NovelToon NovelToon
Dibayar Oleh CEO Kejam

Dibayar Oleh CEO Kejam

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO
Popularitas:389
Nilai: 5
Nama Author: Sansus

CERITA UNTUK ***++
Velove, perempuan muda yang memiliki kelainan pada tubuhnya yang dimana dia bisa mengeluarkan ASl. Awalnya dia tidak ingin memberitahu hal ini pada siapapun, tapi ternyata Dimas yang tidak lain adalah atasannya di kantor mengetahuinya.
Atasannya itu memberikan tawaran yang menarik untuk Velove asalkan perempuan itu mau menuruti keinginan Dimas. Velove yang sedang membutuhkan biaya untuk pengobatan sang Ibu di kampung akhirnya menerima penawaran dari sang atasan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sansus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 3

Keesokan harinya Velove bangun seperti biasa, hanya saja rasa sakit di bongkahan kembarnya masih begitu terasa membuat perempuan itu sesekali meringis. Sesuai dengan apa yang sudah dia rencanakan tadi malam, pagi ini dia akan pergi ke dokter terlebih dulu dan setelah itu dia harus pergi ke kantor.

Ada yang berbeda dari penampilan Velove pagi ini, perempuan itu memilih untuk memakai blazer sebagai luaran kemejanya, dia takut ASl-nya akan kembali merembes keluar seperti yang terjadi kemarin. Ah, soal jas Pak Dimas sepertinya dia akan membawanya besok saja, karena jas milik atasannya itu belum kering setelah dia cuci.

Perempuan itu pergi ke rumah sakit dengan menggunakan ojek online, tidak menghabiskan waktu yang lama untuk dia sampai di tempat itu. Begitu sampai, Velove langsung mengurus pendaftaran, lalu perempuan itu disuruh untuk menunggu sebentar sebelum gilirannya.

"Atas nama Velove Gaurida!"

Begitu namanya disebut, perempuan itu segera berdiri dari tempat duduknya dan membawa langkah kakinya untuk masuk ke dalam ruang pemeriksaan.

"Sebelumnya Mbak ada keluhan apa?" Begitu Velove duduk di kursi depan dokter, perempuan itu langsung ditodong dengan pertanyaan tersebut.

"Jadi gini dok... kemarin saya ngerasa ada yang aneh sama bagian bongkahan kembar saya, setelah saya cek ternyata keluar ASl dok, masalahnya saya nggak lagi hamil apalagi punya anak kecil." Velove menjelaskan apa yang terjadi pada dirinya.

Dokter itu menganggukan kepalanya paham, lalu kembali bertanya. "Apa sebelumnya Mbak Velove pernah melakukan hubungan suami istri?"

Perempuan itu sontak menggeleng dengan tegas. "Nggak pernah dok, saya belum pernah sama sekali."

"Apa Mbak ada konsumsi obat-obatan secara rutin?"

"Nggak dok." Velove menjawab dengan sejujurnya, karena memang selama ini dia tidak pernah mengkonsumsi obat yang macam-macam, paling dia hanya meminum vitamin C yang direkomendasikan oleh Naomi agar bisa menjaga daya tahan tubuhnya.

Kemudian dokter itu mengengguk paham. "Sebenarnya hal ini bisa terjadi pada perempuan yang tidak sedang hamil atau mempunyai anak bayi, bisa jadi karena hormon yang berlebih, pengaruh obat tertentu atau ada gangguan kesehatan. Jadi untuk pemeriksaan lebih lanjut Mbak Velove bisa melalui tes uji lab, nanti akan suster arahkan ke ruangannya." Dokter itu menjelaskan secara panjang lebar pada Velove.

"Baik dok, terimakasih." Lalu setelah mengucapkan hal itu Velove segera beranjak dari sana dan mengikuti arahan dari suster untuk menuju ruang uji lab.

***

Tepat pada pukul sebelas siang, Velove akhirnya selesai melakukan serangkaian pemeriksaan, pihak rumah sakit mengatakan jika hasil uji lab dirinya akan keluar setelah 2 hari, maka dari itu nanti dia akan kembali ke rumah sakit untuk mengambil hasilnya.

Dan di sini lah perempuan itu sekarang, di sebuah rumah makan sederhana untuk mengisi perutnya yang keroncongan. Velove memilih untuk makan terlebih dahulu sebelum pergi ke kantor, karena memang dirinya belum makan apapun dari tadi pagi.

