erat-erat. Air mata kebahagiaan membasahi pipinya. "Ibu tahu kamu pasti bisa! Kamu anak yang pintar dan baik!"

Tarman juga tersenyum lebar, menepuk bahu Novia dengan bangga. "Selamat, Nak! Ini rezeki dari Allah. Kamu memang pantas mendapatkannya setelah semua yang kamu alami."

Ketiganya saling berpelukan, berbagi kebahagiaan yang sudah lama tidak mereka rasakan. Rumah kontrakan sederhana itu mendadak terasa penuh dengan aura positif.

Dengan Novia yang kini memiliki pekerjaan baru, semangat Suryani pun ikut bangkit. Ia tidak ingin berpangku tangan. Suryani tahu, meskipun gaji Novia cukup besar, mereka tetap harus berhemat dan mencari penghasilan tambahan untuk menopang kehidupan di tempat baru.

"Nak, Ibu mau coba jualan nasi uduk dan gorengan, ya?" kata Suryani pada suatu pagi. "Lumayan buat nambah-nambah. Daripada Ibu diam saja di rumah."

Novia tersenyum. "Bagus itu, Bu! Novia dukung sepenuhnya!"

Maka, dengan modal seadanya, Suryani pun mulai membuka lapak kecil di depan rumah kontrakan mereka. Aroma harum nasi uduk yang gurih dan gorengan yang renyah segera menyebar di lingkungan baru itu. Suryani, dengan keramahannya, melayani setiap pembeli dengan senyum tulus.

Awalnya, hanya beberapa tetangga yang mampir. Namun, kabar tentang nasi uduk Suryani yang lezat dan gorengan yang empuk cepat menyebar dari mulut ke mulut. Rasanya yang autentik dan harga yang terjangkau membuat banyak orang tertarik.

"Bu Suryani, nasi uduknya enak sekali! Bumbunya pas!" puji seorang ibu tetangga.

"Iya, Bu! Gorengannya juga renyah banget! Bikin nagih!" timpal yang lain.

Dengan cepat, warga jadi langganan di lapak Suryani. Setiap pagi, lapaknya selalu ramai pembeli. Antrean sering terlihat, dan Suryani kewalahan melayani. Tarman pun ikut membantu, menyiapkan bahan-bahan dan melayani pembeli di waktu luangnya.

Penghasilan dari lapak nasi uduk dan gorengan itu lumayan besar, cukup untuk membantu ekonomi keluarga. Suryani merasa sangat bersyukur. Ia tidak hanya mendapatkan penghasilan, tetapi juga menemukan kebahagiaan baru dalam berinteraksi dengan tetangga-tetangga yang ramah dan suportif di lingkungan baru ini.

Kini, keluarga Novia merasakan secercah harapan. Novia akan memulai babak baru di sekolah elit, dan Suryani menemukan kesibukan baru yang produktif. Mereka yakin, di tempat baru ini, mereka bisa membangun kembali kehidupan mereka, jauh dari bayang-bayang masa lalu yang pahit.

****

Pagi itu, dengan seragam baru dan hati penuh harap, Novia mengendarai sepeda motor kesayangannya menuju SMA Harapan Bangsa di Jakarta Barat. Jarak yang cukup jauh tak menyurutkan semangatnya. Namun, begitu ia memasuki area parkir sekolah, sebuah pemandangan kontras langsung menyapa matanya.

Mobil elit berjejer rapi di parkiran guru. Ada sedan-sedan mewah keluaran terbaru, SUV besar, hingga mobil sport yang mengkilap. Semuanya tampak mencolok di bawah sinar matahari pagi. Di antara barisan kendaraan mahal itu, sepeda motor Novia terasa begitu sederhana dan mencolok. Ia adalah satu-satunya guru yang mengendarai motor di sana.

Novia memarkir motornya di sudut yang agak tersembunyi. Ia berusaha untuk tidak terlalu memikirkan perbedaan ini. Fokusnya adalah mengajar dan memulai babak baru.

Ia melangkah masuk ke dalam gedung sekolah yang megah. Desain interiornya modern, dengan koridor luas dan fasilitas lengkap. Suasana di lobi sekolah sangat ramai. Kebanyakan siswa juga diantar pakai mobil mewah oleh sopir pribadi mereka, atau bahkan membawa mobil mewah sendiri dengan pengemudi pribadi. Anak-anak remaja itu mengenakan seragam rapi, membawa tas-tas bermerek, dan terlihat sangat percaya diri.

****

Novia kemudian menuju ruang guru, mencari namanya di daftar jadwal. Setelah menemukan kelas pertamanya, ia memutuskan untuk melapor diri kepada kepala sekolah. Ia sudah membuat janji sebelumnya.

Dengan sedikit gugup, Novia mengetuk pintu ruang kepala sekolah. Sebuah suara lembut mempersilakannya masuk.

"Silakan masuk, Novia," sambut Bu Mariam, Kepala Sekolah SMA Harapan Bangsa, dengan senyum ramah. Bu Mariam adalah seorang wanita paruh baya yang terlihat anggun dan berwibawa, dengan aura kehangatan yang menenangkan. Ruangan kepala sekolah itu tertata rapi dan modern, mencerminkan citra sekolah yang elit.

Novia masuk dan duduk di kursi yang ditunjukkan. "Selamat pagi, Bu Mariam. Saya Novia Anwar, guru Bahasa Inggris yang baru."

"Selamat pagi, Novia," jawab Bu Mariam, senyumnya semakin lebar. "Saya senang sekali Anda bisa bergabung dengan tim kami. Saya sudah melihat CV Anda, dan rekam jejak Anda sangat bagus."

Bu Mariam kemudian menjelaskan beberapa hal tentang budaya sekolah, kurikulum, dan ekspektasi terhadap para guru. Ia berbicara dengan nada suportif dan penuh semangat, membuat Novia merasa sedikit lebih nyaman.

"Saya harap Anda betah di sini, Novia," kata Bu Mariam, menatap Novia dengan ramah. "Kami adalah keluarga besar di sini. Jika ada kesulitan atau apapun yang perlu Anda bicarakan, jangan sungkan untuk datang pada saya atau rekan guru lainnya."

Novia tersenyum tulus. "Terima kasih banyak, Bu Mariam. Saya akan berusaha sebaik mungkin."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!