NovelToon NovelToon
Bound By Capital Chains

Bound By Capital Chains

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Obsesi / Percintaan Konglomerat
Popularitas:892
Nilai: 5
Nama Author: hellosi

Ketika takdir bisnis mengikat mereka dalam sebuah pertunangan, keduanya melihatnya sebagai transaksi sempurna, saling memanfaatkan, tanpa melibatkan hati.

Ini adalah fakta bisnis, bukan janji cinta.

​Tapi ikatan strategis itu perlahan berubah menjadi personal. Menciptakan garis tipis antara manipulasi dan ketertarikan yang tak terbantahkan.

***

​"Seharusnya kau tidak kembali," desis Aiden, suaranya lebih berbahaya daripada teriakan.

"Kau datang ke wilayah perang yang aktif. Mengapa?"

​"Aku datang untukmu, Kak."

"Aku tidak bisa membiarkan tunanganku berada dalam kekacauan emosional atau fisik sendirian." Jawab Helena, menatap langsung ke matanya.

​Tiba-tiba, Aiden menarik Helena erat ke tubuhnya.

​"Bodoh," bisik Aiden ke rambutnya, napasnya panas.

"Bodoh, keras kepala, dan bodoh."

​"Ya," bisik Helena, membiarkan dirinya ditahan.

"Aku aset yang tidak patuh."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hellosi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20

Aiden Aliston duduk di meja kerjanya. Hari sudah larut, dan hanya lampu meja minimalis yang menerangi ruangan.

​Di monitor besar di hadapannya, Helena muncul. Gadis itu berada di salah satu sudut sunyi perpustakaan vintage London Business School (LBS).

Di belakang Helena terdapat rak-rak kayu gelap berisi buku-buku kuno dan cahaya lampu baca yang kekuningan dan hangat memancar dari kap lampu tembaga.

​Helena mengenakan kacamata baca berbingkai tipis, yang menambah kesan fokus.

Di samping laptopnya, buku catatan kulit bersampul keras terbuka.

"Aku baru saja selesai menganalisis studi kasus lama tentang keruntuhan sebuah konglomerat di tahun 80-an. Mereka menguasai pasar, tapi mereka gagal di satu aspek mendasar,"

"Kepercayaan (Trust)." ujar Helena, matanya tidak lepas dari catatannya.

"Jelaskan, Helena. Bagaimana kita memastikan kita tidak mengulang kesalahan fatal mereka?." Ucap Aiden menguji pemahaman gadis itu.

Helena menutup bukunya dengan gerakan pelan, suara 'klik' dari sampul kulitnya terdengar jelas melalui microphone.

Dia melepas kacamata bacanya dan meletakkannya di samping laptop, kini fokusnya 100% pada Aiden.

"Saat krisis likuiditas global datang, mereka menggunakan kontrol pasar mereka untuk menekan mitra kecil, pemasok, dan bahkan distributor mereka," jelas Helena.

"Mereka memaksa penundaan pembayaran, membatalkan pesanan tanpa kompensasi, semuanya untuk menyelamatkan diri sendiri."

​"Secara kalkulasi keuangan jangka pendek, tindakan itu efisien," lanjutnya, menekankan kata 'efisien' dengan nada sinis.

"Tapi itu merusak jaringan mereka. Ketika mereka benar-benar membutuhkan dukungan untuk restrukturisasi, tidak ada yang membantu."

"Mitra-mitra kecil itu yang sebelumnya mereka peras, memilih untuk beralih ke pesaing, menahan informasi penting, dan secara kolektif menolak bekerjasama."

"Kepercayaan pada brand mereka, baik di mata publik maupun stakeholder internal, sudah terkikis habis. Runtuhnya bukan karena hutang. Runtuhnya karena isolasi total."

​Aiden menyunggingkan senyum tipis, sebuah ekspresi puas yang jarang dia tunjukkan.

Dia mengangguk, bukan sebagai persetujuan, melainkan sebagai konfirmasi bahwa Helena telah melihat inti masalahnya.

​"Analisis yang tajam, Helena. Kau tidak hanya membaca angka, kau membaca manusia di baliknya. Itu yang terpenting," puji Aiden.

"Mereka melihat Kepercayaan sebagai produk sampingan dari dominasi pasar. Mereka salah. Di dunia kita, kepercayaan adalah mata uang yang jauh lebih berharga daripada Dolar."

​Aiden menggeser mouse di mejanya, memunculkan grafik visual kompleks dari arsitektur Istana Jaringan.

​"Istana Jaringan yang kita bangun bukanlah struktur fisik, tetapi sebuah ekosistem. Pondasinya bukan beton, melainkan koneksi yang autentik."

"Mereka memiliki Network (Jaringan) yang besar, tapi mereka tidak memiliki Community (Komunitas) yang suportif. Di situlah kita harus berbeda," jelas Aiden, tatapannya kini memancarkan intensitas seorang arsitek visioner.

​"Kita bisa menguasai data, mengunci teknologi, dan mengalirkan likuiditas. Tapi jika saat krisis datang, komunitas kita tidak membela kita, maka seluruh jaringan itu akan roboh."

"Kepercayaan memastikan bahwa para user dan mitra kita melihat Istana Jaringan bukan sekedar platform, melainkan rumah mereka."

Tepat pada saat itu, sesosok bayangan pekat dan menjulang menghalangi cahaya spotlight tepat di meja Helena.

Tiba-tiba, sebuah tangan yang terasa hangat, besar, dan sangat berani menyentuh pundak Helena, sebuah sentuhan yang tidak asing, dan menunjukkan otoritas yang sangat percaya diri.

