NovelToon NovelToon
THE TRILLIONAIRE GUARDIAN

THE TRILLIONAIRE GUARDIAN

Status: tamat
Genre:Menjadi Pengusaha / Anak Lelaki/Pria Miskin / Kaya Raya / Tamat
Popularitas:6.4k
Nilai: 5
Nama Author: Sukma Firmansyah

Seorang kakak miskin mendadak jadi sultan dengan satu syarat gila: Dia harus menghamburkan uang untuk memanjakan adik semata wayangnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sukma Firmansyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 3: Tamu Tak Diundang

Pagi belum benar-benar datang. Langit Jakarta masih berwarna abu-abu kusam, sisa hujan semalam masih meninggalkan genangan di jalanan gang sempit itu.

Atlas belum tidur sedetik pun. Dia duduk bersila di samping kasur tipis Orion, matanya terpaku pada layar ponselnya yang retak. Dia me-refresh aplikasi M-Banking itu setiap lima menit sekali, memastikan angka Rp 150.214 itu tidak berubah menjadi nol.

Orion masih tertidur, tapi napasnya terdengar berat. Efek obat warung semalam sudah habis.

Aku butuh uang lebih banyak, batin Atlas. Seratus lima puluh ribu ini modal awal. Aku harus memutarnya.

Tapi sebelum Atlas sempat menyusun rencana, dunia kecil mereka diguncang gempa buatan.

BRAAAK!

Pintu kayu kamar kos yang rapuh itu tidak diketuk, melainkan ditendang. Engsel tua yang sudah berkarat langsung menjerit, kayu di sekitar kunci retak seketika.

Orion tersentak bangun, matanya terbelalak kaget. "Kak?"

Atlas langsung melompat berdiri, menempatkan tubuh tegapnya di antara pintu dan adiknya. Naluri pelindungnya menyala merah.

Dua orang pria berbadan besar masuk tanpa permisi. Bau rokok kretek murahan dan keringat masam langsung memenuhi ruangan sempit itu.

Yang satu botak dengan tato naga di leher, yang satu lagi berambut gondrong dengan jaket kulit imitasi yang mengelupas.

"Wah, wah... Tuan Muda Atlas Wijaya," si Botak menyeringai, memperlihatkan gigi kuningnya. "Udah bangun ternyata. Kirain udah mati kelaparan."

Atlas mengepalkan tangannya. Dia kenal mereka. Anak buah Bos Rentenir yang memegang surat hutang almarhum ayahnya. Hutang untuk biaya rumah sakit ibu mereka dulu. Pokoknya 20 juta, tapi dengan bunga "lintah darat", sekarang membengkak jadi 50 juta.

"Gue bilang akhir bulan," suara Atlas rendah, tapi tajam. "Ini baru tanggal 25."

"Bos lagi butuh duit buat judi, jadi tanggalnya maju," si Gondrong meludah ke lantai, tepat di dekat sepatu Atlas. "Lima puluh juta. Lunas. Sekarang."

"Gue nggak ada duit segitu sekarang," jawab Atlas tegas.

Si Botak tertawa meremehkan. Matanya kemudian menyapu seisi ruangan, lalu jatuh pada sosok Orion yang duduk memeluk lutut di pojok kasur dengan wajah pucat.

"Kasihan banget hidup lo berdua. Ganteng-ganteng gembel," ledek si Botak. Dia melangkah mendekati Orion. "Duit nggak ada... tapi ginjal anak muda kayaknya laku mahal di pasar gelap. Apalagi yang mukanya mulus begini, bisa dijual ke kelab malam dulu—"

BUGH!

Sebelum tangan kotor si Botak sempat menyentuh ujung selimut Orion, Atlas sudah mendorong dadanya keras-keras.

"Sentuh adik gue, tangan lo putus," geram Atlas. Matanya yang biasanya lelah kini berkilat buas, seperti serigala yang dipojokkan.

Si Botak mundur selangkah, kaget dengan tenaga Atlas yang ternyata besar untuk ukuran orang kurus. Wajahnya memerah marah. Dia mencabut sebuah pisau lipat dari saku celananya.

"Berani lo sama gue, Hah?!"

"Tunggu!" teriak Atlas. Dia tahu dia bisa berkelahi, tapi kalau mereka berkelahi di sini, barang-barang akan hancur dan Orion bisa terluka. Dia harus main pintar.

"Gue bayar. Hari ini juga."

Kedua preman itu saling pandang, lalu tertawa terbahak-bahak.

"Lo? Bayar 50 juta? Jual diri lo pun nggak bakal laku segitu!"

