NovelToon NovelToon
Suamiku Berubah

Suamiku Berubah

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikah Kontrak / Pernikahan Kilat / CEO Amnesia / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Teman lama bertemu kembali
Popularitas:981
Nilai: 5
Nama Author: nula_w99p

Clarisa Duncan hidup sendirian setelah keluarganya hancur, ayahnya bunuh diri
sementara ibunya tak sadarkan diri.

Setelah empat tahun ia tersiksa, teman lamanya. Benjamin Hilton membantunya namun ia mengajukan sebuah syarat. Clarissa harus menjadi istri, istri kontrak Benjamin.

Waktu berlalu hingga tiba pengakhiran kontrak pernikahan tersebut tetapi suaminya, Benjamin malah kecelakaan yang menyebabkan dirinya kehilangan ingatannya.

Clarissa harus bertahan, ia berpura-pura menjadi istri sungguhan agar kondisi Benjamin tak memburuk.

Tetapi perasaannya malah semakin tumbuh besar, ia harus memilih antara cinta atau menyerah untuk balas budi jasa suaminya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nula_w99p, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 9

Clarissa tak fokus, Benjamin sudah sejak tadi memandanginya. Bagaimana kalau tangannya terluka, sekarang ia sedang mengupas apel yang ia beli.

Setelah melewati kegugupan saat membersihkan tubuh Benjamin, Clarissa akhirnya bisa lepas dari pandangan suaminya itu. Ia beralasan ingin memakan sesuatu dan untungnya lelaki itu menurut. Clarissa pun sekalian membeli buah-buahan, mungkin Benjamin akan menyukainya.

Clarissa menatap pada Benjamin seusai berhasil mengupas dua apel, ia kembali mengalihkan pandangan sebelum akhirnya mendekati Benjamin.

"Aaaaa..." Benjamin membuka mulut lebar-lebar ketika Clarissa hendak memberikannya pada tangan Benjamin.

Clarissa kembali terkejut melihat reaksi Benjamin itu namun ia tetap menuruti niat Benjamin. Ia menyuapi apel yang sudah dikupas pada suaminya.

"Hmm enak, kau juga cicipi. Aaaa..." Benjamin mengambil sepotong dan membuat suara seperti akan menyuapi bayi.

Clarissa menggeleng pelan dan mengambil kembali apel yang berada di tangan Benjamin. "Tidak usah, aku tidak lapar. Kamu saja yang habiskan." Ia pun menyodorkan apel di tangannya padanya. Benjamin pun mengangguk, menurut saja pada perempuan yang sudah menjadi istrinya itu.

Benjamin menyenderkan tubuhnya dan menyilangkan kedua tangannya. "Kau benar-benar tak mau memberitahukan aku tentang pernikahan kita? Walaupun aku sekarang tak mengingatnya tapi aku tetap harus tahu kan! Jangan-jangan kau berbohong, kau takut ketahuan makanya tak memberitahuku." Dia menaikan alisnya dengan ekspresi menantang.

Clarissa tersenyum paksa, Dokter menyarankan agar tak langsung memberi informasi terlalu cepat namun kalau hanya memberitahukan perihal kecil mungkin tidak apa-apa lagipula ia hanya akan memberinya informasi sepele.

"Benjamin Dokter menyarankan untuk tak memberitahu informasi berat jadi aku hanya akan menjawab pertanyaan yang kamu ajukan tadi. Pertama, kita bukan pengantin baru, kita sudah menikah dua tahun lalu dan yang kedua jangan tanya lagi. Nanti setelah kamu keluar dari rumah sakit, aku akan menjawab pertanyaanmu tapi tidak semuanya. Kita fokus pada kesehatanmu dulu."

Benjamin mengangguk-anggukkan kepala namun kembali membuat ekspresi bingung, "tunggu kenapa kamu memanggil ku dengan namaku langsung? Bukankah biasanya pasangan yang sudah menikah punya nama panggilannya tersendiri. Hanya satu pertanyaan lagi hari ini."

Clarissa terdiam, ia harus menjawab apa sekarang. Ia terpikir jawaban paling sederhana, "karena sudah terbiasa lagipula tidak semua pasangan memanggil satu sama lain dengan panggilan khusus."

"Kalau begitu mulai sekarang ubah nama panggilanku, jangan namaku langsung. Rasanya kita seperti bukan pasangan sungguhan."

Deg, jantung Clarissa mulai terasa berat. Ia menjadi takut dengan kelanjutan kisah mereka, bagaimana kalau di hari berikutnya Benjamin mendapatkan kembali ingatannya dan menganggap perilaku dirinya sekarang sangat tidak bagus di lihat.