Itu adalah Xavier Eoscar.

Xavier sama sekali tidak menghiraukan tatapan dingin dan tajam dari layar laptop Helena, sebuah portal yang menghubungkannya langsung dengan Aiden.

Gerakan mantap, dia meletakkan cangkir kertas bermerek mahal berisi cokelat panas yang mengepul di samping tumpukan buku Helena, aroma dark chocolate yang kaya langsung menyeruak.

Pada saat yang sama, dia menyambar gelas iced coffee Helena yang hampir habis.

"Kopi tidak baik untuk perutmu, Helena. Terutama saat kau sedang lelah dan bekerja keras," ucap Xavier.

Suaranya halus, tenang, dan terlalu akrab, seolah mereka sedang berbagi rahasia, bukan duduk di perpustakaan umum.

"Cokelat hangat lebih baik. Energi instan."

Di layar laptop Aiden, wajah Xavier hanya terlihat sekilas, siluet elegan dengan rambut hitam yang tersisir rapi, tetapi tindakannya sangat jelas.

Aiden melihat gelas kopi Helena ditarik, diganti dengan minuman yang terasa seperti pernyataan kepemilikan dan kenyamanan pribadi.

Helena mendongak ke arah Xavier, rasa jengkel, nyaris frustrasi, terlihat jelas di matanya yang indah.

"Xavier, aku sedang belajar," desis Helena, suaranya nyaris tak terdengar, berusaha mempertahankan profesionalisme.

"Aku tahu. Dan aku mengganggumu," balas Xavier santai, tatapannya berhenti sesaat pada kamera laptop Helena, sebuah pengakuan sinis.

Dia tersenyum tipis, senyum pemenang sebelum akhirnya pergi, membawa gelas kopi itu bersamanya.

"Jangan lupa makan malam. Pukul tujuh. Kita punya janji dengan Profesor James untuk membahas case study kita di The Capital Grill."

Helena segera beralih kembali ke laptopnya, mencoba memulihkan fokus yang hancur, jari-jarinya mengetik dengan sedikit lebih keras.

"Maafkan itu, Kak. Dia agak... eksentrik," kata Helena, raut wajahnya kembali fokus.

Aiden hanya terdiam selama beberapa detik. Keheningan Aiden selalu lebih berat daripada amarahnya.

Tatapannya di layar kini berubah menjadi sebilah pisau baja dingin. Dia merasakan ketidaknyamanan yang menusuk.

Aiden yakin dia tidak cemburu secara emosional, melainkan cemburu secara teritorial.

Xavier Eoscar baru saja mengklaim wilayahnya dengan keberanian yang kurang ajar di depan matanya.

"Siapa itu?" tanya Aiden, suaranya datar, tanpa emosi, tetapi mengandung lapisan ancaman yang terselubung.

"Hanya teman sekelas, Kak. Xavier Eoscar. Dia sedikit mengganggu," jawab Helena, mencoba meremehkan insiden tersebut.

"Pewaris Eoscar Corporation. Kelompok Naga di sektor energi. Jaringan pipa gas di seluruh Eropa Timur dan investasi di London," potong Aiden, menunjukkan bahwa dia tidak hanya tahu siapa Xavier, tetapi juga kedalaman kekuasaannya.

"Dia tidak 'sedikit mengganggu', Helena. Dia sedang menguji batas pertunangan kita."

Aiden mengambil pena perak tebal dan mengetuk-ngetuk keras pada laporan di mejanya. Nada suaranya turun satu oktaf, menjadi perintah yang tidak bisa dinegosiasikan.

"Jauhi dia, Helena. Nelson tidak bersekutu dengan Eoscar. Nelson adalah perisai utama Aliston. Kau tahu apa artinya itu. Jangan biarkan Naga lain mencoba masuk melalui celah yang kau ciptakan."

"Aku tahu aturannya, Kak," balas Helena, kini nada suaranya sedikit defensif.

"Aku tahu apa yang aku pertaruhkan. Aku tidak naif."

Aiden menghela napas, suaranya melembut sedikit, cukup untuk menariknya kembali tanpa melepaskan cengkeraman kekuasaan.

"Aku akan segera bertemu denganmu di Eropa. Ada beberapa kerja sama penting minggu depan di London."

Aiden melihat ke arah cangkir cokelat panas di sisi Helena, sebuah simbol intervensi Xavier yang harus dimusnahkan.

"Sebaiknya kau tidak minum cokelat itu, Helena. Air putih atau teh herbal lebih baik untuk tubuhmu. Benda itu hanyalah distraksi manis."

Mata Helena menyipit karena bingung cokelat panas tidak berbahaya tetapi dia mengangguk menyetujui, senyumnya kembali terkembang, mematuhi perintah itu tanpa debat.

"Aku akan memberikannya pada penjaga perpustakaan, Kak. Aku akan lanjut belajar."

Aiden mengangguk tenang, rahangnya sedikit mengeras.

"Bagus. Sampai jumpa di London."

Panggilan berakhir. Aiden menyandarkan dirinya ke kursi kulitnya, mendengarkan keheningan kantornya.

Dia tidak hanya harus menghadapi ancaman internal dari Alaric, tetapi kini dia memiliki Naga baru dari London yang terang-terangan melanggar batasnya, secara pribadi.

Xavier Eoscar telah berhasil menyatakan perang teritorial di tengah-tengah percakapan.

Aiden menarik napas dalam-dalam.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!