Di tengah kegiatannya, tiba-tiba ponsel miliknya yang dia simpan di dalam tas berdering, perempuan itu segera mengambil benda pipih itu dan melihat siapa orang yang menelponnya. Nama Dimas tertera di atas layar, membuat Velove buru-buru mengangkatnya.

"H—halo, Pak?" Perempuan itu menyapa terlebih dulu walaupun dia merasakan rasa gugup.

"Kamu ini masih ada di mana? Pak Candra bilang setelah dari dokter akan langsung ke kantor, tapi jam segini belum juga datang?!" Suara atasannya di seberang sana membuat telinga Velove terasa langsung berdengung.

"Maaf Pak, saya baru saja keluar dari rumah sakitnya. Ini saya mau langsung berangkat ke kantor kok." Jelas perempuan yang tentu saja berisi kebohongan.

"Maaf-maaf terus, pokoknya saya tidak mau tahu jam dua belas kamu sudah harus ada di kantor! Banyak berkas yang harus segera kamu kerjakan, berkas yang kemarin saya minta revisi juga harus sudah ada."

"Berkas yang suruh Bapak revisi kemarin sudah saya kerjakan, nanti akan segera saya antarkan ke ruangan Bapak." Velove menanggapi kemarahan atasannya itu.

"Ya, tidak pake lama!"

"Baik Pa—"

Belum sempat Velove melanjutkan ucapannya, panggilan itu sudah diputus secara sepihak dari sana, membuat perempuan itu hanya bisa menghela napasnya jengkel.

Mengingat akan perkataan Dimas yang menyuruhnya untuk segera datang ke kantor, perempuan itu buru-buru menghabiskan makanan miliknya dan segera membayar pada pemilik warung.

Lalu Velove dengan buru-buru memesan ojek online untuk berangkat ke kantor, dia tidak siap jika harus kembali mendengar ceramahan panjang lebar dari atasannya itu.

Untung saja sebelum jam dua belas siang dirinya sudah sampai di depan gedung tinggi yang tidak lain tidak bukan adalah kantor tempat dia bekerja, Velove segera naik ke lantai tempat dirinya bekerja dan saat perempuan itu baru saja keluar dari dalam lift, dia berpas-pasan dengan Pak Candra dan juga Pak Dimas yang sepertinya baru melakukan meeting.

"Selamat siang, Pak." Perempuan itu menyapa dengan ramah kedua atasannya itu.

"Siang Vel, udah dateng kamu? Gimana badan kamu udah mendingan?" Pak Candra bertanya dengan ramah, beda sekali dengan Dimas yang hanya meliriknya dengan tajam dan lelaki itu kembali melanjutkan langkah kakinya pergi dari sana.

"Udah lumayan lebih baik Pak. Oh iya," perempuan itu merogoh tas selempangnya untuk mengambil sesuatu. "Kebetulan ketemu Pak Candra di sini, ini surat dokternya saya kasih sekarang aja ya." Ucap Velove seraya menyodorkan selembar kertas.

"Oh, oke. Kamu kayaknya harus cepet-cepet nyamperin Pak Dimas, dari tadi udah marah-marah terus." Balas Pak Candra seraya mengulurkan tangannya untuk mengambil selembar kertas yang disodorkan oleh Velove.

"Iya, Pak. Ini juga saya mau langsung ke ruangannya, makasih banyak ya Pak Candra udah izinin saya." Ucapa Velove seraya tersenyum ramah.

"Ya, sama-sama."

Setelahnya mereka berdua berpisah di sana, Velove yang berjalan menuju kubikelnya dan Pak Candra yang berjalan memasuki ruangan kerjanya.

Perempuan itu langsung merapihkan penampilan serta menyiapkan berkas yang sudah dia revisi kemarin untuk di bawa ke ruangan sang atasan yang tadi dia lihat sudah memasang raut wajah yang menyeramkan.

"Baru dateng lo, Vel?"

Di tengah kegiatannya, perempuan itu mendongakan kelapanya untuk melihat siapa yang bertanya padanya. Itu adalah Mas Gino, karyawan yang kubikelnya tidak jauh dari kubikel miliknya.

"Iya nih, Mas. Tadi ada urusan dulu." Balasnya.

"Oh, pantesan gua lihat tuh muka bos lo asem mulu dari tadi, ternyata pawangnya baru dateng." Kelakar lelaki itu.

"Apaan sih, Mas! Emang dia kan mukanya asem mulu setiap hari." Balas Velove seadanya karena memang itu kenyataannya.

Sebenarnya dia sudah sering mendapatkan bercandaan-bercandaan seperti ini dari karyawan lain soal dirinya dan juga Dimas, tapi dia tidak pernah mengambil hati dengan bercandaan itu.

