Kelly tak pernah menyangka pertemuannya dengan pria asing bernama Maarten akan membuka kembali hatinya yang lama tertutup. Dari tawa kecil di stasiun hingga percakapan hangat di pagi kota Jakarta, mereka saling menemukan kenyamanan yang tulus.
Namun ketika semuanya mulai terasa benar, Maarten harus kembali ke Belgia untuk pekerjaannya. Tak ada janji, hanya jarak dan kenangan.
Apakah cinta mereka cukup kuat untuk melawan waktu dan jarak?
Atau pertemuan itu hanya ditakdirkan sebagai pelajaran tentang melepaskan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kelly Astriky, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps. 3 Maarten
Malam itu, Jakarta terasa lebih pelan dari biasanya.
Semilir angin menyelinap lewat celah jendela, membawa aroma lembab yang baru saja tersentuh gerimis.
Kota ini tak pernah benar-benar tidur, tapi malam itu, entah mengapa aku merasa menjadi satu-satunya yang terjaga.
Aku duduk di balkon kecil rumah nenekku.
Menggenggam secangkir teh hangat yang mulai kehilangan uapnya.
Lampu jalan berkedip-kedip, dan suara motor sesekali memecah keheningan.
Tapi di dalam dadaku, sunyi lebih keras dari apapun.
Aku menatap langit. Bintang di Jakarta tak sejelas di desa. Tapi aku tetap mencarinya.
Karena langit yang sama, mungkin sedang menaungi seseorang yang juga sedang bertanya-tanya tentang hidupnya.
Seperti aku.....
Ada luka yang belum sembuh, tapi malam membuatnya terasa sepi, bukan menyakitkan.
Malam membuat segalanya terasa seperti kenangan, bukan ancaman.
Dan mungkin itu yang membuatku mulai berani membuka sedikit ruang.
Ruang untuk menerima, dan ruang untuk menata ulang serpihan yang pernah hancur.
Aku tidak ingin terburu-buru bahagia.
Tapi aku juga tidak mau selamanya tinggal dalam duka.
Malam itu aku berjanji. Bukan kepada siapa-siapa, tapi pada diriku sendiri, bahwa aku akan berjalan perlahan.
Meski pelan, asal tetap maju. Seperti kura kura...
Dan aku merasa, untuk pertama kalinya, luka ini tidak ingin disembunyikan lagi.
Ia ingin dipeluk, dan dipahami. Karena dari luka itu, aku sedang belajar tumbuh.
Sinar bulan dikota Jakarta menembus tirai kamar nenekku.
Hangat, tapi tak sepenuhnya menenangkan.
Di antara keheningan malam dan suara radio dapur yang memutar lagu lawas.
Aku kembali menatap ponselku.
Bukan untuk menghubungi masa lalu.
Tapi untuk mencari tahu, apakah semesta masih menyisakan sesuatu untukku?
Aku membuka sebuah aplikasi kencan itu lagi.
Bukan karena aku percaya penuh, tapi, aku ingin mengenal dunia dari sisi lain.
Sisi di mana aku bukan gadis yang patah,
melainkan gadis yang sedang belajar berdiri kembali.
Terselip rasa malu saat melihat foto-foto asing terpampang. Beberapa dengan bio yang terdengar manis, beberapa yang terasa hanya basa-basi.
Aku hampir saja menutup aplikasi itu,
hingga sebuah nama muncul.
MAARTEN!
Aku tidak tahu kenapa, namanya terasa berbeda.
Dan saat pesannya masuk, ada kehangatan yang tidak bisa kupahami, namun bisa aku rasakan.
“Hey… Aku lihat foto kucingmu terlihat manis. Siapa namanya?"
Aku memasang foto kucing gembul di slide ke 4 setelah fotoku. Ini pertama kalinya ada seseorang yang menyapaku dan bertanya soal kucing.
Kalimat yang sederhana. Tapi bukan sekadar sapaan.
Itu adalah perhatian yang tidak menggampangkan.
Aku terdiam sejenak. Jantungku berdetak lebih cepat.
Bukan karena cinta pada pandangan pertama, tidak sesederhana itu.
Tapi lebih karena, aku merasa dilihat!
"Haha, ini hanya gambar kucing biasa. Dan sepertinya ini bukan kucing asli deh, soalnya kucing ini sedang duduk diatas salju"
"Tapi gambar kucing itu sangat lucu. Terlihat cantik dan lembut mungkin, saat aku menyentuhnya."
Kami berbicara bahasa inggris selama percakapan. Karena Maarten bukan berasal dari indonesia. Kemungkinan dia berasal dari eropa. Terlihat dari warna kulitnya. Dan yah kami masih berbincang kecil masalah kucing.
"Wow, ternyata kamu punya kucing juga ya, pasti kucingnya lebih imut darimu hahaha! Maaf aku hanya bercanda. Namaku maarten. Senang bisa bertemu denganmu kelly"
Aku membalas dengan hati-hati.
Dan Martin membalas dengan lembut yang dicampur dengan sedikit candaannya yang ringan.
Bicaranya hangat, tidak tergesa, dan terasa tulus.
Kami tidak membahas hal-hal besar.
Kami hanya bertukar cerita kecil.
"Kelly dan kimmy. Ah perpaduan nama yang sangat bagus. Mungkin bisa diselipkan namaku ditengahnya. Hahaha"
"Tentu bisa, Kelly maarten kimmy? ah agak aneh. Tapi boleh juga"
Dan kamipun tertawa ringan.
