NovelToon NovelToon
Author Badut

Author Badut

Status: sedang berlangsung
Genre:Angst / Dunia Lain / Mata Batin / Dokter / Misteri / Orang Disabilitas
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: Aksara_dee

Goresan ISENG!!!

Aku adalah jemari yang gemetar. Berusaha menuliskan cinta yang masih ada, menitip sebaris rindu, setangkup pinta pada langit yang menaungi aku, kamu dan kalian.

Aku coba menulis perjalanan pulang, mencari arah dan menemukan rumah di saat senja.

Di atas kertas kusam, tulisan ini lahir sebagai cara melepaskan hati dari sakit yang menyiksa, sedih yang membelenggu ketika suara tidak dapat menjahit retak-retak lelah.

Berharap kebahagiaan kembali menghampiri seperti saat dunia kita begitu sederhana.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

15. Siapa penghuni kamar 9?

Ban mobil berdecit nyaring saat Sabil menginjak rem dengan kuat, mulut Pajero-nya nyaris mengecup pot bonsai Ficus Microcarpa (Beringin Cina) yang terbuat dari keramik made in China koleksi Professor Darmono. Pintu mobil ia banting dengan keras, langkahnya memburu melangkah panjang masuk ke dalam rumah.

Tujuannya pulang hanya satu, ingin menanyakan keberadaan Hania pada papa mertuanya.

Langkah kaki Sabil tertahan saat melihat punggung seseorang yang sedang duduk di hadapan papa mertuanya.

"Ini dia, Sabil datang, panjang umur kamu nak." Prof Darmono menatap sabil dengan tatapan teduh sambil berkata dengan lembut, "kenapa pulang telat, nak... Apa Rusdi tidak menyampaikan kalau kita ada tamu penting?"

Kemarahan yang tadi memuncak seketika luruh melihat tatapan teduh dan suara kasih dari papa mertuanya. Kini matanya beralih ke arah seorang pria paruh baya yang sedang menatapnya dengan wajah senyum.

"Om Arman!" seru Sabil, kakinya bergerak cepat menghampiri sahabat mamanya dulu. "Om Arman apa kabar? Mana Raditya, om?" tanyanya seraya mencium punggung tangan pria paruh baya itu.

"Seperti yang kamu lihat sendiri, Sabil. Om sudah keriput, rambut ubanan dan lihat gigi-gigi yang dulu sering membantumu mengupas kuaci sekarang sudah diganti gigi palsu. Sudah terlalu lama kita tidak berjumpa, nak. Bagaimana, kamu betah kerja di bawah tekanan Darmono?" Arman melirik Darmono sambil menepuk-nepuk bahu Sabil dengan tatapan takjub.

"Om belum menjawab pertanyaanku, mana Raditya kenapa tidak ikut dengan om? Apa di New Zealand usahanya maju pesat hingga lupa sahabatnya di sini?" cecar Sabil

Pandangan Arman menurun, mendung perlahan menggantung di wajahnya yang keriput.

"Kalian bisa bicarakan ini empat mata. Sabil... Bawa om Arman ke ruang kerjamu."

"Maafkan aku Darmono, aku harus—"

"Iya aku mengerti."

Di ruang kerja Sabil

Arman meremas pegangan kursi dengan kuat, mencari pegangan dan kekuatan yang nyata. Merasakan beban berat di dadanya sudah tidak sanggup ia tanggung sendirian. Bibirnya ragu untuk memulai bicara hingga akhirnya Sabil...

"Om tidak perlu menjelaskan detailnya jika itu terlalu rumit untuk diceritakan. Garis besarnya saja, apa yang terjadi dengan Raditya?"

Bahu pria paruh baya itu terguncang, tangisnya pecah seketika. Sabil berpindah duduk, di sebelah om Arman. Memeluk bahu pria ringkih itu dengan lembut.

Setelah tangisnya reda, Om Arman menarik napas berat, lalu berusaha tenang untuk menceritakan keadaan yang sesungguhnya.

