***
Thantana sangat terkejut. Ketika tiba tiba sembilan batu yang berada di telapak tangan kanannya, satu persatu menerobos masuk ke dalam tubuhnya. Melalui lengannya, seperti cahaya menembus kaca dan terhenti ketika sudah berada di dalam tubuh Thantana.
Proses ini sungguh sangat menyakitkan baginya. Hingga, sambil menahan rasa sakit yang luar biasa, Thantana mengibas ibaskan lengan kanannya, sembari tangan satunya lagi mencoba menarik sisa sisa batu yang mesih melekat pada telapak tangannya itu. Namun, semakin ia menariknya, rasa sakit itu semakin menjadi jadi. Dan di titik batu ke sembilan yang menerobos masuk, pada akhirnya Thantana jatuh tak sadarkan diri kembali...?
**kita lanjut dari bab satu yuk...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sunardy Pemalang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
RAS PERI DAN RATUNYA
Asap tebal membumbung tinggi, di kaki gunung yang sebelumnya adalah gunung kembar.
Asap tersebut, berasal dari lidah lidah api yang membakar ranting ranting kering yang sebelumnya di kumpulkan dan di tumpuk di satu tempat, oleh Thantana dan kawan kawan.
Mereka pada akhirnya memutuskan berkemah dan bermalam di tempat itu, meski tidak memakai tenda.
Thantana, Zyandru, Radif dan pak kusir, mencari tempat sendiri sendiri di bawah pohon untuk beristirahat. Sementara Kaiya, Brinda dan Lasya, akan beristirahat di dalam kereta kuda.
Thantana yang memang berasal dari Desa terpencil, benar benar memotong daging Harimau yang sudah mati itu, dan memanggangnya di atas api unggun tanpa di bumbui dengan apapun.
Bau harum gosong dari daging Harimau yang di panggang oleh Thantana, menyeruak ke hidung setiap orang yang berada di situ, termasuk Kaiya, Brinda dan Lasya yang berada di dalam kereta.
"Hemmm... Sepertinya enak?" gumam Kaiya, dan melangkah turun dari kereta menuju api unggun, di mana Thantana sedang memanggang daging itu.
"Kalian mau cobain tidak?" ucap Kaiya terhadap Brinda dan Lasya, setelah sudah turun dari kereta.
Brinda dan Lasya hanya diam dan saling berpandangan.
"Hai Thantana...! Apa itu sudah matang?" kata Radif yang ternyata, penasaran dengan daging panggang itu.
"Sebentar lagi Radif... Biar dagingnya empuk dulu?" jawab Thantana sembari membolak balikkan beberapa potong daging yang di tusuk semacam sate itu.
"Tenang saja...Aku sudah menyiapkan satu potong perorang, jika kalian mau. Jika tidak akan aku makan sendiri... hehehe?" ucap Thantana melanjutkan, sembari terkekeh.
"Aku mau kak...?" ucap Kaiya yang sudah berada di belakang Thantana.
"Ehhh... Kaiya... Kamu yakin mau?" jawab Thantana sembari menengok ke arah Kaiya.
Kaiya hanya menganggukkan kepala dan duduk di samping Thantana.
"Apa itu enak Thantana...?" kata Zyandru yang sedang bersandar di pohon tidak jauh dari api unggun.
"Kamu akan ketagihan setelah mencobanya Zyandru! Beginilah yang biasa orang Desa lakukan setelah berburu?" jawab Thantana, melirik ke arah Zyandru.
"Pak kusir...! Apa anda mau juga?" lanjut Thantana, setelah melihat pak kusir itu juga memperhatikan dirinya.
"Boleh juga... Aku mau mencobanya sedikit saja?" jawab pak kusir itu.
"Baiklah... sini kumpul, daging Harimaunya sudah matang?" kata Thantana, dan mengangkat tusuk sate daging Harimau tersebut dari atas api unggun.
Begitu lah, pada akhirnya mereka semua makan daging Harimau panggang itu bersama sama, termasuk Brinda dan Lasya yang sebelumnya seperti enggan. Namun setelah mencobanya malah minta nambah, dan membuat Thantana memanggang daging Harimau itu, untuk ke dua kalinya. Setelah itu, mereka semua tidur di tempat masing masing yang sudah di rencanakan.
Keesokan harinya.
Mereka semua terkejut, mendapati Thantana sudah tidak bersama mereka lagi. Tempat di mana Thantana tadi malam tidur, tidak terlihat adanya jejak binatang buas atau semacamnya, yang mungkin mencelakai Thantana.
Kaiya terlihat begitu gusar, hingga berkali kali ia meneriakan nama Thantana.
"Kak Thantana.... Kak Thantana.... "
Namun tidak ada jawaban dari Thantana. Bahkan setelah Radit dan pak kusir mencari di lokasi sekitar itu, dengan meneriakan nama Thantana, tetap saja tidak ada jawaban.
Sudah beberapa waktu mereka mencari di sekitaran lokasi berkemah, di semak semak dan lainnya, namun Thantana tidak juga terlihat batang hidungnya.
Kaiya sudah mulai menangis. Ia tidak menyangka Thantana akan pergi meninggalkan dirinya, setelah sudah sejauh ini. "Kamu jahat kak Thantana...hiks... hiks... hiks...?" gumam Kaiya dalam tangisnya.
