Hanya berjarak lima langkah dari rumah, Satya dan Sekar lebih sering jadi musuh bebuyutan daripada tetangga.
Satya—pemilik toko donat yang lebih akrab dipanggil Bang... Sat.
Dan Sekar—siswi SMA pecinta donat strawberry buatan Satya yang selalu berhasil merepotkan Satya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfaira_13, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. Calon Pacar
Hari ini, toko donat cukup ramai sejak pagi. Aluna sibuk di dapur, Rasya bolak-balik mengantar pesanan, dan Elmira berjaga di balik meja kasir. Sesekali ke dapur untuk mengambil donat yang sudah siap diberi topping.
Jam sudah menunjukkan pukul satu siang ketika Satya baru saja tiba dengan dua kantong plastik putih di kedua tangannya. Wajahnya masih tampak lelah, tapi tetap memberikan senyum yang mengembang.
"Hari ini lumayan rame ya Mir?" tanya Satya. Ia melangkah ke balik meja kasir, menyuruh Elmira untuk bergeser dari posisinya. Dan membiarkan Satya yang menggantikan tugasnya.
Elmira menerima kantong plastik putih yang diberikan Satya. "Lumayan, Bang. Kak Luna malah sibuk banget ngurus stok di dapur dari tadi."
"Kerja bagus buat kalian." Satya melirik Rasya yang baru saja tiba dari mengantar pesanan di lantai dua. "Kalian istirahat dulu aja, gua bawain ayam kremes spesial buat kalian."
Aluna muncul dari dapur. Berjalan santai sambil mengeringkan kedua tangannya yang basah dengan kain kecil. "Baik banget deh, bos gua yang satu ini."
"Gak usah pada muji gua. Dari dulu juga gua emang baik," balas Satya angkuh.
Bersyukurlah untuk ketiga karyawannya yang selalu mendapat perlakuan baik dari Satya. Karyawan itu tidak ada, mereka adalah partner dalam toko kita begitulah yang selalu dikatakan oleh Serena. Itu juga salah satu alasan, Satya tak terlalu suka dipanggil dengan sebutan Bos.
Aluna mendelik tak suka. "Nyesel gua puji. Lo emang nyebelin."
"Kalo gitu, kita ke belakang dulu ya," pamit Rasya sambil menyengir kuda. Ia sudah mengambil alih plastik putih berisi makanan yang diberikan Satya pada Elmira.
Di dapur, memang ada tempat khusus untuk mereka beristirahat. Tidak terlalu luas, tapi cukup nyaman dan juga bersih untuk ketiganya. Salah satu fasilitas yang Satya berikan. Ia tak mau jika karyawannya tidak punya tempat untuk beristirahat. Bagi Satya, istirahat juga penting. Tak masalah, selagi ketiganya tetap profesional dalam bekerja.
"Iya, makannya santai aja. Tapi jam dua nanti, gua mau jemput Sekar," katanya memperingati. Tangannya sudah mengambil kain lap yang biasa digunakan untuk mengelap meja kasir. Ia menyemprot sedikit cairan pembersih di atas kain lap lalu mengusap meja kasir satu arah.
"Cieee... yang mau jemput pacar," goda Rasya dengan nada mengejek.
Satya menghentikan gerakan tangannya, melirik Rasya dengan sengit. "Adek gua. Bukan pacar."
Aluna terkekeh, kemudian ikut menyahut. "Bukan pacar sih, tapi masih calon pacar."
Setelah mengatakannya, Aluna beranjak ke dapur bersama Rasya dan juga Elmira yang ikut menertawakan Satya.

Satya menarik napas, menutup laptopnya dengan satu tangan, dan meregangkan tubuhnya. Ia bangkit dari posisi duduk santainya di atas sofa.
Langkahnya malas. Tapi tetap berjalan menghampiri rumah Sekar. Di depan pagar ia berdiri, mencoba menghubungi Sekar. Tapi tak ada jawaban. Pagar rumahnya terkunci, dan Satya, jelas saja tak akan bisa masuk. Tirai jendela tertutup rapat. Dan rumahnya gelap gulita.