"Kasih gue waktu satu jam," potong Atlas cepat. Keringat dingin mengalir di punggungnya. "Tunggu di sini. Gue ke ATM depan. Gue ada simpanan darurat, tapi gue harus cairin dulu."

Si Gondrong menatap curiga. "Lo mau kabur?"

"Adik gue di sini. Dia nggak bisa jalan jauh. Mana mungkin gue ninggalin dia?" Atlas menunjuk Orion.

Argumen itu masuk akal. Si Botak melirik jam tangannya yang palsu. "Oke. Satu jam. Kalau lo nggak balik bawa duit, adik lo kami bawa."

Atlas mengangguk. Dia berbalik menatap Orion sebentar, memberikan tatapan 'percaya sama Kakak', lalu menyambar jaketnya dan berlari keluar.

Atlas berlari sekencang-kencangnya. Bukan ke ATM, melainkan ke Minimarket 24 jam di ujung jalan raya.

Jantungnya berpacu dengan waktu. Dia punya saldo Rp 150.000. Dia harus mengubah ini menjadi Rp 50.000.000 dalam waktu kurang dari 60 menit.

Dia menerobos pintu kaca minimarket, membuat kasir yang sedang mengantuk terlonjak kaget.

Atlas langsung menuju rak susu dan nutrisi. Dia mengambil susu bubuk premium merek termahal yang biasa dipakai orang kaya. Harganya Rp 145.000 per kaleng.

Ini untuk Orion. Ini kebutuhan Orion, rapalan itu dia ulang-ulang dalam hati agar Sistem mendeteksinya.

Dia meletakkan kaleng susu itu di meja kasir. "Bayar pakai QRIS."

Kasir memindai. "Seratus empat puluh lima ribu, Mas."

Atlas menempelkan ponsel retaknya. Tolong, tolong, tolong.

Transaksi Berhasil.

Sisa saldo di rekening: Rp 5.214.

Atlas menahan napas. Sedetik kemudian, ponselnya bergetar panjang.

[Misi Harian: Nutrisi untuk Adik.]

[Nominal: Rp 145.000]

[Cashback 100x Diproses...]

[Saldo Masuk: Rp 14.500.000]

"YES!" teriak Atlas tanpa sadar, membuat kasir menatapnya aneh.

Empat belas juta setengah. Belum cukup. Masih jauh dari 50 juta. Tapi sekarang dia punya modal peluru yang lebih besar.

Atlas tidak keluar dari toko. Dia berbalik lagi ke dalam rak-rak dagangan. Kali ini dia tidak melihat harga. Dia mengambil keranjang belanja.

Dia menyapu bersih rak vitamin mahal. Madu impor. Cokelat premium yang harganya ratusan ribu. Buah-buahan potong segar. Tisu basah bayi yang paling lembut (kulit Orion sensitif). Minyak kayu putih aroma terapi.

Dia memenuhi keranjang itu sampai menggunung.

"Mas... ini banyak banget?" tanya kasir ragu.

"Hitung semua. Cepat. Ini buat adik saya," desak Atlas.

Kasir memindai satu per satu. Total belanjaan mencapai Rp 2.800.000.

Atlas membayar dengan saldo barunya.

Begitu struk keluar, getaran di saku celananya terasa seperti gempa bumi kecil.

[Pengeluaran Besar Terdeteksi!]

[Nominal: Rp 2.800.000]

[Cashback 100x Diproses...]

[Saldo Masuk: Rp 280.000.000]

Dua ratus delapan puluh juta rupiah.

Atlas menatap layar ponselnya. Angka itu berderet indah. Dia baru saja menjadi orang kaya baru dalam waktu kurang dari sepuluh menit. Cukup untuk melunasi hutang lima kali lipat!

Tapi Atlas belum puas. Dia teringat tatapan merendahkan si Botak. Teringat atap bocor di kamarnya. Teringat kasur tipis Orion.

Dia menatap kasir yang masih bengong.

"Mbak, di sini jual rokok paling mahal?" tanya Atlas.

"Ada, Mas. Cerutu impor di lemari kaca itu."

"Bukan, bukan buat saya. Lupakan."

Sistem tidak akan memberi cashback kalau dia beli rokok buat dirinya atau preman itu. Dia harus fokus pada Orion.

Atlas keluar dari minimarket dengan menenteng dua kantong plastik besar belanjaan mahal. Dia melihat sebuah Toko Elektronik kecil di seberang jalan yang baru saja buka rolling door-nya.

Atlas menyeberang jalan tanpa melihat kiri kanan. Dia masuk ke toko itu.

"Bang, ada AC portable? Yang paling dingin, paling mahal, paling canggih," tanya Atlas napasnya memburu.