"Kai...? Kita belum tau apa yang terjadi pada Thantana! Tidak mungkin rasanya, Thantana dengan sengaja meninggalkan kita, tanpa alasan yang jelas?" ucap Radif berusaha menenangkan Kaiya.
Brinda dan Lasya pun akhirnya mendekati Kaiya, dan dengan bersamaan mereka berdua memeluk Kaiya yang masih menangis.
"Baiklah! Kita tidak bisa terus di sini. Kita harus meneruskan perjalanan ke Kerajaan Atas Awan?" ucap Zyandru beberapa saat kemudian, dan membuat Kaiya sempat terhenyak beberapa saat. "Ki.. kita pergi.. tanpa Thantana?" gumamnya Kaiya lagi, merasa tak percaya.
Zyandru yang mendengar gumaman dari Kaiya, melanjutkan perkataannya.
"Iya Kaiya.. Apapun yang terjadi, kita tidak bisa berhenti sampai di sini. Ini bukan tentang Thantana saja, melainkan tentang masa depan semua orang!" kata Zyandru. "Kita memang tidak tau apa yang terjadi dengan Thantana, tapi aku yakin Thantana akan baik baik saja?" kata Zyandru lagi, melanjutkan ucapannya.
*****
Sementara itu.
Thantana terbangun di tempat yang sangat asing, dengan seluruh badannya terlilit oleh tali seperti akar pepohonan namun sangat kuat. Ia di lilitkan di sebuah tiang di tengah tengah ruangan, yang dinding dindingnya di tumbuhi pohon pohon menjalar layaknya ular hijau yang menempel di dinding tersebut.
"Dimana aku...?" gumam Thantana, begitu dirinya tersadar. "Apa yang terjadi dengan diriku... uhuk.. uhuk..?" gumamnya lagi, seraya terbatuk batuk.
"Bukankah seharusnya aku bersama Kaiya dan yang lain. Dimana mereka sekarang?" pikir Thantana dalam hati, sembari menyapu pandangannya ke seluruh ruangan itu dengan bingung.
"Aaahhhh... Tali apa ini...sialan...! Siapa yang telah melakukan ini padaku?" gumam Thantana lagi, sembari meronta ronta berusaha melepaskan diri dari ikatan tali itu.
"Kamu tidak akan bisa melepas ikatan itu anak muda!"
Tiba tiba terdengar sebuah suara perempuan.
Bersamaan dengan itu, dari atas tangga yang berada di sudut dinding, muncul seorang perempuan dengan mengenakan pakaian serba hijau dan memakai Mahkota warna perak di atas kepalanya, berjalan turun mendekati Thantana yang sedang terikat.
Perempuan tersebut di kawal oleh dua orang perempuan lainnya, yang tidak memakai mahkota, tetapi mengenakan ikat kepala warna hijau.
"Hai... Siapa kalian! Apa yang kalian lakukan terhadapku!" teriak Thantana begitu melihat perempuan itu turun dari tangga. "Dimana aku, dan di mana teman temanku?" kata Thantana lagi.
"Kamu berada di istanaku anak muda, dan teman temanmu sudah pergi ke Desa Lupta Adripada!" jawab perempuan berbaju hijau itu, sembari mendekat ke tubuh Thantana.
"Heemmmm...! Tubuhmu memiliki aura cahaya yang sangat kuat?" ucap perempuan itu, setelah berada sangat dekat dengan Thantana.
"Lepaskan aku...! Apa yang kau inginkan dariku...?" ucap Thantana, terhadap perempuan di hadapannya itu.
"Melepasmu...Boleh saja! Asal kamu mau berjanji tidak akan macam macam sama kami?" jawab perempuan bermahkota itu.
"Hemmm... baik lah, aku janji?" kata Thantana kemudian. Dan tiba tiba, begitu Thanatana selesai bicara, tali tali yang melilit tubuh Thantana bergerak melonggar dan menarik diri dari tubuh Thantana, seolah oleh tali itu hidup.
"Huummm... akhirnya bebas juga?" gumam Thantana, sembari merentang rentangkan kedua tangannya.
"Sekarang, katakan apa yang kalian inginkan dariku?" ucap Thantana terhadap perempuan di hadapannya itu.
"Aku menginginkan kekuatanmu?" jawab perempuan itu, sambil melangkah menuju ke kursi, yang di sisinya berdiri dua orang perempuan yang mengawalnya.
"Apa...! Kau mengingikan kekuatanku. Bunuh aku dulu kalau bisa?" jawab Thantana, dan bergerak mundur beberapa langkah sembari menyiapkan kuda kuda, bersiap untuk bertarung.
"Hehehe... Kamu cepat sekali marah anak muda! Siapa namamu?" kata perempuan bermahkota itu, sembari terkekeh dan duduk di kursi yang di apit oleh kedua pengawalnya.
"Namaku Thantana...! Kamu sendiri siapa?" jawab Thantana, dan balik bertanya.
"Kamu akan terkejut, setelah tau siapa aku?" jawab perempuan itu. lantas berdiri dari tempat duduknya, dan berkata kembali.
"Perkenalkan! Aku Devi Rajni, ratu dari Ras peri?" ucap perempuan bermahkota itu, sembari menatap Thantana sambil tersenyum...
*****Bersambung*****