Benjamin mendekatkan tubuhnya pada Clarissa dan memiringkan kepalanya. ''Kenapa kamu diam?"

Clarissa mengedipkan matanya cepat dan memalingkan muka, "aku sedang memikirkan nama panggilan yang bagus untukmu." Ia mencari alasan yang paling logis dan dapat di terima oleh suami kontraknya.

"Ah, bagaimana kalau nama yang sering pasangan lain gunakan. Sayang atau cintaku." Benjamin tersenyum gembira dan percaya diri istrinya dapat menerima sarannya.

"Emmm mungkin say- tidak, aku tidak bisa. Kita sudah lama mengenal dan selalu memanggil nama satu sama lain. Bagaimana kalau aku memanggilmu dengan nama masa kecilmu, Ben atau B-benny."

Benjamin tersenyum sambil memandang istrinya, walau Clarissa tak menerima sarannya tapi setidaknya ia bisa mengetahui informasi lain dari mulut istrinya.

"Ben atau Benny yah! Ya sudah aku menerima panggilan itu tapi sebagai gantinya aku boleh memanggilmu dengan sebutan atau panggilan apapun sesuka ku."

"Baiklah, terserah kamu saja. Ah iya, Ibumu akan kemari. Mungkin sebentar lagi sampai." Clarissa hampir melupakannya, untung ingatannya masih belum memudar.

"Oh aku masih memiliki Ibu?" Tanya Benjamin tanpa ragu-ragu.

Clarissa sampai tak bisa mengeluarkan suara, belum lagi sosok wanita paruh baya yang ia lihat ada di pintu mulai mendekat dengan mata merah dan melotot.

Anna memukul pelan kepala putra semata wayangnya. "Dasar anak durhaka, bisa-bisanya melupakan orang yang melahirkan mu."

Benjamin mengusap kepala yang dipukul Ibunya walau tidak sakit. "Ck, siapa lagi ini! Baru datang sudah memukulku, aku bisa saja melaporkanmu dan kau di penjara minimal lima tahun. Kau mau Ibu-ibu modis?"

Clarissa memandang tajam suaminya dan berbisik pada telinga Benjamin, "dia Ibumu."

"Apa?" Benjamin melirik istrinya sambil kembali sesekali memandang wanita yang melahirkannya.

Clarissa bangun dari duduknya dan mendekati Anna yang diam saja. "Ibu aku sudah memberitahumu kan kalau Benjamin kehilangan ingatannya, saat bangun saja dia tak mengenaliku. Aku yang mengatakan padanya kalau aku istrinya."

Clarissa menatap ragu Ibu mertuanya namun terkejut dengan tanggapannya.

"Hahahaha..." Anna tertawa terbahak-bahak.

"Ibu hanya bercanda sayang, ibu tidak benar-benar marah padamu apalagi pada Benjamin. Ibu lega dia selamat, walau dia kehilangan ingatannya tetapi kita harus tetap bersyukur. Tuhan masih menyayangi kita dan membiarkan putraku sadar." Ia memegangi pipi Clarissa sambil tersenyum.

Dia kemudian memegang pipi Benjamin dan menatap dalam-dalam. "Nah Ben, sekarang ingat dengan otakmu yang masih kosong ini. Aku Anna, ibu yang telah melahirkan dan membesarkan mu dengan segenap jiwaku."

"Iya iya, sekarang lepaskan. Aku sudah besar buktinya aku sudah punya istri, jangan memperlakukanku begitu."

Benjamin mencoba melepaskan genggaman tangan di pipinya namun naas tak ada hasil, tubuhnya masih lemah untuk mendorong wanita paruh baya yang masih terlihat bugar.

"Oh ya ampun, rasanya seperti melihat Ben semasa ia remaja dulu. Benarkan Clarissa? Ibu jadi ingat dia pernah hilang selama dua hari. Ketika ditemukan ternyata dia tinggal sambil bekerja di supermarket kecil. Padahal aku selalu menyediakan semuanya terutama uang tapi dia malah ingin hidup mandiri. Bagaimana bisa Ibu tidak stress dulu…."

Clarissa tertawa pelan mendengar ucapan Ibu mertuanya, ia tahu dia sedang khawatir. Biasanya bisa ia panik atau ada sesuatu yang membuatnya cemas, Anna selalu banyak berbicara bahkan Clarissa pernah mendengarkan ocehannya selama satu jam lebih saat kejadian yang di ceritakan Anna terjadi.

"Ibu," Benjamin mengeluarkan suara. Ruangan menjadi hening, Anna juga menghentikan kalimatnya dan mereka memandang seksama Benjamin. Nada suaranya berbeda dengan yang tadi saat Benjamin berbicara dengan Clarissa. Seperti suara yang selalu Clarissa dengar selama dua tahun.

