NovelToon NovelToon
Reinkarnasi Pendekar Dewa : Kehidupan Kedua Dunia Yang Berubah

Reinkarnasi Pendekar Dewa : Kehidupan Kedua Dunia Yang Berubah

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Kelahiran kembali menjadi kuat / Epik Petualangan / Fantasi / Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Reinkarnasi
Popularitas:98.6k
Nilai: 5
Nama Author: Boqin Changing

Lanjutan dari novel Reinkarnasi Pendekar Dewa

Boqin Changing, pendekar terkuat yang pernah menguasai zamannya, memilih kembali ke masa lalu untuk menebus kegagalan dan kehancuran yang ia saksikan di kehidupan pertamanya. Berbekal ingatan masa depan, ia berhasil mengubah takdir, melindungi orang-orang yang ia cintai, dan menghancurkan ancaman besar yang seharusnya merenggut segalanya.

Namun, perubahan itu tidak menghadirkan kedamaian mutlak. Dunia yang kini ia jalani bukan lagi dunia yang ia kenal. Setiap keputusan yang ia buat melahirkan jalur sejarah baru, membuat ingatan masa lalunya tak lagi sepenuhnya dapat dipercaya. Sekutu bisa berubah, rahasia tersembunyi bermunculan, dan ancaman baru yang lebih licik mulai bergerak di balik bayang-bayang.

Kini, di dunia yang telah ia ubah dengan tangannya sendiri, Boqin Changing harus melangkah maju tanpa kepastian. Bukan lagi untuk memperbaiki masa lalu, melainkan untuk menghadapi masa depan yang belum pernah ada.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Boqin Changing, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Anak Tuan Kota Dihadirkan

Tatapan Boqin Changing tetap datar, namun di balik ketenangan itu pikirannya berputar cepat. Kenangan yang seharusnya terkubur kini bangkit, dipicu oleh satu kesadaran sederhana namun mengerikan bahwa dirinya telah mengubah alur takdir lebih dalam dari yang ia perkirakan.

Beberapa tahun lalu, tak lama setelah ia kembali ke masa lalunya, Boqin Changing bepergian bersama gurunya, Wang Tian. Saat itu, kekuatannya belum sepenuhnya pulih, dan ia memilih bersikap rendah hati, menyembunyikan banyak pengetahuan yang seharusnya belum ada di zaman itu. Namun justru dalam salah satu perjalanan itulah, roda sejarah mulai bergeser.

Ia masih mengingatnya dengan jelas. Hari itu, ia dan Wang Tian melewati sebuah desa kecil saat menuju hutan.. Sebuah papan kayu tua di tepi jalan tampak bertuliskan nama desa itu, Desa Gujia.

Dari kejauhan saja, suasananya sudah terasa janggal. Tidak ada asap dapur yang mengepul, tidak terdengar suara anak-anak bermain, bahkan anjing penjaga pun tak terlihat berkeliaran.

Ketika mereka memasuki desa, pemandangan memilukan menyambut mereka. Banyak rumah tertutup rapat, pintu dan jendela dipalang seadanya. Mereka bahkan melihat seorang suami menguburkan istrinya yang baru saja meninggal.

“Itu bukan penyakit biasa,” kata Wang Tian saat itu, wajahnya mengeras.

Boqin Changing hanya diam, namun matanya menajam. Gejala-gejala itu… ia mengenalnya terlalu baik. Dalam kehidupan pertamanya, wabah inilah yang kelak dikenal sebagai Wabah Hitam.

Penyakit yang awalnya muncul di Kekaisaran Qin, lalu menyebar melalui jalur perdagangan, menelan korban dalam jumlah yang tak terhitung. Kekaisaran Qin melemah karenanya, dan bahkan beberapa kekaisaran lain ikut terdampak.

Namun saat ia datang kembali ke masa lalunya ini, wabah tersebut belum sempat menyebar.

“Guru,” ucap Boqin Changing kala itu dengan suara tenang namun yakin, “penyakit ini masih bisa diobati.”

Wang Tian sempat menatapnya lama, terkejut oleh keyakinan muridnya yang bahkan belum dewasa. Namun entah mengapa, ia mempercayainya.

Berbekal pengetahuan dari masa depan, Boqin Changing menyusun ramuan obat dari tanaman-tanaman. Ia menyesuaikan dosisnya dengan kondisi tubuh para penduduk yang lemah. Tidak berhenti sampai di situ, ia juga meminta Wang Tian dan penduduk desa yang sembuh untuk membantu mengisolasi desa itu.

Tidak ada warga yang diizinkan keluar masuk. Jalur menuju Desa Gujia ditutup sementara. Orang-orang yang hendak singgah diminta memutar arah. Langkah itu terdengar kejam bagi sebagian orang, namun justru itulah yang menyelamatkan banyak nyawa.