"Sebenarnya ini aib keluarga om, Sabil. Aib ini sudah lama om simpan rapat dari siapapun termasuk diri om sendiri. Om membohongi diri sendiri dengan kenyataan yang ada. Sekarang om tidak sanggup lagi menanggungnya. Om butuh bantuan kamu, nak."

"Apa yang bisa aku bantu?"

"Raditya, mengidap gangguan mental. Dissociative Identity Disorder. Ini semua kesalahan kami, om dan tante Ranum terlalu memaksakan Raditya menjadi orang lain yang tidak dia inginkan. Sejak kecil tante Ranum selalu mendadani Raditya menjadi anak perempuan seperti obsesinya ingin memiliki anak perempuan."

"Keadaan itu terus menerus hingga dia berusia remaja. Di dalam rumah ia menjadi Tya yang sangat kami manja dan sayangi, dia memakai gaun, rambut di kepang meski memakai wig. Di luar rumah ia menjadi anak lelaki seperti yang kamu ketahui, nakal, tangguh, lincah dan tidak pernah diam, selalu aktif."

"Iya om aku tahu," Sabil menunduk dalam. Menyatukan kedua telapak tangannya dan saling menggenggam, mencari kekuatan dalam dirinya sendiri. Ia cukup kaget dengan kenyataan yang baru saja ia dengar.

"Raya, kamu masih ingat?"

"Raya anak bude Wito?" tanya Sabil berusaha mengingat.

"Betul. Dia tahu Raditya di rumah berperan sebagai Tya. Suatu hari Raya memamerkan payu dara-nya yang baru saja tumbuh di depan Raditya. Dia menghina Tya yang tidak mempunyai itu. Raditya marah besar, ribuan kali menanyakan kenapa ia tidak bisa memilikinya."

"Hingga diusianya ke tujuh belas dia meminta ijin untuk operasi kelamin dan payu dara. Om marah besar, Raditya om masukkan ke sebuah pendidikan militer selama satu tahun, kamu tahu juga bagian itu," imbuh Arman, Sabil mengangguk dengan kenangan yang menari di pelupuk matanya.

Betapa ia iri sekali dengan kesempatan yang Raditya miliki saat itu, impiannya menjadi polisi atau TNI harus ia kubur karena harus mengurus mamanya yang mengidap gangguan mental setelah melahirkan dirinya.

"Setelah pulang dari sana, Raditya memang menjadi lelaki yang sesungguhnya. Dia menjadi sosok sesuai harapan Om, penerus perusahaan dan cabang-cabang bisnis yang om miliki. Akan tetapi... "

Arman kembali menitikkan airmata, kedua telapak tangannya mengusap wajahnya dengan rasa sesal yang teramat besar.

"Om kembali menyakitinya... Om terlalu keras padanya. Om menginginkan dia lebih hebat dari semua orang, termasuk kamu. Dia merasa tertekan, dia merasa gagal menjadi seseorang yang kami inginkan, dia menginginkan kembali perannya sebagai Tya."

Arman terguncang lagi.

"Hingga suatu hari, Prof Darmono memvonisnya gangguan mental. Raditya kami isolasi dari dunia luar, karena kami malu memiliki anak yang gangguan mental."

"Sekarang dia dimana, Om. Aku ingin menemuinya."

"Dia kami sembunyikan di Lembang, tempat kelahiran Ranum juga Raditya. Om sangat membutuhkan bantuanmu, Sabil."

"Baiklah om, besok aku akan menemuinya. Berikan aku alamatnya."

"Terima kasih, nak... Terima kasih."

Keesokan harinya...

Langit pagi masih menyisakan mendung dari tangisannya semalam. Sabil sudah rapih dengan baju casual dan duduk di meja makan sambil membaca novel di handphone Hania. Lebih tepatnya isi hati Hania yang gadis itu tumpahkan menjadi susunan kalimat di sebuah novel.

Wajahnya serius menunggu kopi disiapkan asisten rumah tangga yang selalu memastikan meja makan tersedia beraneka makanan untuk tuan rumahnya. Matanya sesekali melirik satu persatu piring berisi makanan yang diletakkan ART di depannya.

