Kehidupan sempurna. Paras cantik, harta melimpah, suami yang berkuasa. Nayla merasa hidupnya begitu sempurna, sampai ketika Stefan suaminya membawa seorang gadis muda pulang ke rumahnya. Kecewa dan merasa terkhianati membuat Nayla memutuskan untuk menuntut cerai suaminya ...
Dan di saat terpuruknya, ia menerima lagi pinangan dari seorang pria muda bernama Hayden yang menjanjikan kebahagiaan baru padanya ...
Apa yang akan terjadi selanjutnya? Mari bersama-sama simak ceritanya ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nikma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tak Tahu Malu
"Tunggu!" Teriak Roselyn.
Nayla menghentikan langkahnya. Ia tak habis pikir dengan wanita itu, seberapa beraninya dia menghentikan langkahnya. Apakah wanita itu memang tak punya malu?! Keberadaannya di taman kediaman utama saja sudah aneh. Padahal, dia ditempatkan di paviliun barat yang juga memiliki tamannya sendiri.
Roselyn begitu bersih keras mendekati Nayla dengan kursi rodanya. Kedua pelayan di sampingnya sudah berusaha menghentikannya namun, hal itu sama sekali tak berhasil.
"Jangan nona!" Seru salah satu pelayan itu. Namun, seakan tuli, Roselyn tetap terus mendekati Nayla.
"Halo kakak. Namaku Roselyn. Senang akhirnya bisa bertemu dengan kakak." Katanya dengan senyum ceria seakan perkataannya tak ada yang salah.
Nayla berbalik dan menatapnya dengan bingung. 'kakak'? Bagaimana bisa wanita itu memanggilnya kakak?! Memang apa hubungan mereka sampai dia berhak memanggilnya seperti itu?!
Nayla yang memang sudah merasa lelah dengan segala pekerjaannya hari itu, tak mau lagi berdebat panjang lebar. Ia memilih berbalik dan hendak melangkah pergi. Namun, Roselyn menahan tangannya.
"Anda sangat tidak sopan nona! Apa anda tau, dengan siapa anda sedang berbicara?!" Seru Lisa yang tak tahan lagi melihat ketidak sopanan Roselyn.
"Ma-maafkan aku ... Aku hanya ingin menyapa kakak saja ..." Ucap Roselyn ketakutan dan seakan bersedih. Dengan keadaan itu Nayla seakan terlihat seperti menindasnya. Padahal, dia tak melakukan apapun.
"Apa kita begitu akrab sampai, kamu bisa memanggilku 'kakak'?" Tanya Nayla akhirnya.
"I-iya. Aku menganal kakak. Walaupun, kita memang baru bertemu kok. Tuan Stefan pernah menceritakan kakak pada saya." Jawab Roselyn masih dengan tak tahu malunya.
"Oh, jadi begitu. Dia menceritakanku pada 'pelac*rnya' dan membiarkan dia memanggilku 'kakak' begitu?" Tanya Nayla dengan nada dingin.
Nayla juga mengamati penampilan wanita di depannya itu dari dekat. Ia memang terlihat masih muda, mungkin baru memasuki usia awal 20 tahunan. Wanita itu memang terlihat cantik seperti yang dikatakan pelayan kemarin. Kesan lemah lembut dan polos, merupakan daya tariknya seakan bisa mengundang siapapun untuk melindungi dan berpihak padanya.
"A-aku bukan pelac*r! Tuan Stefan membawaku kesini karena kasihan dan merasa bertanggung jawab padaku." Seru Roselyn yang terlihat kesal dan tak suka dengan panggilan yang dilontarkan Nayla.
"Aku tak peduli apa hubunganmu dengan Stefan. Cukup berhenti memanggilku kakak. Dan panggil aku 'nyonya' seperti yang lainnya memanggilku." Seru Nayla memberi perintah.
