Vira Sita, seorang gadis yatim piatu yang sederhana, dijodohkan dengan Vito Hartawan — pewaris kaya raya — sebagai amanat terakhir sang kakek. Tapi di balik pernikahan itu, tersimpan niat jahat: Vito hanya menginginkan warisan. Ia membenci Vira dan berpura-pura mencintainya. Saat Vira hamil, rencana keji dijalankan — pemerkosaan, pengkhianatan, hingga kematian. Tapi jiwa Vira tidak pergi selamanya. Ia bangkit dalam tubuh seorang gadis muda bernama Raisa, pewaris keluarga Molan yang kaya raya, setelah koma selama satu tahun. Tanpa sepengetahuan siapa pun, Vira kini hidup kembali. Dengan wajah baru, kekuatan baru, dan keberanian yang tak tergoyahkan, ia bersumpah akan membalas dendam… satu per satu… tanpa ada yang tahu siapa dirinya sebenarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Beberapa hari setelah acara besar itu, Raisa duduk di balkon apartemen kecilnya di Milan. Langit menjelang senja memantulkan warna lembut pada permukaan cangkir tehnya. Ia memandangi berita-berita dari tanah air yang kini mulai memberitakan namanya secara serius: Desainer Muda Indonesia Bersinar di Palazzo Reale.
Namun ketenangan itu terusik saat sebuah notifikasi masuk ke ponselnya.
📩 Subject: Pengingat Administratif Akademik
Kepada Mahasiswa atas nama: Raisa Nur Azzahra
Program Studi: Desain Mode
Universitas: Institut Seni dan Desain Indonesia
Diberitahukan bahwa Saudari belum mengisi KRS semester berjalan dan belum mengajukan cuti akademik. Diharapkan segera menghubungi pihak akademik paling lambat 14 hari sejak email ini dikirimkan.
Terima kasih.
Raisa membeku. Dunia glamor Milan, sorot kamera, dan tepuk tangan—semuanya seolah menjauh seketika. Ada bagian dari dirinya yang belum ia selesaikan. Bagian yang dulu begitu penting sebelum semuanya runtuh.
Reinald masuk, membawa dua croissant hangat. Ia duduk di samping Raisa, mengamati wajahnya yang berubah. “Ada apa?”
Raisa menyerahkan ponselnya. Reinald membaca cepat dan mengangguk pelan.
“Kamu belum pamit dengan kehidupan lamamu.”
Raisa menatap jauh ke cakrawala. “Aku bahkan belum pamit dengan kuliahku… dan keluargaku. Aku lari, Reinald. Lari dari semuanya, karena aku terlalu takut melihat ke belakang.”
“Kadang kita harus menoleh ke belakang, bukan untuk kembali… tapi untuk tahu sejauh apa kita sudah berjalan.”
Raisa terdiam.
---
Beberapa hari kemudian, Raisa berdiri di Bandara Malpensa, Milan, dengan koper kecil di tangannya. Ia tak kembali untuk menetap, tapi untuk menyambung yang sempat putus. Reinald memeluknya sebelum keberangkatan.
“Berapa lama?” tanyanya pelan.
“Entahlah. Mungkin sebulan, mungkin dua. Tapi aku harus pulang.”
Reinald tak menahan. Hanya menggenggam tangan Raisa, lalu berkata, “Jika kamu memang milikku, takdir akan membawamu kembali padaku. Tapi sebelum itu, pastikan kamu berdamai dengan asalmu, Raisa.”
---
Jakarta menyambut Raisa dengan gerimis dan lalu lintas yang memekakkan telinga. Ia berjalan pelan di depan rumah orang tuanya, lalu berhenti. Sudah hampir dua tahun ia tak kembali.
Pintu rumah terbuka perlahan. Mama berdiri di ambang pintu, menatap tak percaya. “Raisa…?”
Raisa tersenyum kecil. “Ma… boleh aku pulang?”
Mama tak menjawab dengan kata-kata. Ia hanya menangis dan menarik Raisa ke pelukannya
"papa "
“Papa merindukan putri papa"
"Raisa juga merindukan kalian semua
Ayah menatap pelan, wajah tegasnya perlahan melunak. “Kamu... anakku. Meski kamu pergi sejauh apa pun.”
---
Kakak-kakaknya menyambut dengan berbagai reaksi.
Jordan menyambut dengan pelukan dan pujian.
Gavin, sang dokter, langsung menawarinya pemeriksaan kesehatan setelah perjalanan panjang.
Reno, kakak ketiga yang kini menjadi perwira polisi, hanya menepuk bahunya dan berkata, “Kamu kuat.”
Dan Rey, si bungsu yang juga atlet sekaligus aktor, menyodorkan naskah, “Kalau nanti kamu mau bantuin desain kostum film, bilang ya.”
Raisa tertawa untuk pertama kalinya sejak pulang. Rumahnya belum berubah. Tapi dirinya… kini lebih lengkap.
---
Tiga minggu di Indonesia terasa seperti menyatukan kembali potongan-potongan jiwanya yang tercecer. Raisa kembali mengunjungi makam neneknya, tempat ia dulu sering menangis diam-diam. Ia tak lagi marah pada masa lalu. Ia memilih merangkulnya.
Hari-hari berikutnya, Raisa menyelesaikan urusan akademiknya. Ia bertemu dosen pembimbing, menjelaskan alasannya menghilang, dan mengajukan cuti resmi. Pihak kampus memahami, terlebih setelah melihat capaian yang ia raih di luar negeri.
Dan ketika ia kembali membuka emailnya di suatu pagi, satu pesan masuk:
📩 From: Reinald
Subject: Azzura, Season 2
Raisa, kami akan tampil di Paris Fashion Week. Tapi aku tidak akan mulai tanpa kamu. Dunia sudah menunggu… tapi lebih dari itu, aku menunggumu.
Raisa tersenyum. Ia menatap langit Jakarta yang biru pucat.
Kali ini, ia pulang bukan karena pelarian. Dan ia akan kembali bukan karena ambisi.
Tapi karena ia tahu siapa dirinya.
Dan akhirnya, ia siap berjalan ke masa depan… bukan sendirian.
Bersambung
krain raisa bkln jdoh sm reinald,scra ky ccok gt....tp trnyta ga....mngkn kli ni bnrn jdohnya raisa,scra kluarganya udh tau spa dia....
spa tu????clon pawangnya raisa kah????
wlau bgaimna pun,dia pst lbh ska tnggal d negri sndri....dkt dgn kluarga,dn bs mmbntu orng lain....kl mslh jdoh mh,srahkn sm yg d ats aja y.....
Smbgtttt.....
Hufftt....
jadi, berjuanglah walaupun dunia tidak memihakmu, macam thor, klw ada yg ingin menjatuhkan mu maka perlihatkan dengan karya mu yg lebih baik, semangaaaat thor/Determined//Determined/
ttp smngt...😘😘😘
aku udh mmpir lg,smpe ngebut bcanya....he....he....
smngttt.....😘😘😘