NovelToon NovelToon
CEO Dingin-Ku Mantan Terindah-Ku

CEO Dingin-Ku Mantan Terindah-Ku

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Duda / CEO / Office Romance / Mantan
Popularitas:22.5k
Nilai: 5
Nama Author: Rere ernie

Nadira tak pernah menyangka bekerja di perusahaan besar justru mempertemukannya kembali dengan lelaki yang pernah menjadi suaminya tujuh tahun lalu.

Ardan, kini seorang CEO dingin yang disegani. Pernikahan muda mereka dulu kandas karena kesalahpahaman, dan perpisahan itu menyisakan luka yang dalam. Kini, takdir mempertemukan keduanya sebagai Bos dan Sekretaris. Dengan dinginnya sikap Ardan, mampukah kembali menyatukan hati mereka.

Ataukah cinta lama itu benar-benar harus terkubur?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rere ernie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter — 20.

Mobil hitam itu melaju tenang di jalanan, sementara suasana di dalam mobil terasa berat oleh keheningan yang ganjil. Nadira menunduk, masih menahan debaran akibat keberanian yang tadi ia tunjukkan.

Ardan melirik sekilas, sudut bibirnya melengkung tipis. “Kau sudah membuatku kehilangan kendali barusan, aku bahkan mempermalukan Claudia... wanita yang telah menyelamatkanku demi kamu. Jadi, kamu harus memberiku kompensasi.”

Wajah Nadira langsung memerah, buru-buru menoleh ke jendela. “Aku nggak memintamu melakukanya..."

Ardan tidak bicara lagi, ia hanya mempercepat laju mobil. Tak lama kemudian, mobil itu berbelok masuk ke halaman sebuah hotel bintang lima.

Nadira tersentak. “Ardan… untuk apa kita di sini?” tanyanya ragu, matanya melebar.

Ardan menoleh dengan tatapan tajam sekaligus berbahaya. “Kau yang memancing, Nadira. Wajar kalau aku meminta balasan, bukan? Tadi...kau sendiri yang memulai menyerang bibirku.”

Wajah Nadira memanas tapi sebelum ia bisa berkata apa-apa, Ardan sudah keluar dari mobil lalu membukakan pintu untuknya. Sentuhan tangan besar suaminya di punggungnya tegas, membuat Nadira tak punya pilihan selain mengikutinya masuk.

Lobi hotel itu megah dengan marmer berkilau, beberapa tamu menoleh karena aura Ardan yang dingin dan berwibawa. Ia menuntun Nadira langsung ke resepsionis. Dengan suara rendah namun berwibawa, ia menyebutkan nama dan tak lama kartu kamar diserahkan kepadanya.

Begitu pintu kamar suite terbuka, Nadira terpaku. Ruangannya luas, dengan balkon menghadap gemerlap kota. Ada meja penuh buah segar, wine dan kamar mandi yang sudah dipersiapkan dengan bathrobe putih lembut.

“Ardan…” Nadira menoleh dengan cemas. “Aku__”

Namun Ardan menariknya perlahan mendekat, membungkuk ke telinganya. “Tenang... aku tidak akan memakan mu di sini, kecuali kau yang meminta.”

Kata-kata itu membuat jantung Nadira berdentum keras. Ia menunduk, pipinya memanas.

Alih-alih langsung menuntut, Ardan menekan tombol telepon kamar. “Kirimkan terapis pijat dan hidangan terbaik malam ini.”

Nadira menoleh kaget. “Pijat?”

Ardan mengangguk ringan, lalu menatapnya lurus. “Kau terlihat tegang, aku ingin kau merasa dimanjakan. Hari ini, jangan pikirkan apapun. Rileks... dan nikmati. Anggap saja, ini kompensasi dariku karena meninggalkanmu saat malam pengantin kita."

Nadira terdiam, hatinya campur aduk. Ia tak menyangka, suaminya itu akan memberikan kemewahan dan perlakuan yang membuatnya seolah ratu.

Sudahlah, aku berhak atas semua ini jadi nikmati saja. Nadira akhirnya menurut.

Beberapa menit kemudian pelayan datang membawa hidangan, lalu seorang terapis masuk. Ardan duduk santai di sofa, matanya sesekali melirik Nadira yang tengah dipijat di ranjang spa portable yang dibawa ke kamar.