Dalam beberapa hari, kondisi para penduduk mulai membaik. Demam mereka turun, napas kembali stabil, dan warna wajah yang semula menghitam perlahan berubah sehat. Dalam beberapa minggu, wabah itu benar-benar padam, lenyap sebelum sempat dikenal dunia.

Pada dasarnya, ia tidak hanya menyelamatkan warga Desa Gujia. Ia telah menyelamatkan penduduk Kekaisaran Qin, bahkan kekaisaran-kekaisaran lain yang seharusnya ikut terjerat wabah itu. Jalur sejarah telah ia belokkan secara paksa, menciptakan dunia yang berbeda dari yang ia kenal.

Namun perubahan itu memiliki konsekuensi. Orang-orang yang seharusnya mati… masih hidup. Salah satunya, anak dari Tuan Kota Kashgar ini.

Tatapan Boqin Changing tanpa sadar beralih ke arah Ji Wei. Wajah pria itu tampak tenang, berwibawa, dan… tidak diliputi kesedihan mendalam seperti yang seharusnya dimiliki seseorang yang kehilangan seluruh anaknya. Di kehidupan pertamanya, Ji Wei dikenal sebagai pejabat yang setia namun dingin, seorang ayah yang hatinya telah mati bersama anak-anaknya akibat wabah hitam.

Namun Ji Wei yang berdiri di hadapannya sekarang berbeda. Ia hidup dengan masa depan yang telah diubah.

“Takdir benar-benar kejam dalam caranya menagih harga,” batin Boqin Changing dingin. “Aku menyelamatkan dunia… dan sebagai gantinya, aku menciptakan dunia yang tak lagi sepenuhnya kukenal.”

Ia menarik napas perlahan, menyembunyikan gejolak di dalam dadanya. Apa pun yang telah berubah, tidak ada jalan untuk kembali. Ia hanya bisa melangkah maju dan menghadapi konsekuensi dari setiap keputusan yang telah ia buat, baik sebagai penyelamat, maupun sebagai perusak sejarah.

Di aula kediaman Tuan Kota, udara terasa sedikit lebih berat. Ji Wei masih menatap Boqin Changing dengan sorot mata penuh rasa penasaran, seolah benang takdir lama yang pernah terputus kini mulai terhubung kembali.

Mereka kemudian duduk bersama di meja kayu panjang yang telah disiapkan di aula kediaman itu. Cangkir-cangkir teh panas diletakkan satu per satu oleh pelayan, uapnya mengepul perlahan, namun tidak ada seorang pun yang benar-benar menikmati kehangatan minuman tersebut. Suasana terasa tegang, seolah udara di dalam ruangan ikut menahan napas.

Tetua Yu merapikan jubahnya sebelum membuka suara. Wajahnya serius, sorot matanya tajam dan penuh perhitungan.

“Tuan Kota Ji Wei,” ucapnya pelan namun tegas, “izinkan saya menyampaikan hasil laporan terkait misi yang Tuan tugaskan kepada kami, mengenai pemberantasan siluman di hutan.”

Ji Wei mengangguk pelan.

“Silakan, Tetua Yu.”

Namun Tetua Yu tidak langsung melanjutkan. Ia justru menyipitkan mata, menatap Ji Wei sejenak, lalu melontarkan pertanyaan lain.

“Sebelum itu, saya ingin memastikan satu hal. Laporan awal mengenai keberadaan siluman di hutan tersebut… apakah berasal dari putra Tuan, Tuan Muda Ji Yayi?”

Ji Wei tampak tidak terkejut dengan pertanyaan itu. Ia mengangguk tenang, sikapnya tetap berwibawa.

“Benar. Aku menerima laporan itu dari putraku. Ia kembali dari hutan tersebut bersama beberapa pengawal. Dari merekalah aku mendapatkan informasi awal.”

Tetua Yu mengangguk perlahan, seakan potongan terakhir dari teka-teki mulai terpasang.

“Kalau begitu,” lanjutnya, “aku mohon Tuan Kota memanggil Tuan Muda kemari. Laporan ini akan lebih jelas jika yang bersangkutan ikut mendengarnya.”

Ji Wei tidak menolak. Ia memberi isyarat pada seorang pelayan di sisi aula.

“Panggil Ji Yayi. Katakan padanya untuk segera ke sini.”

Tak lama kemudian, langkah kaki terdengar dari lorong samping. Seorang pemuda dengan pakaian bangsawan melangkah masuk. Wajahnya tampak sedikit pucat, namun ia masih berusaha menjaga sikap percaya diri.

“Ayah,” sapa Ji Yayi sambil memberi hormat singkat.