Satya mengumpat dalam hati, padahal Sekar yang membutuhkan bantuannya, tapi ia juga yang harus menunggu. Tidak tahu diri.
"Oii, Sekar!" teriaknya. Cukup keras untuk membangunkan tetangga yang berada di rumah lain. Tak masalah, mereka sudah hafal dengan teriakan keduanya hampir setiap hari.
Tak lama, Sekar muncul dengan senter dari ponselnya. Tangan kirinya mendekap erat Nero yang menggonggong pelan. Ia hanya menggunakan kaus tanpa lengan dan celana pendek. Jika saja situasinya berbeda, mungkin Satya akan bersiap untuk memarahinya. Terlalu pendek dan tak pantas. Bagaimana jika ada pria lain yang lewat dan melihat Sekar.
Sekar membuka kunci pagar dan membukanya dengan lebar, mempersilahkan Satya masuk. "Hehe... masuk Bang!"
"Mana nomornya?" tanya Satya mengulurkan tangannya.
Sekar mematikan cahaya senter dari ponselnya, kemudian menaruh hpnya di atas telapak tangan Satya yang terulur. "Nih, Lo yang masukin!"
Satya mulai menekan tombol angka di meteran listrik. Sesuai dengan angka yang tertera di ponsel Sekar. Lalu, lampu di rumah Sekar kembali menyala dalam sekejap. Sekar tersenyum lebar. Melepaskan Nero dari pangkuannya. Membiarkannya masuk ke dalam rumah terlebih dahulu.
Sekar menerima kembali ponselnya. "Makasi Bang Satya ganteng~"
Satya mendengus. "Gak mau gua. Lo muji gua kalo ada maunya doang!"
Sekar menaikkan kedua bahunya dan menatap Satya dengan ekspresi datar. "Ya kalo lo gak bantu gua, gak sudi gua bilang lo ganteng!"
Satya mencubit pipi kiri Sekar dengan gemas. Membuatnya meringis sambil menahan suaranya agar tak berteriak. "Makanya jangan kebanyakan nonton film gak jelas kalo lo penakut."
"Kan buat hiburan Bang," jawab Sekar memberi alasan.
Satya membuang napas kasar. Kemudian mengacak rambut Sekar dengan gemas. "Udah, sana masuk! Besok pagi gua yang anter lo ke sekolah."
Sekar menghentikan gerakan tangan Satya, lalu tersenyum lebar. "Hehe, iya. Hati-hati bang Satya~"
Satya berbalik badan, menunggu hingga Sekar selesai mengunci pagar rumah dan masuk kembali ke dalam. Satya memperhatikan lingkungan sekitar rumahnya sebentar. Memastikan tak ada yang aneh, lalu melangkah pelan kembali ke rumahnya.
Saat membuka pintu rumahnya, Satya mengernyitkan dahi. Lampu di area dapur menyala. Seingatnya, sudah dimatikan sejak tadi. Dengan langkah santai, ia menuju dapur, dan melihat Rakha yang duduk di meja makan sambil memegang gelas air dingin.
Satya mendekat, menepuk pelan pundak adiknya. "Kenapa? Ko bangun lagi?"
Rakha menoleh sesaat, sebelum kembali memandang gelas air yang sisa setengah di tangannya. "Haus, Bang."
"Lo darimana jam segini?" tanyanya kemudian.
Satya menarik satu bangku di samping Rakha, dan duduk menghadap Rakha. "Nyalain token listrik di rumah Sekar."
"Oh," balas Rakha mengangguk singkat.
Satya mengusap pelan rambut Rakha yang tak beraturan. "Kenapa?" tanyanya.
Rakha bangkit dari duduknya, berjalan ke arah wastafel dan menaruh gelas di sana. "Enggak. Gua mau tidur lagi."
"Hm, selamat malem."
ditunggu next chapter ya kak😁
jangan lupa mampir dan ninggalin like dan komen sesuai apa yang di kasih ya biar kita sama-sama support✨🥺🙏
sekalian mampir juga.../Coffee//Coffee//Coffee/
Dikasih koma ya, Kak. Biar lebih enak bacanya. Semangat terus nulisnya!😉