NovelToon NovelToon
Bukan Karena Tak Cinta

Bukan Karena Tak Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Janda / Selingkuh / Cerai / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Pelakor
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Serena Muna

Novia Anwar adalah seorang guru honorer di sebuah SMA negeri di kota kecil. Gajinya tak seberapa dan selalu menjadi bahan gunjingan mertuanya yang julid. Novia berusaha bersabar dengan semua derita hidup yang ia lalui sampai akhirnya ia pun tahu bahwa suaminya, Januar Hadi sudah menikah lagi dengan seorang wanita! Hati Novia hancur dan ia pun menggugat cerai Januar, saat patah hati, ia bertemu seorang pria yang usianya lebih muda darinya, Kenzi Aryawinata seorang pebisnis sukses. Bagaimana akhir kisah Novia?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Doa Di Masjid

Siang itu, rumah Suryani dan Tarman yang biasanya damai mendadak berubah menjadi medan pertempuran. Suara ketukan pintu yang keras dan teriakan-teriakan dari luar membuat mereka terkejut. Belum sempat mereka bereaksi, pintu gerbang rumah mereka sudah terbuka paksa. Warga menggerebek rumah mereka.

Puluhan orang, baik ibu-ibu maupun bapak-bapak, berbondong-bondong masuk ke halaman, wajah mereka menunjukkan kemarahan dan keresahan. Di barisan terdepan, tampak Bu Resti dengan senyum puas dan mata berbinar-binar penuh kemenangan. Berkat hasutan Bu Resti, warga kini resah dan ingin mengusir Novia dan keluarganya dari lingkungan ini.

Suryani dan Tarman shock melihat pemandangan itu. Novia yang sedang berada di kamarnya, segera keluar mendengar keributan. Ia melihat kerumunan warga di halaman, dan hatinya langsung mencelos.

"Ada apa ini, Bapak-bapak, Ibu-ibu?!" seru Tarman, mencoba menenangkan massa. Ia berdiri di depan Suryani dan Novia, berusaha melindungi keluarganya.

"Kami tidak mau ada sampah di lingkungan kami!" teriak salah seorang warga, Pak Budi, yang dikenal sangat patuh pada Bu Resti.

"Usir mereka! Usir keluarga pembawa sial ini!" sahut warga lain.

Bu Resti melangkah maju, berdiri di tengah kerumunan, dan makin mengompori mereka. "Sudah saya bilang, Ibu-ibu, Bapak-bapak! Wanita seperti Novia ini akan merusak moral anak-anak kita! Dia itu pelakor! Janda mandul! Sekarang sudah dipecat dari sekolah, masih saja berani-beraninya berkeliaran dengan laki-laki lain di depan umum!"

Ia menunjuk Novia yang menunduk ketakutan. "Lihat dia! Tidak punya malu sama sekali! Kita harus membersihkan lingkungan kita dari orang-orang seperti dia!"

Mendengar semua hinaan itu, Suryani pun marah. Darahnya mendidih. Ia tak bisa lagi menahan amarahnya melihat putrinya dihakimi dan difitnah di depan banyak orang, di rumahnya sendiri. Ia menerjang maju, menerobos Tarman.

"Bu Resti! Jaga mulutmu itu!" teriak Suryani, suaranya melengking. Ia berusaha meraih Bu Resti, ingin menjambak rambut wanita itu.

Bu Resti yang melihat Suryani menerjang, segera menghindar. "Wah, berani-beraninya dia! Dasar wanita biadab!"

Mereka berkelahi, saling dorong dan jambak, menciptakan suasana heboh dan kacau. Warga yang tadinya hanya berteriak, kini semakin ricuh. Ada yang mencoba melerai, ada pula yang justru ikut memanas-manasi. Novia hanya bisa menangis ketakutan, melihat ibunya terlibat perkelahian fisik demi dirinya. Tarman mencoba memisahkan Suryani dan Bu Resti, namun massa yang terlalu banyak membuatnya kewalahan.

"Sudah! Cukup! Hentikan ini semua!" teriak Tarman, putus asa. Ia melihat istri dan anaknya terpojok, dihina, dan kini menjadi tontonan massa yang beringas. Ia merasa sangat tidak berdaya.