"Ibu? Kalau begitu buktikan kalau kau benar Ibuku." Benjamin melanjutkan ucapannya.

Clarissa menghela nafas, ia tak tahu mengapa malah merasa lega. Dia pikir ingatan Benjamin sudah kembali.

"Benj- Ben tidak perlu begitu, lagipula kalau dia bukan Ibumu mana mungkin kemari. Aku tak pernah memberitahukan orang lain lagi tentang keberadaan mu, kecuali Ibu dan Ayahmu." Clarissa mencoba menjelaskan sebisa mungkin.

''Benar juga," Benjamin mengangguk dan kembali melihat wanita di sampingnya. "Ehm I-ibu, maaf aku mengatakan itu tadi."

Benjamin terdiam saat Anna melipat kedua tangannya, ia merasakan aura mengerikan yang terpancar dari sosok wanita itu. Jantungnya berdetak kencang seperti saat melihat Clarissa memegang tangannya, namun perasaan ini berbeda. Saat itu debaran jantungnya terasa aneh tetapi ia justru menikmatinya namun sekarang ini ia merasakan perasaan mencekam.

Anna kemudian mengeluarkan ponsel dari tas miliknya dan mengotak-atik sebentar, "lihatlah ini!" Ia menunjukan foto-foto saat Benjamin masih berusia lima tahun sampai remaja. "Ini adalah dirimu saat kecil."

Benjamin melihatnya dan tangannya gatal sekali, ingin menggeser slide demi slide. "Eh jangan, kau ini! Bukankah Dokter menyarankan untuk istirahat dulu, nanti akan ku tunjukan lagi yang lainnya saat kau sudah pulih. Sekarang istirahat saja." Anna membentangkan tubuh Benjamin lalu menutupi dengan selimut yang ada.

Ia lalu membawa Clarissa ke luar ruangan, "sayang maaf yah Ibu tak bisa berlama-lama disini. Sejujurnya Ibu juga ingin menemani Ben tapi asistenku tadi baru memberitahukan kalau aku harus segera ke kantor."

Clarissa menggeleng, "tidak apa-apa. Ibu fokus dulu saja pada pekerjaan Ibu, lagipula ada aku yang bisa merawat Ben."

Tak di sangka waktu bergulir dengan cepat, sekarang sudah hampir waktunya tidur bagi pasien. Clarissa menjauhkan diri dari Benjamin, ia juga berencana tidur di kursi yang agak berjauhan dengan ranjang pasien.

"Kau mau kemana?" Benjamin bangun dari posisi tidurnya.

Clarissa menoleh sebentar dan menunjuk kursi itu. "Oh, aku akan tidur di sini. Kamu juga tidurlah."

"Tidak usah di sana, di sisiku saja." Benjamin menggeser tubuhnya ke sisi dan menepuk tempat yang ia maksud. "Lihat, masih tersisa banyak ruang."

"Tidak usah, aku di sini saj-"

Benjamin berusaha turun dari tempatnya, Clarissa yang melihat langsung sigap menghentikannya. "Apa yang kamu lakukan?"

"Aku akan tidur di sana, bersamamu. Aku tidak mau berpisah denganmu." Ucap Benjamin.

Keduanya bertatapan lekat-lekat, Clarissa mengalihkan matanya beberapa saat kemudian. Ia tak sanggup kalau harus bertatapan seperti ini dengan Benjamin apalagi kalau berdekatan dengannya. Tapi karena sikap Benjamin ini, ia jadi harus mengalah pada dirinya sendiri.

"Baiklah aku akan tidur di sisimu, jangan bergerak banyak dulu." Clarissa menaiki ranjang dan berbaring bersama suaminya.

Benjamin tersenyum senang dan terus memandangi wajah Clarissa.

Clarissa yang merasa tak nyaman kemudian membalikkan tubuhnya ke arah berlawanan dengan Benjamin. Seketika lelaki di sampingnya menghentikan senyumannya.

Benjamin mendekatkan mulutnya ke telinga istrinya. "Kenapa kamu membelakangi ku?"

"Emm," Clarissa menggigit jari saat mendengar suara Ben. Suara Ben terdengar walau pelan, bahkan ia bisa mendengar nafasnya begitu juga detak jantung Ben yang cepat dan kencang. "A-aku lebih suka sisi ini, nyaman sekali."

"Bagaimana kalau bertukar tempat, aku ingin melihat wajahmu."

"Tidak, tidak usah. Ini sudah malam Ben, tidur saja."

To be continue....

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!