NovelToon NovelToon
Balas Dendam Si Pecundang

Balas Dendam Si Pecundang

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Identitas Tersembunyi / Dendam Kesumat / Persaingan Mafia / Balas dendam dan Kelahiran Kembali
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: nurliana

kehilangan bukan lah kesalahan ku, tetapi alasan kehilangan aku membutuhkan itu, apa alasan mu membunuh ayah ku? kenapa begitu banyak konspirasi dan rahasia di dalam dirimu?, hidup ku hampa karena semua masalah yang datang pada ku, sampai aku memutuskan untuk balas dendam atas kematian ayah ku, tetapi semua rahasia mu terbongkar, tujuan ku hanya satu, yaitu balas dendam, bukan jatuh cinta.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nurliana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

luka yang membuka cinta

"Maaf, Pak, mengganggu waktunya. Saya Tamara, wali kelas Zelena. Saya ingin memberi tahu bahwa Zelena mengalami cedera dan perlu segera dibawa pulang," ucap Bu Tamara dengan nada cemas melalui telepon.

Ahmad yang menerima telepon tersebut langsung panik. Ia berdiri dari kursinya, bingung harus berbuat apa. Dalam keterburuannya, ia melirik Leon yang sedang bersamanya, lalu menoleh ke arah anak buahnya.

"Kenzo, daripada kamu marah-marah di sini, lebih baik kamu ke sekolah adikmu. Lihat kondisinya dan bawa dia pulang," perintah Ahmad dengan suara tegas namun penuh kekhawatiran. Ia mengemasi barang-barangnya dengan cepat dan meminta salah satu anak buahnya untuk ikut bersamanya.

Kenzo menatap Leon dengan sinis. Tatapannya tajam, seperti elang yang bersiap menerkam mangsanya. Namun tanpa sepatah kata, ia segera melangkah pergi.

*

*

*

Di Sekolah, Siang Hari

Zelena duduk di bangku taman sekolah, mengenakan seragam olahraga dan rambutnya dikuncir satu. Sinar matahari menembus dedaunan, menciptakan bayangan di wajahnya yang sedang fokus pada layar ponsel. Meskipun luka di pelipisnya masih terasa perih, ia tampak biasa saja.

Lima belas menit berlalu, Kenzo akhirnya datang. Ia menghampiri adiknya dan menyerahkan sebotol susu dingin.

"Lain kali, bisa hati-hati nggak?" ucap Kenzo, suaranya terdengar datar namun jelas mengandung kekhawatiran.

Zelena menatap kakaknya dengan malas, menyipitkan matanya. "Apa sih, Kak? Ini cuma luka kecil, jatuh waktu main voli. Cuma dua jahitan doang," ujarnya santai sambil meminum susu pemberian Kenzo.

Kenzo menatap luka adiknya yang telah dibalut perban putih. "Kamu ini kenapa sih? Luka begini tuh parah, Zelena. Kalau Papa sampai tahu… ini bisa jadi masalah besar, sekolah kamu ini bisa di tuntut, semua guru kamu akan dalam bahaya zel "

Zelena menatap Kenzo malas, " kak? ini cuman masalah kecil, aku aja bisa selesaikan sendiri, lagian ini aku jatuh sendiri "

Kenzo masih saja khawatir kepada adik kecil nya itu " iya tapi sama aja Zelena, ini di sekolah, kamu nih ya, kalau gak ada yang ngawasin ada aja yang luka, heran kakak sama kamu "

Zelena bangkit berdiri, mengambil tasnya. "Kak, aku udah besar. Luka kayak gini tuh biasa. Lagian sebentar lagi aku kuliah. Kakak nggak perlu datang ke kampus terus-terusan, hanya karena masalah sepele, dan aku gak mau itu terjadi "

Kenzo menarik tali tas yang hendak disandang Zelena. "Iya, kamu udah besar. Tapi mana ada orang besar jatuh gara-gara main voli doang?"

Zelena tersenyum kecil. "Yah, lain kali nggak bakal jatuh lagi. Oh iya, Kak. Arman ke mana? Biasanya dia yang datang kalau aku kenapa-kenapa."

Kenzo menarik napas dalam dan tersenyum tipis. "Mungkin dia lagi sibuk. Sekarang, kita pulang. Papa bilang ada sesuatu yang ingin dia berikan untukmu."

Kedua nya masuk kedalam mobil yang sudah terparkir di depan gerbang Zelena, semua orang menatap mobil mahal milik siapa yang sejak tadi terparkir di depan sekolah mereka, sampai ada murid yang mengira presiden datang ke sekolah mereka,

*

*

*

Di Rumah, Sore Hari

Zelena sampai di rumah mewah mereka yang bergaya klasik Eropa. Seperti biasa, segala kebutuhannya sudah tersedia bahkan sebelum ia memintanya. Di rumah itu, ia diperlakukan layaknya putri kerajaan.