****

Di tengah kekacauan rumah Suryani dan Tarman, suara teriakan dan amarah membahana. Suryani dan Bu Resti masih saling serang, sementara Novia hanya bisa meringkuk ketakutan di belakang Tarman. Kerumunan warga semakin beringas, tuntutan pengusiran bergema di halaman rumah itu.

Tiba-tiba, suara Pak RT menggelegar di antara kerumunan. Ia datang dengan napas terengah-engah, wajahnya menunjukkan kepanikan dan kelelahan yang luar biasa. Ia sudah menerima laporan tentang penggerebekan ini.

"Stop! Hentikan ini semua!" teriak Pak RT, menerobos kerumunan warga. Ia langsung menarik paksa Suryani dan Bu Resti yang masih saling jambak. "Ada apa ini?! Kenapa kalian jadi beringas begini?!"

Suryani memberontak. "Pak RT! Bu Resti ini keterlaluan! Dia menghasut warga untuk mengusir kami!"

"Memang pantas diusir, Pak RT!" seru Bu Resti, menatap Pak RT dengan tatapan menantang. "Mereka ini keluarga pembawa sial! Ada wanita amoral seperti Novia, nanti lingkungan kita jadi rusak!"

Pak RT menggelengkan kepala. Ia menatap kerumunan warga yang masih menunjukkan wajah marah dan tidak senang. Ia tahu betul, warga sudah termakan hasutan Bu Resti.

"Bapak-bapak, Ibu-ibu! Tenang dulu!" Pak RT mencoba menengahi. "Kita ini keluarga! Kita bicarakan ini baik-baik! Jangan pakai cara kekerasan seperti ini!"

"Tidak ada bicara baik-baik, Pak RT!" teriak Pak Budi, salah seorang warga yang paling vokal. "Kami menolak ada keluarga seperti mereka di lingkungan kami! Usir mereka!"

Teriakan usir kembali menggema dari warga. Mata mereka menatap Novia dengan penuh kebencian, seolah Novia adalah biang keladi semua masalah. Novia hanya bisa menunduk, gemetar.

Pak RT mencoba menjelaskan, ia ingin menengahi mediasi warga agar tak mengusir Novia dan keluarganya. "Dengar dulu, Bapak-bapak, Ibu-ibu! Setiap masalah itu bisa diselesaikan dengan musyawarah! Jangan langsung main hakim sendiri! Kita punya aturan di lingkungan ini!"

"Aturan apa, Pak RT?!" sahut Bu Narti. "Aturan untuk membiarkan pelakor dan janda mandul merusak lingkungan kita?! Tidak bisa!"

****

Bu Resti tersenyum puas melihat reaksi warga. Ia kembali mengompori mereka. "Betul itu, Pak RT! Mereka ini sudah mencoreng nama baik kompleks kita! Mereka tidak pantas tinggal di sini! Kalau Pak RT tidak mau mengusir, biar kami saja yang mengusir mereka secara paksa!"

Ancaman pengusiran paksa itu membuat Tarman dan Suryani semakin panik. Novia hanya bisa menangis terisak, memeluk tubuhnya sendiri. Ia merasa benar-benar tak berdaya.

Pak RT mencoba lagi. "Tapi ini tidak bisa seperti ini! Kalian tidak bisa seenaknya mengusir warga! Mereka juga punya hak untuk tinggal di sini!"

"Hak apa?! Hak untuk menularkan kebejatan?!" teriak seorang ibu. "Kami tidak mau, Pak RT! Kami minta mereka pergi dari sini sekarang juga!"

Terlihat jelas bahwa usaha Pak RT untuk meredakan amarah warga dan mengajak mereka bermediasi sia-sia. Warga sudah terlanjur gelap mata oleh hasutan Bu Resti. Mereka menolak semua penjelasan dan mediasi, bersikeras agar Novia dan keluarganya segera pergi dari lingkungan itu. Situasi benar-benar buntu. Pak RT tampak putus asa, tak tahu lagi harus berbuat apa menghadapi massa yang sudah beringas.