Roselyn membulatkan matanya seakan tak menyukai perintah Nayla itu. Ia pun mendengus dan dengan segera memutar kursi rodanya berbalik arah untuk kembali ke paviliun barat, tanpa berpamitan pada Nayla.
"Dasar pelac*r tak tahu malu!" Umpat Lisa yang begitu geram menyaksikan ketidak sopanan Roselyn sebelumnya.
"Siapa yang kau panggil pelac*r?!" Tanya Stefan yang tiba-tiba saja sudah muncul di belakang Nayla. Lisa segera membungkuk memberi salam. Ia cukup terkejut dan takut mendengar nada dingin dan mencekam dari tuannya itu.
"Roselyn, kenapa kamu di sini?" Tanya Stefan yang langsung berjalan ke arah Roselyn dengan khawatir dan melewati Nayla begitu saja.
"Tuan ..." Ucapnya dengan mata berkaca-kaca.
"Ada apa? Jangan menangis." Ucap Stefan lembut. Namun, tetap saja air mata tetap menetes membasahi wajahnya.
"Ku bilang jangan menangis, Rose ..." Bujuk Stefan seperti tak tega melihat wanita itu menangis. Namun, air mata tak kunjung berhenti dari matanya.
Nayla hanya diam di tempatnya dan menyaksikan drama di depannya itu. Ia akhirnya melihat dengan mata kepalanya sendiri betapa suaminya sangat memperhatikan wanita itu. Bahkan, ia dengan berani mengusap air mata wanita lain di depannya saat ini.
Nayla tak tahan lagi harus menyaksikan drama yang memuakkan itu. Ia pun memutuskan untuk berbalik pergi dari taman dan meninggalkan dua orang itu.
"Tunggu!" Seru Stefan menghentikan langkah Nayla.
Nayla hanya bisa menarik nafas panjang dengan kasar sebelum menoleh menatap Stefan di sana. Betapa kompak keduanya, pikir Nayla. Sebelumnya wanita itu juga menghentikannya dengan cara yang sama. Sekarang Stefan juga.
"Kamu boleh pergi, tapi tinggalkan pelayan itu." Perintah Stefan dengan tegas.
"Apa maksudmu? Dia pelayanku, kamu tak punya hak melakukan apapun padanya." Jawab Nayla dengan berani.
"Walaupun dia pelayanmu. Dia adalah pekerja yang berada di rumahku. Aku juga punya hak Nayla." Seru Stefan tak mau kalah.
"Memang alasan apa yang membuatmu ingin menahan pelayanku di sini?" Tanya Nayla yang tetap berusaha melindungi Lisa. Sedangkan Lisa sedari tadi sudah gemetar ketakutan.
"Kamu masih bertanya? Jelas-jelas dia sudah tak sopan dan memanggil tamuku dengan sebutan pelac*r. Jadi, dia harus dihukum." Kata Stefan penuh penekanan. Dan di sana Nayla bisa melihat mata Roselyn terbuka lebar seakan kagum dengan Stefan yang membelanya. Nayla hanya bisa tertawa mencibir melihatnya.
"Kalau begitu aku juga bisa melakukan hal yang sama pada wanita itu bukan?! Dia juga sudah bersikap tak sopan padaku. Beraninya tadi dia memanggilku nyonya rumah ini dengan sebutan 'kakak', padahal aku tak pernah mengizinkannya memanggilku begitu. Atau kamu yang menyuruhnya, Stef? ... Jangan menganggap kalau aku tak tahu apapun. Jangan mengusikku saat aku masih diam saja. Aku diam bukan berarti aku tak tahu, Stefan." Ucap Nayla dengan sorot mata yang tajam dan penuh penekanan.
Mendengar perkataan Nayla itu, Stefan tak lagi bisa membalasnya. Dan saat itulah, Nayla baru benar-benar bisa pergi dari tempat itu. Stefan menatap kepergian Nayla sambil menggertakkan giginya menahan amarah. Dia juga segera mendorong kursi roda Roselyn dan membawanya pergi juga dari sana.