Pemilik toko kaget. "Ada, Mas. Merek Jepang. Fitur air purifier dan humidifier. Harganya 4 juta."

"Bungkus. Sama kipas angin uap. Sama... itu, power bank kapasitas terbesar. Dua biji."

Total belanja: Rp 6.500.000.

Barang-barang ini untuk kenyamanan Orion di kamar panas itu. Sah menurut sistem.

Atlas membayar transfer.

[Nominal: Rp 6.500.000]

[Cashback 100x Diproses...]

[Saldo Masuk: Rp 650.000.000]

Total Saldo di rekening Atlas sekarang mendekati 1 Miliar Rupiah.

Atlas tersenyum. Senyum yang mengerikan. Dia memesan taksi online (mobil tipe Premium) untuk mengangkut barang-barang elektroniknya kembali ke gang kosan yang jaraknya cuma 500 meter itu.

Kembali di kamar kos.

Waktu tersisa 5 menit lagi sebelum batas satu jam habis. Si Botak dan Si Gondrong sudah tidak sabar. Si Gondrong sedang memainkan pisau lipatnya di depan wajah Orion yang ketakutan.

"Kakak lo kabur tuh, Dek. Percaya deh," ejek si Gondrong.

"Kak Atlas nggak mungkin ninggalin aku," cicit Orion pelan.

"Halah, bacot!" Si Botak berdiri. "Udah jam pas. Angkut anaknya!"

Tepat saat tangan kasar si Botak mencengkeram lengan kurus Orion, pintu terbuka lagi.

"LEPASIN TANGAN KOTOR LO!"

Atlas berdiri di ambang pintu. Tapi kali ini auranya berbeda. Dia tidak terlihat seperti pemuda putus asa yang tadi keluar berlari. Dia berdiri tegak, napasnya teratur, dan di tangannya ada sebuah tas plastik hitam besar (kantong sampah yang dia minta dari toko elektronik).

"Wah, balik juga pahlawan kesiangan," cibir si Botak. "Bawa duitnya? Atau cuma bawa sampah?"

Atlas melangkah masuk. Dia menendang pintu hingga menutup di belakangnya. Dia berjalan tenang melewati si Gondrong, meletakkan belanjaan makanan di dekat Orion, mengusap kepala adiknya sekilas.

"Maaf lama. Kakak belanja susu buat kamu dulu," kata Atlas lembut.

Kemudian dia berbalik menghadap dua preman itu. Wajah lembutnya lenyap seketika, berganti menjadi tatapan dingin yang menusuk.

"Berapa tadi? Lima puluh juta?" tanya Atlas datar.

"Iya! Jangan bilang lo nggak—"

Atlas mengangkat kantong plastik hitam di tangannya, lalu membalikkannya tepat di atas kepala si Botak.

PYAAAAR!

Bukan sampah yang jatuh.

Ratusan lembar uang merah bergambardid Soekarno-Hatta berjatuhan seperti hujan, menimpa kepala si Botak, meluncur ke bahunya, dan berserakan menutupi lantai kamar yang kotor.

Atlas sempat mampir ke Bank di sebelah toko elektronik dan melakukan penarikan tunai darurat dalam jumlah besar.

Hening.

Dua preman itu melongo. Mulut mereka menganga lebar. Seumur hidup menagih hutang, belum pernah mereka dilempari uang sebanyak ini secara tunai.

"I-ini... asli?" Si Gondrong memungut satu lembar dengan tangan gemetar. Asli. Baunya wangi uang baru.

Atlas menatap mereka dari atas ke bawah, seolah mereka adalah serangga.

"Di situ ada enam puluh juta," kata Atlas dingin. "Lima puluh buat lunasin hutang bokap gue. Sepuluh juta sisanya..."

Atlas maju selangkah, membuat kedua preman itu mundur ketakutan karena aura intimidasi yang tiba-tiba muncul.

"Sepuluh jutanya buat biaya berobat kalau kalian berani menampakkan wajah di depan adik gue lagi. Ambil duitnya, dan enyah dari sini sebelum gue berubah pikiran."

1
mustika saputro
keren banget
Sukma Firmansyah: thanks abangku,jangan lupa baya karya saya yang lain
total 1 replies
Pakde
🙏🙏🙏🙏🙏
Sukma Firmansyah: jangan lupa rating nya pakde, subs juga
kalo ada yang baru biar bisa ketauan
total 1 replies
Pakde
lanjut thor
Sukma Firmansyah: waduh, udah tamat pakde
next novel baru
semoga suka
btw
ada yang kurang kah dari ceritanya
total 1 replies
Sukma Firmansyah
bagus
Sukma Firmansyah
siangan abangku
Pakde
lanjut thor 🙏🙏🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!