Wajah Nadira memerah oleh malu karena tubuhnya disentuh oleh terapis, sementara Ardan ada di ruangan itu dengan mata yang tak pernah beralih darinya. Namun tatapan Ardan tetap dingin, penuh penguasaan. Pria itu tak berkata apa pun, hanya menikmati pemandangan wanita yang kini sepenuhnya berada dalam kendalinya.

Saat pijatan selesai dan pelayan meninggalkan ruangan, barulah Ardan bangkit dari sofa. Ia berjalan mendekat, lalu meraih dagu Nadira yang baru bangun dari baringan. “Sekarang… kau sudah lebih tenang, kan? Kalau begitu, kini giliranku. Puaskan aku..."

Nadira menggigit bibir bawahnya, napasnya tercekat.

Ardan tersenyum samar, lalu mengusap pipi istrinya dengan lembut.

“Dira…” suara Ardan serak, hampir seperti geraman. “Kau membuatku kehilangan kendali.”

Nadira menelan ludah, matanya menantang meski hatinya bergetar. “Kalau memang begitu, kenapa kau nggak bertindak?"

Mata Ardan menggelap, dia sudah mendapatkan sinyal persetujuan dari istrinya.

Dalam sekejap Ardan menarik Nadira ke dadanya, ciumannya mendarat kasar di bibir wanita itu. Bukan lagi penuh kelembutan, melainkan letupan dari api yang berkobar. Nadira merintih tertahan, tangannya meremmaas kemeja Ardan. Tapi alih-alih menolak, ia justru membalas dengan semangat yang sama.

“Kenapa kau selalu membuatku kehilangan kendali..?" Ardan berbisik di sela ciuman, nafasnya membakar kulit Nadira. “Setiap kali kau ada di dekatku, aku selalu menggila.”

Nadira menutup matanya, tubuhnya melebur dalam pelukan itu. “Jangan hanya bicara lagi, Ardan. Lakukan lah..."

Dengan dorongan penuh hasrat Ardan menekan tubuh Nadira ke dinding, mencium leher istrinya hingga membuat Nadira melengguh tertahan. Setiap sentuhan Ardan pada tubuh Nadira menjadi lebih rakus, setiap gerakan dibalut kerinduan.

Ardan menunduk, menatap mata Nadira yang kini berkilat di bawah cahaya redup. “Aku benci kau… tapi aku lebih benci saat kau jauh dariku.”

Nadira membalas tatapan itu dengan senyum getir, sebelum menarik wajah Ardan dan kembali mencium suaminya. Kali ini lebih dalam, lebih berani.

Mereka akhirnya terjerat dalam pusaran emosi, terhanyut oleh rasa sakit masa lalu dan cinta yang selama ini masih begitu besar. Ranjang hotel menjadi saksi bagaimana mereka melepaskan semua penyangkalan, larut dalam pelukan yang tak lagi bisa dipisahkan antara cinta dan hasrat.

Saat ini... bukan hanya tubuh mereka yang menyatu, tetapi juga luka Ardan yang masih terbelenggu.

.

.

.

Sementara Claudia berdiri cukup lama di depan rumah Nyonya Rarasati, tubuhnya gemetar. Tamu-tamu yang keluar masuk masih melemparkan tatapan dan bisikan, membuat harga dirinya terhina. Ia akhirnya menarik napas tersengal, lalu berlari masuk ke mobil pribadinya bahkan tanpa berpamitan pada Nyonya Rarasati.

Tangannya bergetar saat memutar kunci, air matanya pecah tanpa bisa ia tahan.

“Ardan… kau berani mempermalukan aku di depan semua orang?!” gumamnya di balik tangis, rahangnya mengeras.

Mobilnya melaju kencang menuju rumah keluarganya, begitu tiba ia langsung menerobos masuk ke ruang kerja ayahnya.

“Papa!” suaranya pecah, wajahnya merah basah oleh air mata.

Tuan Wiryawan yang sedang duduk membaca berkas bisnis mengangkat kepala dengan dahi berkerut. “Claudia? Kenapa pulang dengan keadaan begini?”

Claudia menjatuhkan tasnya, lalu memeluk lengan ayahnya sambil tersedu. “Papa… Ardan mempermalukan ku! Dia membela sekretaris murahan itu! Semua orang melihat, Pah! Semua orang tahu Ardan lebih memilih dia daripada aku!”

Tuan Wiryawan terdiam sejenak, matanya menyipit tajam. Ia menepuk punggung putrinya. “Tenang dulu, katakan dengan jelas apa yang terjadi.”