“Duduklah,” kata Ji Wei singkat. “Tetua Yu ingin menyampaikan laporan penting.”

Ji Yayi pun duduk, tepat di sisi ayahnya. Ketika semua orang telah lengkap, Tetua Yu baru kembali membuka suara.

“Berdasarkan penyelidikan kami,” ucapnya perlahan, seolah setiap kata sengaja diberi bobot, “jumlah siluman yang berada di hutan itu… sekitar tiga ribu.”

“Apa?!” Ji Wei dan Ji Yayi berseru hampir bersamaan. Mata mereka membelalak, wajah mereka jelas menunjukkan keterkejutan.

“Tetua Yu, apakah Anda sedang bercanda?” tanya Ji Wei, suaranya terdengar tertahan.

Tetua Yu menggeleng. “Aku tidak bercanda.”

Ia melanjutkan tanpa memberi mereka waktu untuk menenangkan diri.

“Di antara ribuan siluman itu, terdapat siluman berusia seratus tahun. Bahkan… ada Raja Siluman.”

Wajah Ji Wei semakin pucat. Ji Yayi menelan ludah, tenggorokannya terasa kering. Aula yang luas itu mendadak terasa sempit.

Ji Wei meraih cangkir tehnya dengan tangan sedikit gemetar. Ia meneguknya dalam-dalam, seolah berharap cairan hangat itu mampu menenangkan jantungnya yang berdegup liar.

Namun kata-kata Tetua Yu berikutnya justru menghancurkan sisa ketenangan itu.

“Di hutan tersebut,” kata Tetua Yu dengan suara rendah namun jelas, “ada seekor binatang suci.”

Prang!

Cangkir teh di tangan Ji Wei terlepas dan jatuh ke lantai, pecah berkeping-keping. Teh tumpah membasahi lantai, namun tidak ada seorang pun yang bergerak.

“Keberadaan binatang suci itulah,” lanjut Tetua Yu tanpa memedulikan pecahan di lantai, “yang membuat para siluman berkumpul. Mereka bersiap. Target mereka bukan sekadar hutan… melainkan Kota Kashgar.”

Ruangan itu hening. Nafas Ji Wei terdengar berat.

Tetua Yu belum selesai.

“Binatang suci itu… sempat berbicara kepada kami,” katanya pelan. “Ia menyebut satu nama.”

Tatapan Ji Wei menegang. “Nama siapa?”

“Ji Yayi.”

Kepala Ji Wei langsung berputar menatap putranya. Tatapan itu penuh keterkejutan, kebingungan, dan… ketakutan yang berusaha ia sembunyikan.

Ji Yayi membeku. Wajahnya memucat, matanya bergetar. Namun detik berikutnya, ia berdiri setengah bangkit dari kursinya.

“Itu bohong!” serunya lantang. “Tetua Yu berbohong!”

Ia menuding ke arah Tetua Yu dengan tangan gemetar.

“Binatang suci hanyalah mitos! Cerita untuk menakut-nakuti orang bodoh! Kalau memang ada, mana mungkin Tetua Yu masih hidup? Kau pasti sudah mati karena bukan lawannya!”

Kata-katanya menggema di aula. Namun alih-alih mengendurkan ketegangan, ucapan itu justru membuat suasana semakin mencekam.

Tatapan Boqin Changing sejak tadi diam kini terasa semakin dalam, seolah ia sedang menatap bukan hanya Ji Yayi, melainkan jalur takdir yang berbelok tajam dan kembali menyusahkannya.

1
Vanz Gao
Super Master Nuo 😅😅😅
HINATA SHOYO
lanjuttt gasspolllllll crazy up thorr
budiman_tulungagung
satu mawar 🌹
Ipung Umam
lanjutkan terus menerus 👍🏻
Ipung Umam
mantap thor 👍🏻👍🏻
Nanik S
Dapatkah Shang Mu mendapat Jawaban tentang Anaknya
Nanik S
Dasar Sha Nuo... selalu saja bikin seru 👍👍
zkr junior
jadi kurang seru ini, nyari seseorang yg gk jelas,
Pims Sinung Mulia
makin akrab dengan Paman Nuo , jadi salah satu character favorite ini orang. Gmna ntar jika ketemu Gao Rui, apakah bkal diisengi ini si Gao Rui di pendekar naga bintang.
zkr junior
jadi kurang seru
Mamat Stone
teruskan Thor

💥💥💥💥
Mamat Stone
nanggung banget Thor
🔥🔥🔥
ira citra
luar biasa
Anonymous
lanjuttkaaannn
John Travolta
mantul
John Travolta
lagiiiii 😍
hamdan
super sekali
hamdan
mantulita
Duroh
lagi thor
Joko
gasssssss
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!