Seketika rumor kembali menyebar dengan cepat setelah perang dingin di taman sore itu. Semua pelayan semakin yakin, wanita yang dibawa tuan mereka memang benar seorang pelac*r. Dan betapa tuan mereka sangat peduli pada wanita itu.
Banyak pelayan yang mengecam perbuatan Stefan. Sebagian dari mereka yang sebelumnya menaruh rasa hormat pada Stefan kini sepenuhnya mendukung Nayla. Mereka juga khawatir, akan apa yang terjadi di masa depan nanti. Baru seminggu wanita itu ada di sana saja, suasana di rumah sudah terasa mencekam.
Dan semenjak hari itu, Stefan memutuskan untuk pisah kamar dari Nayla. Walaupun ia tak ke paviliun barat, ia juga tak mengunjungi kamar Nayla.
Pernah sekali, ia berbicara dengan Stefan saat mereka makan tepat sehari setelah kejadian di taman sore itu. Namun, perkataan suaminya itu justru semakin menyayat hatinya.
"Tolong bersikaplah baik pada Roselyn, sayang. Dia hanya wanita malang yang sebatang kara. Aku rasa kalian bisa dekat." Ucap Stefan yang langsung membuat Nayla menghentikan aktivitas makannya.
"Apa maksudmu Stef? Kamu menyuruhku akrab dengan wanita simpananmu? Apa kamu sudah gila?!" Seru Nayla yang tak habis pikir dengan permintaan suaminya itu.
"Sudahku katakan berulang kali. Dia bukan pelac*r atau wanita simpananku. Aku hanya bertanggung jawab padanya ... Ku mohon, sekali ini saja patuhi permintaanku, sayang ..."
"Aku tak punya kewajiban untuk patuh pada perintah tak masuk akal seperti itu, Stefan!" Ujar Nayla penuh penekanan.
"Haahh ... Kamu memang sangat keras kepala, tak sepertinya." Gumam Stefan yang langsung membuat Nayla terdiam.
Bisa-bisanya suaminya itu membandingkan dirinya dengan pelac*r itu?! Bahkan setelah dia meminta permintaan yang tak masuk akal padanya.
Nayla sudah tak lagi selera makan dan langsung pergi meninggalkan meja makan dan Stefan sendirian. Dan semenjak saat itulah, tak pernah lagi ada percakapan di meja makan. Bahkan, seringkali Nayla lebih memilih makan di kamar karena tak mau melihat wajah suaminya sedikitpun.
Betapa pun kuat dan hebatnya Nayla yang terus menjaga ketenangannya di depan Stefan dan juga semua orang. Nayla juga wanita normal pada umumnya yang bisa merasa sakit. Ia pun tak bisa menahan air matanya ketika sedang sendirian seperti itu.
Setiap malam, saat ia sudah seorang diri di kamar, ia akan teringat dengan tatapan dingin Stefan padanya. Padahal dulu, Stefan selalu menatapnya dengan kagum dan penuh kehangatan. Terlebih saat ia mengingat juga sikap lembut suaminya pada wanita pelac*r itu.
Nayla sadar pernikahannya sudah hancur. Hanya saja, ia masih belum tau keputusan terbaik yang harus ia ambil. Pernikahannya bukan hanya tentang dirinya dan Stefan, melainkan kerja sama antara dua keluaga besar.
Nayla, hanya bisa meringkuk di atas ranjang sambil memeluk tubuhnya sendiri. Ia meyakinkan dirinya sendiri untuk terus kuat dan bertahan. Lagipula, saat pagi tiba ia akan kembali disibukkan dengan pekerjaan yang akan membuatnya lupa dengan permasalahan rumah tangganya.
"Apa yang harus aku lakukan?" Bisik Nayla di keheningan malam.
.
.
.
Bersambung ...