"Zelena," panggil Ahmad yang ternyata sudah ada di ruang keluarga.

Zelena mendekat sambil bertanya, "Papa nggak kerja hari ini?"

Ahmad menatap luka di pelipis putrinya. Meski terlihat kecil, luka itu dalam dan cukup serius hingga harus dijahit. Ia menahan amarahnya, namun suaranya tetap tegas. "Kamu ini kenapa, sih? Papa sudah bilang, jangan sampai terluka. Besok kamu pindah sekolah saja."

Zelena mendesah pelan. "Pa, nggak usah pindah sekolah. Zelena udah nyaman di sana. Teman-temanku juga semua ada di sana. Ini luka kecil, Papa."

Ia kemudian beranjak ke kamar dengan langkah ringan, seolah tidak peduli. Tapi sesungguhnya, di dalam hatinya, ia lelah dengan segala kemewahan yang selama ini ia terima. Semuanya terasa hampa. Ia rindu hidup yang sederhana, yang penuh makna.

Leon memandangi gadis yang baru saja naik ke lantai atas. Calon istrinya. Namun siapa sangka, gadis itu masih duduk di bangku sekolah?

"Dia... yang akan aku nikahi?" batin Leon, tak percaya.

Ahmad berdiri di samping Leon dan menatap tangga menuju kamar putrinya. "Itulah putriku. Aku membesarkannya seorang diri tanpa kehadiran seorang ibu. Luar biasa manja dan terlihat dingin, tapi dia sesungguhnya sangat lembut, dia memang bersikap acuh kepada orang yang baru ia kenal "

Leon memutar bola matanya, tampak tidak tertarik. "Jadi, apa rencana Anda sebenarnya? Bukankah saya hanya perlu menikah dengannya?"

Ahmad tersenyum samar, lalu menyodorkan nampan berisi makan siang untuk Zelena, ada sebotol obat juga di atas nya "Sebelum menikah, kalian harus saling mengenal lebih dalam. Terutama kau. Kau harus tahu betul siapa Zelena. Karena kelak, kaulah yang akan menjaganya."

Leon menatap nampan itu dengan enggan. "Saya ini calon suaminya atau pembantunya? Ini di luar perjanjian kita."

Ahmad menatapnya tajam. "Antar makanan itu... atau kau tak akan pernah melihat cahaya lagi."

Ancaman itu membuat Leon tidak berkutik. Ia mengambil nampan tersebut dan melangkah ke lantai atas.

Sebelum sampai ke kamar Zelena, Leon menatap botol obat itu, dan juga menu makan siang Zelena, terlihat sangat sehat, dia mengira bahwa botol obat itu untuk luka Zelena tadi siang,

*

*

*

Di Depan Kamar Zelena

Tok... tok...

"Iya?" sahut Zelena dari dalam.

Beberapa saat kemudian, pintu kamar terbuka. Zelena menatap Leon dari ujung kaki hingga kepala. "Siapa kau? Aku tidak pernah melihat mu di rumah kami" tanyanya dengan alis terangkat.

Leon juga menatapnya tanpa kata, lalu mengangkat nampan. "Makan siang," ucapnya singkat.

" Kau tidak akan menjawab ku? Aku bertanya kau siapa? " Zelena bersikap sangat dingin, dia sama sekali tidak suka jika ada orang asing yang dekat dengan nya terlebih lagi berdiri di depan kamar nya

" Terima saja makanan nya, kamu gak perlu tahu aku siapa, repot ya mau makan aja " Leon kesal, karena sejak awal perjanjian mengantar makanan tidak ada Ahmad ucapakan

Zelena mengambil nampan itu dari tangan Leon. "Terima kasih. Seharusnya nggak perlu diantar ke kamar. Aku bisa ambil sendiri."

Leon memperhatikan perban di pelipis Zelena. Dengan perlahan, ia merapikannya. "Semoga cepat sembuh," ucapnya dengan suara lembut.

Zelena tersenyum sekilas dan segera menutup pintu. Ia menghilang dari pandangan Leon, seolah tak peduli.

Leon berdiri beberapa detik di depan pintu yang kini tertutup. Hatinya sedikit berguncang.

"Ternyata… dia sangat cantik kalau dilihat dari dekat." ucapnya lirih, sebelum melangkah menuruni anak tangga.

Hai teman-teman, selamat membaca karya aku ya, semoga kalian suka dan enjoy, jangan lupa like kalau kalian suka sama cerita nya, share juga ke teman-teman kalian yang suka membaca novel, dan nantikan setiap bab yang bakal terus update,

salam hangat author,

Untuk lebih lanjut lagi, kalian bisa ke Ig viola.13.22.26

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!