****

Suasana di depan rumah Suryani dan Tarman benar-benar mencekam. Meskipun Pak RT sudah berusaha menengahi, warga tetap bersikeras mengusir Novia dan keluarganya. Ancaman pengusiran paksa membuat Tarman dan Suryani tak punya pilihan lain. Dengan berat hati, mereka memutuskan untuk pergi.

Dengan tangan gemetar, Suryani dan Novia mulai mengemasi barang-barang seadanya. Pakaian, beberapa perabot kecil, dan kenangan pahit yang tak terhitung jumlahnya mereka masukkan ke dalam beberapa karung dan kardus. Hati Novia hancur luluh. Ia diusir dari rumahnya sendiri, dari lingkungan yang selama ini ia sebut rumah.

Saat sebuah mobil pick-up sewaan datang untuk mengangkut barang-barang mereka, kerumunan warga semakin menjadi-jadi. Mata mereka menatap Novia dan keluarganya dengan kebencian.

"Cepat pergi! Jangan kotori lingkungan kami lagi!" teriak seorang warga.

"Dasar keluarga pembawa sial! Jangan kembali lagi ke sini!" sahut yang lain.

Ketika Novia, Suryani, dan Tarman menaiki mobil pick-up yang penuh barang, sorak sorai warga langsung menggema. Mereka menghujat kepergian mereka dengan kata-kata kasar dan sumpah serapah. Beberapa bahkan melemparkan pandangan jijik.

Di antara kerumunan itu, Bu Resti berdiri paling depan. Wajahnya berseri-seri penuh kemenangan, dan ia tertawa paling kencang, seolah merayakan keberhasilannya menyingkirkan Novia. "Rasakan kalian! Itu balasan untuk wanita amoral sepertimu!" teriak Bu Resti, suaranya melengking.

Novia hanya bisa menunduk, tak sanggup menatap wajah-wajah penuh kebencian itu. Air matanya mengalir deras, membasahi pipi. Suryani memeluk Novia erat, mencoba menenangkan putrinya, meskipun hatinya sendiri juga remuk redam. Tarman mengemudikan mobil dengan cepat, ingin segera menjauh dari neraka itu.

****

Mobil pick-up itu terus melaju, meninggalkan kompleks perumahan yang kini terasa begitu asing dan kejam. Novia dan keluarganya tak tahu harus pergi ke mana. Mereka hanya membawa barang-barang seadanya dan hati yang penuh luka.

Setelah menempuh perjalanan yang terasa sangat panjang, Tarman menghentikan mobilnya di depan sebuah masjid besar. Azan Ashar baru saja berkumandang.

"Kita shalat dulu, Nak," kata Suryani, suaranya parau.

Novia mengangguk. Ia merasa perlu mencari ketenangan dan kekuatan di tempat itu. Dengan langkah gontai, ia turun dari mobil, diikuti oleh Tarman dan Suryani. Mereka mengambil air wudu, membersihkan diri dari debu perjalanan dan, lebih penting lagi, membersihkan hati dari semua kebencian yang baru saja mereka alami.

Di dalam masjid, Novia melaksanakan shalat Ashar dengan khusyuk. Setiap gerakan dan bacaan terasa begitu menenangkan jiwanya yang bergejolak. Dalam sujudnya, ia menumpahkan semua rasa sakit, malu, dan putus asa.

Setelah selesai shalat, ia bersimpuh di atas sajadahnya, tak langsung bangkit. Novia menengadahkan kedua tangannya, menghadap kiblat. Air mata kembali mengalir, namun kali ini bukan air mata kepedihan semata, melainkan air mata permohonan.

"Ya Allah... Engkau Maha Tahu segala-galanya," bisik Novia, suaranya bergetar. "Hamba-Mu ini sudah tidak kuat. Hamba sudah kehilangan pekerjaan, rumah, dan kini harga diri hamba diinjak-injak. Hamba difitnah, dihina, dan diusir..."

Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menguatkan diri. "Ya Allah... Hamba meminta bantuan-Mu. Tunjukkan jalan bagi hamba. Berikan hamba kekuatan untuk menghadapi semua cobaan ini. Lindungi hamba dan keluarga hamba dari fitnah dan kezaliman. Hamba serahkan semua ini kepada-Mu, ya Allah..."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!