"Buatkan saya kopi saja, mba," pintanya.

"Tuan besar ingin anda sarapan dulu sebelum berangkat ke Lembang.

"Bungkuskan makanan dan cemilan untuk Sabil, mba. Mungkin pagi ini dia hanya ingin kopi." Darmono menarik kursi di depan Sabil.

"Baik Tuan besar."

"Pa, aku bukan anak kecil lagi. Kalau aku lapar, aku bisa mampir di rest area," tolak Sabil

"Bagi papa kamu tetap anak kecil yang harus diingatkan makan, kamu terlalu sibuk bekerja, nak."

"Terserah papa saja!" jawab Sabil ketus.

Sabil sempat menatap papa mertuanya untuk menanyakan keberadaan Hania, tapi ia ragu. Setelah ia menemui Raditya nanti, ia akan mencari tahu sendiri, pikirnya.

Satu cangkir kopi telah menghangatkan lambungnya, Sabil berdiri dan meninggalkan kursi makan setelah berpamitan dengan papa mertuanya.

Di Sanatorium

Setelah mematikan mesin mobilnya, Sabil berjalan ke lobi sebuah rumah sakit yang mirip villa mewah jika dilihat dari depan. Di tangannya ia menenteng paperbag berisi boneka, cokelat, susu strawberry untuk di hadiahkan pada Raditya.

"Selamat pagi, apa bisa saya menemui pasien bernama Raditya Mahardika?" tanya Sabil.

"Apa sudah ada janji dengan dokter Diva, pak?" tanya resepsionis

"Aku sudah diijinkan tuan Arman. Tapi kalau anda ingin make sure silahkan tanyakan dulu pada yang berwenang di rumah sakit ini." Sabil menegakkan tubuhnya sambil membetulkan kemejanya.

"Tunggu sebentar kami konfirmasi dulu."

"Mereka benar-benar menjaga privasi pasien," gumam Sabil.

Setelah sekian menit...

"Mari pak, kami antar... " satu orang perawat pria bertugas mengantarkan Sabil menuju ruang Raditya. "Sepertinya tuan Raditya sedang bermain dipinggir danau pak. Anda bisa naik buggy car untuk ke area sana."

Sabil mengangguk lalu mengekori perawat lainnya yang ditugaskan mengantar dengan buggy car. Pengamanan di Sanatorium itu sangat berlapis semenjak kejadian yang menimpa Hania.

Mobil berjalan perlahan karena media rumput masih basah sisa hujan dini hari. Udara dingin masih menggigit saat mobil sudah mendekati area danau. Dari kejauhan, seorang pria memakai baju garis-garis sedang duduk termenung di pinggir danau. Di sekelilingnya para bodyguard setia menemani dan berjaga menjadi tameng hidup untuk Raditya.

"Maaf tuan Sabil, saat bertemu dengannya anda harus memanggilnya Tya," bisik perawat yang mengemudi buggy car.

Sabil hanya tersenyum tipis. Ia tidak ingin membantah tapi di dalam hatinya ia sudah memiliki cara sendiri untuk mendekati Raditya. Ia menghentakkan kakinya di atas rumput. Langkahnya mantap dan tegas mendekati Raditya yang tidak beralih sedikitpun dengan kehadirannya.

"Pok petok pok petok... Pok petok... " Sabil menirukan suara ayam sambil bertingkah berputar-putar dengan tangan di tekuk seperti ayam jago.

Raditya menoleh, dahinya berkerut dalam... Seketika senyuman lebar terpampang di wajahnya.

"Jalu! Sabillll... " Raditya berlari ke arah Sabil.

Mereka berpelukan dengan begitu hangat hingga Raditya menitikkan sebutir embun dari sudut matanya.

"Gimana kabar kamu Dit?! Sudah sukses ternyata kamu, lihatlah property ini... Ini milikmu?!" tanya Sabil sambil melerai pelukan. "Oiya, aku membawakan ini untukmu."

