 
                            Ayudia berpacaran dengan Haris selama enam tahun, tetapi pernikahan mereka hanya bertahan selama dua tahun, sebab Haris ketahuan menjalin hubungan gelap dengan sekertarisnya di kantor. 
Seminggu setelah sidang perceraiannya usai, Ayudia baru menyadari bahwa dirinya sedang mengandung janin kecil yang hadirnya tak pernah di sangka- sangka. Tapi sayangnya, Ayudia tidak mau kembali bersama Haris yang sudah menikahi wanita lain. 
Ayudia pun berniat nutupi kehamilannya dari sang mantan suami, hingga Ayahnya memutuskan agar Ayudia pulang ke sebuah desa terpencil bernama 'Kota Ayu'.
Dari situlah Ayudia bertemu dengan sosok Linggarjati Putra Sena, lelaki yang lebih muda tiga tahun darinya dan seorang yang mengejarnya mati-matian meskipun tau bahwa Ayudia adalah seorang janda dan sedang mengandung anak mantan suaminya.
Satu yang Ayudia tidak tau, bahwa Linggarjati adalah orang gila yang terobsesi dengannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nitapijaan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Restu ibu bapak
"Dih, kerasukan apa kamu tiba-tiba mau tongkrongan?" Pertanyaan dengan nada nyinyir itu ditujukan kepada Linggar. Pelakunya adalah Raisa. Wanita itu merasa sangat heran dengan izin Linggar malam ini, padahal adik satu-satunya itu tidak terbiasa keluar malam-malam. Apalagi pergi tongkrongan di pos ronda.
Jadi wajar dong kalau dia heran.
"Sekali-kali nggak apa-apa, lah." Sahut Pak Narman membela anaknya Laki-lakinya.
"Tuh, kata Bapak Narman tercinta aja boleh kok. Lagian Linggar nggak mau di bilang sombong karena nggak pernah ikut kumpul," Balas Linggar. lelaki itu menjulurkan lidahnya ke arah Raisa.
"Nah iya bagus tuh, keluar aja nggak papa. Orang kok hobinya ngedekem di rumah terus, sekali-kali kamu juga perlu bergaul sama temen sebaya, Nang." Bu Sera menyahut, wanita paruh baya itu muncul dari pintu dapur dengan membawa sepiring singkong kukus dan ubi jalar.
Linggar semakin tersenyum cerah mendengar ucapan Ibunya. Dia semakin merasa menang dari Raisa. Karena jarang sekali dia menjadi tim 'dibela' orangtuanya. Karena keduanya emang lebih pro Raisa.
"CK. Dari dulu kemana aja? Udah setua ini baru sadar," Dengus Raisa. Wanita dua anak itu mencomot ubi jalar dan memakannya.
"Nggak papa telat, dari pada nggak sama sekali." Sahut Linggar, ada saja jawabannya.
Raisa menghembuskan nafas pendek. tanpa menoleh, wanita itu menyeletuk, "Paling juga mau modus sama Ayudia, Pos rondanya kan deket tuh sama rumah Uti Nur." Ucapnya menebak.
"Emang iya, Nang?" Tanya Bu Sera menyelidik. Sementara Linggar hanya menyengir malu-malu. 'Sial, Mbak Raisa tau aja sih!' Batin Linggar merutuk.
"Kan Adiknya titip sama Linggar, Bu. Masa Linggar mau lepas tanggung jawab?" Linggar beralasan.
"Udah malem, emang Ayudia mau ngapain lagi? Paling juga tidur, kan. Nggak mungkin dia buka sirkus di rumah Uti Nur, kamu ini ada-ada aja, Nang!" Bu Sera menggelengkan kepalanya. Dia bukannya melarang, hanya saja alasan Linggar untuk ikut ronda sangat aneh menurutnya.
"Hehe ... Kan siapa tau, Bu. Udah lah, Anakmu yang paling ganteng sedunia ini mau pergi," tanpa mengucap salam, Linggar langsung nyelonong begitu saja. Lelaki itu juga sempat meraih sepotong singkong kukus dan langsung melahap dalam satu suapan.
"Dia beneran mau deketin Ayudia, Sa? Kok ibu kaya nggak percaya, yah?" Tanya Bu Sera pada anak perempuannya.
Raisa mengedikkan bahu, "Enggak tau, Bu. Iya kali, soalnya dia sering modus tuh ke Ayudia." jawab Raisa. Wanita itu jadi mengingat Kejadian tadi siang saat dia tak sengaja melihat Linggar yang mendekati Ayudia di kebun tomat. Bahkan adik lelakinya sampai membawakan mie ayam untuk Ayudia.
"Kalo beneran, Ibu merestui nggak?" lanjutnya bertanya.
Bu Sera sempat melirik Suaminya yang asik mengunyah singkong dengan mata fokus kedepan. "Ibu sih nggak masalah mau sama siapapun itu, asalkan keduanya sama-sama mau, yaudah. Lagian Ayudia juga bukan orang asing, kita kenal keluarganya."
Raisa angguk-angguk. Kemudian beralih pada Pak Narman. "Kalo menurut bapak gimana?"
Pak Narman yang di tanya begitu tersedak hingga batuk pelan, "Terserah Linggar, yang mau menikah kan dia. Bapak nggak ada hak buat mengatur perasaan anak-anak bapak, Nok. Kalau Linggar cocoknya sama Ayudia, ya nggak apa-apa asalkan Ayudia nya juga mau." jawab Pak Narman bijak.