"Mau ke ruangan dia dulu, udah nyuruh-nyuruh mulu dari tadi." Ucap Velove seraya membawa langkah kakinya menuju ruangan sang atasan yang dibalas dengan acungan jempol oleh lelaki itu.

Velove menyiapkan dirinya sebentar sebelum mengetuk pintu ruangan itu, lalu dia mengetuk pintu itu sebanyak dua kali, butuh waktu beberapa detik sampai suara balasan dari dalam sana terdengar.

"Masuk." Suara dingin itu terdengar, membuat Velove segera membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan itu.

"Siang Pak Dimas." Sapanya ramah yang dibalas dengan deheman oleh sang atasan.

"Ini berkas yang kemarin Bapak suruh saya untuk direvisi dan ini juga berkas yang kemarin sore Bapak suruh kerjakan." Velove menyerahkan dua map itu ke hadapan atasannya.

Dimas meliriknya sebentar dengan tatapan tajam, kemudian tangan lelaki itu terulur untuk menerima berkas yang diberikan oleh sekertarisnya. Lelaki itu mengecek berkas-berkas yang diserahkan oleh Velove dengan sekilas kemudian meletakan berkas itu begitu saja di atas meja.

"Kamu sakit apa?" Tanya Dimas.

Velove mengerjap seketika mendengar pertanyaan tiba-tiba dari atasannya itu, tidak biasanya Dimas seperti ini, lelaki itu biasanya akan bersikap bodo amat.

"Eh? Eum... saya belum tahu Pak, tadi baru uji lab nanti baru ada hasilnya dua hari lagi." Jawab Velove dengan gugup.

"Tapi kamu gak kelihatan kayak orang sakit, muka kamu gak pucet." Lelaki itu menatap ke arah sang sekretaris dengan tatapan menelisik.

Perempuan itu tidak tahu harus menjawab dengan jawaban apa ucapan atasannya itu. "I-iya Pak, sekarang udah agak mendingan." Bohongnya.

Kemudian Dimas hanya menganggukan kepalanya sekilas setelah mendengar jawaban dari Velove. "Siang ini, temani saya makan siang."

"Maaf Pak, tapi saya sudah makan siang." Tanpa Velove sadari, balasannya itu membawa masalah baru.

Mendengar balasan dari perempuan itu, Dimas menatap ke arah sekertarisnya dengan kerutan di dahinya. "Jadi tadi kamu makan siang dulu?"

Duh! Kenapa dia bisa keceplosan sepeti ini? "Eum.. bukan gitu Pak—maksud saya, saya masih kenyang soalnya tadi sarapannya agak siangan." Velove terlihat bodoh sekali sekarang.

"Tidak ada alasan, siang ini temani saya makan siang." Ucap lelaki itu tidak terbantahkan.

"Baik, Pak." Dan pada akhirnya Velove hanya bisa patuh pada perintah lelaki itu.

Lalu perempuan itu izin keluar dari dalam ruangan, Velove berjalan dengan wajah lesu menuju kubikelnya. Di sana dia sudah disambut oleh Naomi, teman kerjanya yang kubikelnya berada di sebelahnya.

"Lesu banget itu muka, Vel. Nggak pernah aku lihat muka kamu cerah abis keluar dari ruangan itu." Ujar Naomi, yang terdengar seperti sebuah ledekan.

Lantas Velove menunjukan muka kesalnya. "Ya mau gimana lagi, emang itu tuh ruangan kematian." Jawabnya dengan asal.

"Heh! Nggak boleh kayak gitu, awas kualat kamu." Balas Naomi sambil tersenyum mengejek pada temannya itu.

"Bodo amatlah, kesel aku."

"Udahlah lupain aja, mending kita pikirin siang ini mau makan apa."

"Aku udah disuruh Pak Dimas buat ikut dia makan siang."

"Yahh, terus aku makan siang sama siapa dong?" Tanya Naomi dengan memasang wajah sok kecewa itu.

"Halah, kayak aku gak tahu aja kalo kamu suka makan bareng sama anak pemasaran." Ucapan Velove yang tepat sasaran itu membuat Naomi menampilkan cengiran tidak bersalahnya.

Lantas Velove kembali duduk ke tempatnya dan kembali mengerjakan kerjaannya sebelum jam makan siang tiba sebentar lagi, setidaknya dia bisa memanfaatkan waktu semaksimal mungkin sebelum Dimas kembali merecoki dirinya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!