"Rumahku." Ada duka di raut wajahnya. Raditya membuka paperbag dari Sabil lalu memeluk boneka kesayangannya sewaktu kecil, dengan lembut.

"Luar biasa... Ini layak disebut hotel bintang lima!" jawab Sabil tulus.

"Tolong tinggalkan kami," perintah Raditya pada bodyguardnya. Lalu ia menarik Sabil ke area yang lebih sepi dan menjauh.

"Sstt... di depan mereka jangan panggil aku Radit. Panggil aku Tya, mereka selalu mengawasi ku," bisiknya di telinga Sabil.

"Aku merindukan kamu, Raditya. Bukan Tya," jawab Sabil tegas.

"Gadis di kamar 9 akan jadi korban, jika aku menjadi Raditya. Aku berjanji melindunginya," bisiknya lagi

"Siapa gadis di kamar nomer 9, apa hubungannya denganmu?"

"Aku tidak boleh menyebut namanya, sekarang dia sedang koma. Aku harus melindunginya, tapi aku tidak tahu... " Wajah dan gerakan Raditya terlihat gelisah, ia memeluk erat boneka yang Sabil bawa.

*

1
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
ternyata danu masih ingin menghancurkan hania. itu yang harus sabil waspadai.
Aksara_Dee: Danu cowo NPD
total 1 replies
Cakrawala
Danu sini kamu/Hammer/
Aksara_Dee: pengen jitak Danu ya ka 🤭
total 1 replies
Dinar Almeera
I fell youuuu pelukk duluuuu🤗🤗🤗
Aksara_Dee: peluk siapa ka?
total 1 replies
🌹Widianingsih,💐♥️
mahluk kasat mata bisa terekam kamera cctv juga ya ?
merinding aku Thor.....😬
Aksara_Dee: mungkin karena Sabil juga indigo jadi bisa melihat keberadaan mereka
total 1 replies
Elisabeth Ratna Susanti
cakepnya 🥰
Aksara_Dee: cocok gak ka sama karakter dokter sabil?
total 1 replies
Elisabeth Ratna Susanti
good job....aku merinding disko nih 👍
Aksara_Dee: iyakah ka? 😅
total 1 replies
Dinar Almeera
Nihhh Pak RT mau gak tinggal di komplek aku... cakep bener gak kepo gak menghakimi semua di bicarakan dengan santaii ihhh dunia butuh orang yang begini tau batasan 😍😍
Aksara_Dee: qiqiqiqi... 😅
total 3 replies
Wang Lee
Bunga sekebon untukmu🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹
Aksara_Dee: banyak nyaaa... aku tidur di hamparan bunga 😅
total 1 replies
Wang Lee
Semangat dek🌹🌹
Aksara_Dee: semangatnya lagi kendor nih ka 🥺
total 1 replies
Wang Lee
Ada apa dek
Aksara_Dee: nggak ada apa-apa
total 1 replies
Wang Lee
Iya, kamu benar cantik
Aksara_Dee: makasih 🤭
total 1 replies
Wang Lee
Jangan begitu, ah dek
Aksara_Dee: jadi gimana
total 1 replies
Wang Lee
Kan aku rindu bin kangen dek
Aksara_Dee: masa?
total 1 replies
Wang Lee
Like
Aksara_Dee: sukak
total 1 replies
Wang Lee
Wah...Pasti enak tuh susu alami🤣
Aksara_Dee: uppsss... 👉
total 1 replies
Wang Lee
Kamu manggil saya..
Aksara_Dee: enggak kok!
total 1 replies
Wang Lee
Luar biasa
Aksara_Dee: galak kaan
total 1 replies
Wang Lee
Pasti enak tuh🤣
Aksara_Dee: hey! wang lee... 👉
total 1 replies
🌹Widianingsih,💐♥️
Hania masih baik-baik saja kah Thor ?
kenapa prabu seperti nya marah ?
Aksara_Dee: marahnya sama Sabil ka, ada di episode 22
total 1 replies
Mom Young
sangat bagus😘
Aksara_Dee: Terima kasih kaka ❤️❤️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!