Kembar, Cinta Dan Pilihan

"Malam, kan? Terus ngapain kamu masih di sini?" Anna menatap kesal laki-laki yang terus saja berdiri tanpa suara di samping ranjang tempat dirinya berbaring. "Pergi sana. Bikin bad mood aja." Anna membalik tubuhnya, berbaring membelakangi laki-laki yang terus saja berdiri membisu di samping ranjang.

"Kamu sudah punya pacar?" Tanya Rendra.

Mendengar pertanyaan Rendra, membuat bibir Anna terangkat. Gadis itu tersenyum licik dan tertawa di dalam hati. Sepertinya sikapnya pagi ini mampu membuat suami dari wanita bodoh yang ia ganti perannya ini, mulai merasa ada sesuatu yang hilang.

"Kenapa? Apa urusannya sama kamu?" Anna beranjak lalu duduk tepat di hadapan Rendra. Laki-laki yang biasanya menatap dingin, terlihat jelas sedang salah tingkah. "Apa aku enggak boleh punya kekasih seperti yang kamu lakukan selama pernikahan kita?" Gadis itu menelusuri tangan suaminya dengan jemari, membuat laki-laki yang biasanya selalu menatap jengah, terlihat bersemu.

"Jangan pacaran selama pernikahan. Kamu enggak pandai berbohong di depan Mami." Rendra berbalik, meninggalkan Anna yang langsung tertawa. Gadis cantik itu tidak lagi bisa menahan tawa puas saat melihat laki-laki yang kata Ananta selalu bersikap dingin bagaikan kutub utara, berhasil ia buat salah tingkah.

Masih belum puas mengerjai Rendra, Anna berlari menuju balkon kamar. Gadis itu masih ingin membuat laki-laki yang baru saja meninggalkan kamar tidurnya, semakin gugup dengan tingkah-nya.

“Suami, jangan lupa makan siang yaa.. Sampai jumpa nanti malam.” Teriak Anna saat melihat Rendra sudah melangkah menuju mobil yang sedang terparkir di pekarangan rumah. “Love you. Hati-hati sayang..” Ucapnya lagi sambil melambaikan tangannya.

Sebelum kembali masuk ke dalam kamar, Anna masih tersenyum manis ke arah laki-laki yang terlihat cukup terkejut dengan sikap nya pagi ini.

‘Ayo kita lihat, bagaimana hidupmu berjalan mulai sekarang.’ Gumam Anna. Entah mengapa, ia begitu tak terima atas perlakuan tak adil yang Ananta dapat dari laki-laki itu. Dan keinginannya untuk membalas dendam, begitu menggebu.

Anna melangkah menuju ruang ganti yang ada di dalam kamar utama itu. Ia mengamati ruangan yang banyak wanita impikan dalam hidup. Berbagai macam model dress dari merk ternama, menggantung indah di dalam lemari kaca. Heels dan sepatu tak terhitung lagi berapa jumlahnya tersusun rapi di lemari kaca yang ada di dalam ruangan itu.

Setelah berdiri cukup lama di sana, Anna akhirnya memberanikan diri menghubungi nomor ponselnya dulu yang saat ini sudah berpindah tangan.

“Aku mau minta pendapat mu. Malam nanti, aku mau jemput Mami mertua kamu di Bandara. Menurutmu, pakaian mana yang paling cocok buat aku pakai?” Tanya Anna. Jujur saja, karena begitu banyak pakaian yang tergantung, membuatnya bingung harus mengenakan pakaian yang mana.

Dari sebrang, seseorang tertawa renyah. “Mami sangat menyukai ku. Pakailah pakaian yang menurutmu nyaman, beliau tidak akan mempermasalahkan nya. Percaya padaku. Oh iya, kamu akan terlihat sangat cantik jika mengenakan pakaian yang seperti biasa kamu pakai.”

Setelah kalimat penuh keyakinan dari ujung ponsel Anna, panggilan pun berakhir. Anna menarik nafas dalam. Ia yakin, gadis yang dulunya bak putri di negeri dongeng itu, kini tengah bekerja keras bahkan untuk menerima panggilan pun, kelihatan begitu terburu-buru.

Tak ingi berlama-lama di sana, Anna kembali melangkah keluar dari dalam ruang ganti. Ia memutuskan untuk tidak mengenakan pakaian Ananta. Terlalu banyak gaun indah di sana, membuatnya bingung harus memilih yang mana. Dengan malas ia kembali berbaring di ranjang mewah. Ternyata menjadi gadis kaya sungguh sangat membosankan. Ah, hitung-hitung ia beristirahat dari kehidupannya yang setiap hari terus dihiasi dengan pekerjaan.

**

Di tempat lain, Rendra terlihat tidak fokus dengan pekerjaannya. Beberapa kali, asisten pribadinya mengingatkan tentang laporan yang sudah menumpuk di atas meja, menunggu untuk ditandatangani olehnya. Karena sejak tadi, atasannya itu hanya terus melihat ponsel.

“’Sial, harusnya tadi aku meminta nya untuk membatalkan blokir nomor ponsel ku,” Laki-laki yang kini berdiri di depan jendela kaca besar di dalam ruang kerjanya, terus mengetuk-ngetuk ponselnya. Karena beberapa pesan yang ia kirimkan ke ponsel istrinya, tidak terkirim.

“Pinjam ponsel mu. Aku mau menghubungi Anna.” Rendra mengulurkan tangannya ke arah Arhan, asisten nya.

Arhan mengangkat alisnya heran.

“Annanta memblokir nomor ponselku. Entah apa yang terjadi dengan gadis gila itu.” Jelas Rendra, padahal asisten sekaligus sahabatnya itu sama sekali tidak bertanya.

“Lah, harusnya kamu senang Anna melakukan itu. Bukannya itu yang kamu mau selama ini?” Tanya Arhan heran.

“Han, gadis gila itu tidak hanya memblokir nomor ponsel ku, dia bahkan tidak lagi menangis saat aku membawa Melisa sarapan di rumah utama pagi ini.” Ujar Rendra.

Arhan menghembuskan nafas kesal. Entah apa kurangnya seorang Anna. Gadis itu tidak hanya terkenal dengan pribadi yang baik, tapi juga ter-lahir dari keluarga yang kaya raya. Entah berapa banyak putra dari pengusaha kaya yang bersedia memperistri seorang Anna, tapi bos sekaligus sahabatnya ini malah menyia-nyiakan kesempatan itu.

“baguslah, sepertinya Nona Anna mulai sadar kalau kamu bukanlah satu-satunya orang berduit di negeri ini.” Jawab Arhan acuh. “Sepertinya kamu harus mulai menyelidiki setiap gerak-geriknya sebelum terlambat.” Sambungnya lagi. Laki-laki yang tidak kalah tampan dari bos nya itu, segera bersiap meninggalkan ruangan sebelum tumpukan dokumen yang ada di atas meja melayang ke arahnya.

“Gajimu bulan ini, aku potong!” Kesal Rendra.

Arhan masih sempat mendengar ancaman menakutkan dari atasannya itu, tapi ia memilih untuk tetap meninggalkan ruangan. “Laki-laki labil.” Gumamnya.