"Apa kucingmu suka susu?"
"Ya tentu saja"
"Apa dia suka coklat juga?"
"Haha tidak! Aku tidak memberikan cokelat untuk kucingku"
"Baiklah! Ohya, aku baru saja 2 hari berada diindonesia, aku tidak mempunyai teman disini. Aku melihat jarak kita sangat dekat. Hanya 32km"
DAMN! Aku sampai lupa. Saking tertariknya aku berbicara dengan maarten, aku tidak melihat profil bionya sama sekali. Lalu aku melihat semua profil tentangnya. Di bionya tertulis, dia adalah seorang pria yang suka berpetualang. Sangat menyukai alam dan juga binatang. Usianya 32 tahun. Dan memang benar saja. Jarak kami hanya 32km.
"Oh ya benar maarten! Jarak kita lumayan dekat. Hanya 32km"
"Jika kamu mau, kita bisa bertemu malam ini"
Tawaran maarten merupakan ide bagus menurutku! Karena selama aku dirumah nenekku, aku merasa bosan juga. Aku tidak pernah keluar rumah. Dan kebetulan juga maarten sedang membutuhkan teman.
"Baiklah. Jika kamu mau, kita bisa bertemu di stasiun yang dekat dengan hotelmu. Aku akan pergi kesana. Dan mungkin aku tiba disana sekitar jam 8 malam"
"Ahh itu ide yang sangat bagus! Stasiun yang dekat dengan hotelku adalah stasiun sawah besar. Mungkin aku bisa menunggumu disana."
"Baiklah, tunggu aku disana. Dan aku akan segera siap siap dan berangkat menuju stasiun"
Terlihat, ada rasa semangat dalam diri kami dipertemuan pertama. Kami berdua merasa nyaman berbicara satu sama lain. Dan setelah 30 menit, akupun berangkat menuju stasiun. Jujur saja ini pertama kalinya lagi aku menggunakan kereta jakarta setelah 3 tahun lalu. Jadi aku belum hapal setiap rute. Dan untungnya aku selalu bertanya ke security kereta.
"Maarten. Aku sudah di stasiun sekarang. Tunggu aku distasiun sawah besar oke"
"Kamu sudah di stasiun? haha cepat sekali. Aku masih dihotel"
"Gapapa. Lagian masih jauh untuk tiba distasiun sawah besar"
"Tapi baiklah! Aku akan berangkat sekarang"
Aku sudah berada di dalam kereta. Sesekali aku melihat rute yang terpampang diatas pintu kereta. Hufft, ternyata masih lumayan jauh. 12 stasiun lagi.
Aku duduk dan menikmati setiap pemandangan dibalik kaca kereta, walaupun aku tau pemandangannya tidak cukup indah karena gelap. Tapi sesekali aku bisa melihat lampu dan gedung gedung besar yang sangat memanjakan mata. Lampu Monas terlihat dari kejauhan.
Lalu maarten mengirim pesan kepadaku lagi.
"Aku sedang berjalan kaki menuju stasiun sekarang. Ohya, aku memakai topi hitam, kaos cokelat dan celana pendek. Jika kamu melihatnya, berarti itu aku"
Dengan nada bicaranya yang terdengar lucu.
Kami terhanyut dalam percakan ringan di sebuah pesan. Kami tertawa saat dia bilang menemukan kucing jalanan yang sangat cantik. Sampai aku tak mendengar pengumuman kalau keretanya sudah tiba disawah besar. Dan ya, sial banget. Stasiun sawah besar sudah terlewat.
"Maarten sorry, aku kelebihan 1 statiun. Dan sawah besar terlewat"
"Hahaha, kenapa bisa? Baiklah apa aku harus menemuimu disana?"
"Tidak perlu. Aku akan turun di statiun berikutnya, lalu aku akan kembali lagi ke stasiun sawah besar. Tunggu saja, hanya satu stasiun"
"Ini sangat lucu, maafkan aku. Mungkin karena kita sibuk ngebahas kucing"
"Haha mungkin. Dan sekarang aku akan kembali ke sawah besar"
Kereta tujuan jakarta-bogor tidak memakan waktu lama untuk menunggu. Mungkin hanya menunggu sekitar 5 menit. Dan setelah itu aku sudah berada di kereta lagi dan turun di stasiun sawah besar. Aku keluar dari stasiun itu, dan yah memang benar saja! Aku melihat seorang pria sedang berdiri dengan memakai topi hitam, kaos coklat dan celana pendek. Aku tak segan menyapanya.
"Maarten?"
"Hay kelly! Yah aku maarten!"
Kami seperti 2 orang yang sudah lama saling mengenal. Kami terasa sangat akrab.
"Apa kabar?" Dia bertanya dengan nada yang sangat hangat
"Aku baik. Dan kamu?"
"Sangat luar biasa malam ini. Kemana kita akan pergi?"
"Aku tidak tau kemana kita akan pergi. Tapi mungkin berjalan kaki menikmati sudut jakarta juga cukup menyenangkan" kataku. Dan diapun menyetujuinya dengan penuh antusias.
Hari itu, aku tidak merasa sendiri lagi.
Aku tidak tahu akan ke mana arah perkenalan ini.
Tapi untuk pertama kalinya setelah sekian lama,
aku merasa senyumku bukan lagi topeng.
Dan luka di hatiku mulai bernapas pelan-pelan.