Claudia menarik napas tersendat. “Di rumah Tante Rarasati, semua tamu berbisik karena Ardan menghilang bersama Nadira. Aku mengejarnya ke mobil dan dia malah… malah mengusirku! Dia bilang, aku tidak berhak mengatur hidupnya. Dia bahkan… mengancam akan membatalkan pertunangan kalau aku menyentuh mantan istrinya itu lagi!”

Seketika wajah Tuan Wiryawan menggelap. “Berani sekali dia! Aku yang membawanya pada kejayaan! Aku yang membuatnya berdiri di posisinya sekarang! Lalu dia berpikir bisa membuang mu begitu saja?!”

Claudia mengangguk keras, air matanya jatuh lagi. “Papa, aku nggak bisa dipermalukan seperti ini. Semua orang sudah tahu kami akan bertunangan! Kalau pertunangan ini gagal, aku yang akan jadi bahan tertawaan!”

Tuan Wiryawan mengusap kepala putrinya, nadanya penuh janji. “Tenanglah, Claudia. Papa tidak akan membiarkan Ardan seenaknya! Dia akan belajar bahwa tak ada yang bisa menolak keluarga kita!”

Claudia menggenggam tangan ayahnya erat-erat, matanya menyala penuh dendam. “Papa… aku tidak mau kalah dari Nadira. Aku harus jadi istri Ardan, apa pun caranya.”

Tuan Wiryawan mengangguk pelan, senyum penuh rencana di bibirnya. “Kalau begitu kita pakai cara lama! Dulu Papa menghancurkan perusahaan ayah wanita itu... dan kalau Ardan tetap keras kepala, perusahaannya akan hancur seperti mantan mertuanya.”

Claudia tersenyum dingin, sejak dulu Ayahnya selalu menuruti keinginannya membuka jalan bagi ambisinya. Ia ingat betul bagaimana perusahaan ayah Nadira pernah diporak-porandakan oleh tangan keluarga mereka. Tujuh tahun lalu, Claudia menenun rencana agar Ardan salah paham pada Nadira dan ia berhasil menanamkan keraguan itu hingga keduanya berpisah.

Namun sayangnya hingga kini... hati Ardan tetap kukuh, tak mudah digenggam oleh tipu daya sekalipun.

Akan tetapi penolakan Ardan padanya bukan alasan bagi Claudia untuk mundur. Keinginannya harus dipenuhi, apapun harga yang harus dibayar.

Seminggu kemudian...

Akhirnya hari acara pertunangan Ardan dan Claudia tiba, semua tamu yang diundang hadir. Apalagi Claudia adalah sosialita dari kelas atas yang menikmati gaya hidup sosial mewah dan penuh hiburan. Teman-temannya dari lingkaran yang sama berdatangan, ingin menyaksikan acara itu.

Namun di sisi lain, pikiran Ardan jauh dari pesta. Sejak kemarin, perusahaannya mendadak merugi tanpa sebab jelas. Ia yakin, semua itu bukan kebetulan. Hidungnya mencium permainan licik calon ayah mertuanya, Tuan Wiryawan. Dan satu-satunya cara untuk mempertahankan apa yang sudah ia bangun, hanyalah dengan hadir malam ini dan mengikat janji pertunangan dengan Claudia.

Tapi tepat saat ia hendak bersiap, suara lirih Nadira menahannya.

“Ardan, jangan pergi... temani aku. Perutku sakit sekali...” Suara rintihannya mengiris, tubuhnya terbaring lemah di ranjang apartemen.

Maafkan aku, Ardan... kalaupun aku harus berbohong, ini demi kita.

Ardan menunduk, hatinya seperti ditarik ke dua arah. Perusahaan, hasil kerja keras bertahun-tahun sedang dalam masalah serius. Tapi wanita yang masih mengisi hatinya, kini menggenggam tangannya erat-erat seakan tak rela dilepaskan.

“Jangan pergi, Ardan. Aku mohon...” tatapan Nadira penuh air mata, memelas tapi juga begitu teguh.

Ardan mengerjap bingung, antara tanggung jawab pada perusahaannya dan bisikan hatinya yang tak sepenuhnya tega meninggalkan Nadira. Tapi akalnya menekannya, ia tidak boleh kehilangan segalanya hanya karena Nadira... wanita yang pernah meninggalkannya saat ia terpuruk.