"Tapi kan, Ayudia .... Janda," Raisa memelankan suaranya di akhir. Dia bukan bermaksud menghakimi status Ayudia yang janda, dia hanya ingin tau reaksi kedua orangtuanya. Serius!
"Ya nggak apa-apa, emang kenapa kalau janda? Gara-gara nggak perawan lagi, gitu?" Pak Narman menggeleng pelan. Hah, ada-ada saja pertanyaan anaknya itu.
"Bukan!" Raisa langsung mengelak. "Maksudnya, kan Ayudia cerai pas keadaannya lagi hamil, Pak. Kalau Linggar sama Ayudia, otomatis nanti dia langsung punya anak dong begitu menikah?"
"Gimana tuh, Bu." Pak Narman malah melempar pertanyaan kepada Bu Sera.
"Ya nggak papa, bagus lah kalau langsung punya anak, kalau ibarat belanjaan mah, beli satu gratis satu. Lagian Linggar juga udah tua kok, udah pantes gendong bayi,"
Raisa menutup mulutnya yang hampir saja meledakkan tawa. Beli satu gratis satu, Ibunya itu ada-ada saja.
"Jadi beneran di restui nih? Bagus lah, kalo gitu bisa lebih deket juga sama Ayudia," timpal Raisa. Setelahnya wanita itu fokus menonton siaran televisi.
Pak Narman dan Bu Sera malah yang kebingungan, "Lah, gimana maksudnya?" tanya Bu Sera kebingungan. Dia kira Raisa yang tak setuju Linggar mendekati Ayudia, kok jawabannya malah begitu.
"Ya bagus, Bu. Kalo gitu Raisa bisa lebih deket sama Ayudia, kayaknya asik juga punya keluarga kaya dia."
Bapak dan ibu hanya saling pandang, keduanya memilih tutup mulut. Tak ingin memperpanjang obrolan yang pastinya tidak akan ada habisnya.
...****...
Sementara di rumah Uti Nur, lebih tepatnya di halaman rumah beliau. Para keluarga —termasuk Ayudia, sedang berkumpul sembari menikmati jajanan yang di buat Bulik Yati.
Seperti yang pernah di katakan, kalau malam-malam adalah waktu bagi para warga berkumpul di rumah. sementara di siang hari kebanyakan orang-orang sibuk di kebun atau pergi ke kota untuk bekerja.
Anak ketiga Bulik Yati —Arya namanya— yang berjenis kelamin laki-laki itu bekerja di kabupaten, dia hanya punya waktu pulang dua hari yaitu, Sabtu-Minggu. Itupun kalau tidak lembur bekerja. Sedangkan dua anak Bulik Yati yang lainnya sudah boyong bersama keluarga kecilnya.
Sementara Bulik Hartini hanya di karuniai dua anak, keduanya laki-laki. Dan sekarang sedang pergi merantau ke Semarang.
Hampir semua cucu Uti Nur itu berjenis kelamin laki-laki, sisanya hanya dua yang perempuan, yaitu Ayudia dan Ningsih (Pertamanya Bulik Yati). Kebetulan dia juga sudah menikah dan ikut suaminya tinggal di kecamatan.
Sebab itulah Ayudia jarang bergaul dengan saudara-saudaranya yang lain. Ya selain mereka kebanyakan laki-laki, mereka juga jauh.
"Sudah di cek kandungan kamu, Nok? besok pergi ke kecamatan sama Arya, kalau mau." Tawar Bulik Yati pada Ayudia.
"Pengennya sih begitu, Bulik. Tapi perjalanannya begitu, Ayudia sedikit ngeri." Ucapan polos Ayudia itu mendapat gelak tawa para orang tua.
"Iya juga yah, kalo pake motor malah capek di jalan nanti." ujar Bulik Hartini menyetujui ucapan Ayudia.
"Coba si Zaki suruh ke sini, Nok. Sekalian bawa istrinya juga, biar nanti dia dan istrinya yang antar Ayudia ke kota." Usul Bulik Yati pada adiknya, Bulik Hartini.
Zaki adalah anak Bulik Hartini yang juga tinggal di kecamatan. Kebetulan anak pertama Bulik Hartini punya mobil pribadi.
"Lah, si Zaki itu lagi di Banyuwangi, Mbak. Baru kemarin berangkat,"
"Pinjam yang punya mobil di sini siapa, nduk. Kalau bisa sekalian sama supirnya, nanti biar di bayar." Uti menginterupsi obrolan kedua anaknya. Sementara Ayudia hanya diam memperhatikan.
Jangan tanya dimana para bapak-bapak, mereka jelas mojok sendiri di sudut teras dan membahas kebun, pekerjaan, dan bahasan lelaki lainya. Sedangkan Arya sudah ngacir pergi ke pos ronda, bergabung bersama teman-teman yang lain.
Ayudia tak begitu memperhatikan. Ketika dia beralih pada jalan di di depan rumah Uti-nya, netranya langsung bertubrukan dengan sepasang mata yang menatapnya dengan binar cerah, lewat dengan perlahan menggunakan motor NMAX hitam.
'Haaih! Kenapa dia selalu muncul dimana-mana, sih!' batin Ayudia mendengus sebal.