“Dira, maafkan aku. Aku akan segera memanggil dokter, asistenku akan datang membawanya nanti. Aku... harus pergi.” Suaranya serak, tapi tegas. Ia berusaha melepaskan genggaman tangan Nadira.

Nadira semakin erat mencengkeramnya. “Kalau malam ini kamu pergi... aku akan benar-benar membencimu. Ingat hubungan kita akhir-akhir ini, bukankah kita sangat bahagia?"

Ancaman itu menusuk, namun juga menguji. Seolah Nadira ingin tahu, apakah Ardan masih menyimpan perasaan atau hanya memandangnya sebagai masa lalu yang masih dibenci pria itu.

Ibumu akan membawa bukti-bukti dan manajer restoran waktu itu ke acara malam ini dan membongkar kebusukan Claudia. Aku memohon padamu, karena aku ingin tahu... seberapa besar perasaanmu padaku? Jika kau tetap pergi... berarti hatimu masih dipenuhi kebencian padaku dan kau lebih memilih Claudia.

Ardan terdiam sejenak, ia menoleh. Tatapannya sedikit goyah, tapi ia kembali membulatkan tekad. “Aku harus pergi...”

Maaf, Nadira... perusahaan ku adalah darah dan keringatku selama bertahun-tahun. Aku tak bisa membiarkannya runtuh begitu saja. Satu-satunya jalan untuk mempertahankannya... hanyalah dengan bertunangan dengan Claudia.

Nadira menatap suaminya penuh getir, saat Ardan berbalik untuk meninggalkan kamar.

“Kau... begitu mencintai Claudia?” suaranya pecah, tapi setiap kata-katanya menghantam dada Ardan seperti petir.

Ardan terhenti sepersekian detik. Napasnya berat, seolah ingin menjawab namun bibirnya terkunci rapat. Ia memilih diam, namun diamnya terasa lebih menyakitkan bagi Nadira daripada penolakan sekalipun.

Lalu tanpa sepatah kata pun, pria itu melangkah pergi. Punggungnya menjauh, meninggalkan jejak dingin yang menusuk ruang sunyi.

Sementara Nadira, menatap pintu yang tertutup rapat. Air mata jatuh deras, karena hati yang hancur.

1
Rita
betul dih
Rita
Ardan tolong jelaskan apa prasangka istrimu benar pa salah
Rita
lah🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Rita
awas nih sakit gangguan jiwa
Rita
obsesi itu namanya
Rita
tuh Ardan sdh tau kan
Rita
mamer 🥰🥰🥰🥰🥰🥰👍👍👍👍👍👍👍
Rita
hei hei😅😅😂😂😂😂
Lydia
Lanjut Author. Terima Kasih.
Rere💫: 😍😍😍😍😍
total 1 replies
Jeng Ining
good Clau provokasi Ardan terus, itubmemang yg dimaui mama Ardan, biar sepenuh hati Ardan melakukan pembelaan thd Nadira dn mengeluarkan semua isi hati yg hanya ada Nadira😁😁😁
Jeng Ining: biar polpolan nunjukin cintanya ke Nadira sesuai prediksi Mamanya🤭
total 2 replies
Tiara Bella
wow Ardan terlalu cepet ini mah ketemunya Nadira ....hehehhe...
Tiara Bella: hooh....
total 2 replies
Azahra Rahma
bagus, keren
Azahra Rahma
Ardan jangan percaya kata² Claudia,,dia itu wanita siluman ,,entah siluman laba² atau siluman ular putih
Rere💫: Siluman rubah 🦊🤣
total 1 replies
Desyi Alawiyah
Claudia emang licik...

Dalam keadaan terdesak pun dia masih bersikap sombong dan mencoba memprovokasi Ardan...😒
Rere💫: Di bikin tomyam 🤣🤣🤣
total 3 replies
Desyi Alawiyah
Istrimu di culik mama kamu, Ardan... Udah jangan khawatir 🤭
Aditya hp/ bunda Lia
istrimu mamah mu yang culik Ardan ...
Lydia
Lanjut Author. Terima Kasih.
Azahra Rahma
dalangnya adalah ibumu Ardan,,yg menculik Nadira
Azahra Rahma
tapi aku yakin Ardan tidak pernah berhubungan intim dengan Claudia,,,kalau Claudia dekat² saja sepertinya Ardan tidak menyukainya
Tiara Bella
aku udh takut Nadira diculik sm Claudia twnya sm mamer.....lega nya....sabar Ardan....et dah
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!